Dalam aktivitas sehari-hari, kita selalu belajar dari kehidupan. Ilmu kehidupan adalah sebutan untuk ilmu ekologi. Lho, kok bisa? Hal ini karena ilmu ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme (makhluk hidup) dengan lingkungannya. Ilmu ini pertama dikemukakan oleh Ernst Heackel pada tahun 1869. Sudah lama sekali. Bahkan lebih jauh dari itu, kesadaran ekologis pertama kali muncul dalam catatan manusia setidaknya 5.000 tahun yang lalu.
Para pemuka agama Veda/Weda memuji hutan liar dalam nyanyian mereka, para pengikut Tao mendesak agar kehidupan manusia mencerminkan pola alam dan Budha mengajarkan kasih untuk semua makhluk hidup. Dalam syariat Islam juga sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihd fi sablillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
Sejak tahun 1988 istilah pembangunan berkelanjutan yang mengartikan "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" telah menyebar di seluruh dunia. Namun Masalah lingkungan hidup belum juga menjadi kesadaran publik. Hal ini dibuktikan dengan berbagai masalah lingkungan hidup yang belum teratasi dan bahkan semakin memburuk. Perubahan pada lingkungan hidup/alam, baik secara perlahan maupun secara ekstrim berdampak pada bencana alam, dan hal tersebut tidak terlepas dari adanya faktor campur tangan manusia.
Forum komunitas hijau ini merupakan salah satu bentuk kegiatan kemitraan lingkungan yang terbentuk pada tahun 2011 dengan adanya SK Walikota Banjarbaru tentang pengurusan hutan. Salah satu hal yang melatarbelakangi terbentuknya Forum Komunitas Hijau (FKH) adalah keinginan untuk mengurangi dampak adanya perubahan iklim atau pemanasan global. Beberapa komunitas yang tergabung dalam forum ini dan telah memiliki SK, diantaranya adalah: (1) Serbu Tanam 12 (ST12); (2) Green and Clean; dan (3) Bank Sampah.
Komunitas ST12 berawal dari obrolan di warung mengkritisi keadaan lingkungan yang semakin rusak, namun upaya dari pemerintah kesannya hanya bersifat seremonial, belum membentuk kesadaran masyarakat untuk menanam pohon. Â Pemprakarsa komunitas ini adalah 12 orang pertama yaitu Kusnowadi, Dedi, Setiaman, Basuki, Sautin, Tugini, Suprihadi, Herman, Sucipto, Bahri, Rijali Anwar, dan Akhmad Rifani. Kelompok pertama terbentuk di kelurahan Sungai Besar, kecamatan Banjarbaru Selatan, kota Banjarbaru.
Harapannya berawal dari 12 orang di sungai besar ini, akan terbentuk minimal 12 orang lagi di tempat yang lain, yang tiap sabtu pagi jam 8-11 menanam, memupuk, menyulam pohon. Cita-citanya di setiap kabupaten di Indonesia terbentuk 12 orang yang menanam secara rutin dan serempak setiap sabtu pagi jam 8-11. Sungguh cita-cita yang mulia.
Sasaran kegiatan menanam ini adalah untuk menghijaukan lingkungan disekitar sarana prasarana umum seperti jalan, perumahan, taman kota, masjid dan sekolah. Keanggotaan forum komunitas hijau bersifat sukarela serta tidak dipungut biaya. Komunitas ST12 juga memfasilitasi masyarakat yang ingin menanam dengan cara menyediakan bibit.Â
Komunitas ini juga melibatkan mahasiswa dalam kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. Masalah yang dihadapi komunitas ini adalah keterbatasan penyediaan bibit buah jika ada permintaan dari masyarakat. Selain itu, ST12 sering kali mengalami kendala/masalah tumpang tindih lokasi tanam dengan kegiatan fisik dinas PU setempat, Telkom dan PDAM.
Manusia mempunyai hubungan timbal balik terhadap lingkungan, manusia dapat mempengaruhi lingkungan namun ia juga dapat di pengaruhi oleh lingkungan. Meskipun diharapkan agar setiap orang peduli akan lingkungan, namun kenyataannya masih banyak manusia yang belum sadar akan makna lingkungan itu sendiri.Â
Oleh karena itu kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup perlu terus ditingkatkan melalui penyuluhan, penerangan, pendidikan, penegakan hukum disertai pemberian rangsangan atau motivasi atas peran aktif masyarakat menjaga lingkungan hidup.Â
Komunitas ST12 adalah contoh nyata, bahwa masih banyak orang yang peduli lingkungan tanpa pamrih. Sudah saatnya kita sadar dan melakukan sesuatu bahwa untuk "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. ***(ASP, 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H