Bagi seorang forester, hutan adalah penyangga kehidupan yang paling esensial, sumber kehidupan, sumber plasma nutfah, dan tempat berlindung dari ancaman kehidupan.Â
Bagi seorang ekonom, hutan adalah sumber pendapatan/uang yang bernilai besar. Bagi petani, hutan adalah kawasan pengatur tata air bagi irigasi mereka. Dan bagi penggiat lingkungan, hutan adalah pengendali bencana, pengatur iklim mikro, tempat penyimpanan karbon, dan untuk mengurangi polusi udara. Hutan mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat holistik dan jangka panjang.Â
Oleh sebab itu, keberadaan hutan selalu berhubungan dengan isu-isu terkini seperti perubahan iklim dan pemanasan global, ketahanan pangan, air dan energi, pertumbuhan penduduk dan kemiskinan, serta daya dukung bagi pertumbuhan berkelanjutan.
Bagi bangsa ini, keberadaan hutan sangat vital. Pada saat ini terdapat sekitar 19.410 desa yang berada di sekitar hutan dengan sekitar 48,8 juta orang yang hidup bergantung dan berkaitan dengan hutan. Sebuah angka yang sangat besar.
Dalam konsep ini masyarakat desalah sebagai aktor utama pengelola, meskipun nantinya berbentuk kelompok tani, badan hukum perkumpulan, koperasi, dan lain sebagainya.
Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.
Kala itu, saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu hutan desa di Bali, khususnya di Buleleng. Tempat itu adalah Desa Selat. Banyak pembelajaran tentang alam dan kehidupan dapat  saya gali disini.
Setelah itu, pada tahun 2005 dilakukan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) yang mengandalkan Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan persentase keberhasilan sebesar 60%.Â
Kawasan hutan seluas 535 hektar di Desa Selat ini diusulkan oleh pemerintah Kabupaten Buleleng untuk dijadikan hutan raya pada tahun 2016 karena memiliki potensi landscape yang besar untuk dapat dijadikan kawasan wisata.
Rencana pengusulan didukung oleh masyarakat sehingga pihak desa membentuk petugas keamanan adat (jagawana). Hutan Raya Desa Selat dikelola secara swadaya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan fokus kegiatan pada perlindungan dan konservasi.
Hal yang menarik bagi saya terkait pengelolaan hutan lestari di desa ini adalah secara turun temurun masyarakat masih menerapkan peraturan adat tebang 1 tanam 10. Aturan ini berarti bagi masyarakat yang telah menebang 1 pohon diwajibkan menanaminya kembali dengan 10 pohon dan kesepuluh pohon tersebut harus tumbuh atau masyarakat akan dikenakan denda.
Oleh karena itu, skema perhutanan sosial dengan status Hutan Lindung (HL) yang memungkinkan di Bali adalah dalam bentuk Hutan Desa (HD) karena dalam pengelolaannya masih dapat menerapkan peraturan adat.Â
Pemberian akses kelola perhutanan sosial tidak dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) maupun Hutan Tanaman Rakyat (HTR) karena dikhawatirkan masyarakat akan menebang pohon sampai pada kawasan yang berizin. Selain dapat dikelola oleh seluruh lembaga desa, hasil dari pengelolaan kegiatannya dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat.
Dalam penataan ini, struktur asli hutan dibiarkan utuh (tidak ada penebangan pohon) dan hanya ditambah dengan menanam tanaman hias yang cocok ditanam di dalam kawasan hutan.
Meskipun demikian, hal yang perlu dipahami masyarakat adalah hak pengelolaan hutan desa ini bukan merupakan kepemilikan atas kawasan hutan, karena itu dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah status dan fungsi kawasan hutan.Â
Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) dilarang digunakan untuk kepentingan di luar rencana pengelolaan hutan serta harus dikelola berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari.
Sudah banyak upaya pelestarian hutan telah gagal ketika masyarakat tidak merasa ikut memiliki hutan itu. Melihat banyaknya peran yang dijalankan oleh hutan sudah seharusnya membuka mata kita bahwa keberadaan hutan harus dipertahankan. Jangan sampai terus mengalami penurunan ***(ASP, 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H