Kemiskinan adalah isu yang sangat dinamis, bergantung pada tantangan jaman yang terjadi di saat itu. Di Indonesia, setiap periode pemerintahan memiliki fokus dan karakter masing-masing dalam upaya pengentasan kemiskinan. Perjalanan kebijakan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia selama ini diwarnai dengan beberapa pendekatan.
Pada tahun 1970-an, program peningkatan kesehatan, pendidikan dan pangan menjadi andalan pendukung penanggulangan kemiskinan disertai dengan pembangunan sektor pertanian.Â
Setelah itu pada tahun 1980-an diluncurkan program lanjutan melalui gabungan pertumbuhan ekonomi, perbaikan pendidikan, kesehatan dan penanganan kemiskinan perkotaan dengan pendekatan kawasan kampung. Dan pada tahun 1990-an dengan pendekatan pemberdayaan melalaui pemberian dana bergulir, pembangunan prasarana dan pendampingan.Â
Namun, pada 1997 dan 1998, angka kemiskinan kembali naik signifikan. Badan Pusat Statistik pada waktu itu mengklarifikasi bahwa naiknya angka kemiskinan disebabkan oleh perubahan metode perhitungan jumlah penduduk miskin, selain juga karena krisis ekonomi dan moneter.
Memasuki periode 2000-an, terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Regulasi tersebut memunculkan empat strategi penanggulangan kemiskinan melalui penciptaan kesempatan (create opportunity), pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan peningkatan akses kepada sumber daya ekonomi dan politik, peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan, dan perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang menderita cacat fisik, fakir miskin, keluarga terisolasi, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.
BPS mencatat bahwa persentase penduduk miskin pada September 2019 adalah sebesar 9,22%. Angka ini menurun 0,19% terhadap Maret 2019 dan 0,44% terhadap September 2018.Â
Persentase penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada di perkotaan dengan masing-masing sebesar 12,6% dan 6,56%. Jika data ditarik dari pasca reformasi, pada rentang 1999-2004, pemerintah berhasil menurunkan kemiskinan sebesar 6,77%.
Data World Bank tanggal 12 November tahun 2019 menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara paling progresif menurunkan angka kemiskinan.
Dalam jangka pendek, persoalan kemiskinan memang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari masyarakat yang terpuruk yang sangat memerlukan penanganan segera , yang dapat dipenuhi melalui program hibah dan program jaring pengaman sosial. Program hibah dijalankan untuk mengurangi kemungkinan pertambahan jumlah keluarga miskin akibat krisis dan yang telah ada sebelum krisis.
Para founding fathers negara ini mengamanatkan pada UUD 45 pasal 33 dan pasal 34 untuk memperhatikan masalah kemiskinan. Negara wajib mengupayakan rakyatnya untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Jika semula kemiskinan yang diperparah oleh krisis ekonomi, maka kondisi sekarang kemiskinan yang menonjol bersifat struktural.Â
Banyak rakyat terjerat kemiskinan karena tidak memiliki akses terhadap sumber daya alam, tidak punyak akses untuk mendapatkan kredit karena tidak punya jaminan kredit dan tidak mempunyai akses terhadap fasilitas pendidikan karena tidak mampu membayar biaya pendidikan.Â
Untuk itu berbagai belenggu ketiadaan aksesibilitas yang memasung si miskin dalam kemiskinan struktural semacam ini perlu dirubah oleh si miskin sendiri. Dan ini memerlukan pemberdayaan diri sang miskin.
Dalam kerangka pemerintah sekarang ini dukungan program penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Strategi program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat miskin adalah upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peranserta aktif masyarakat itu sendiri dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup. Ketika masyarakat miskin berdaya dan bangkit dari kemiskinannya, maka pada gilirannya akan menuju pada kemandirian.
Tetapi kemiskinan merupakan masalah besar dan kompleks yang ditimbulkan oleh gabungan antara faktor budaya, sosial, politik dan ekonomi. Karena itu strategi dan program penanggulangan kemiskinan memerlukan pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yang terencana dan berkesinambungan.
Wabah corona (COVID-19) membuat prospek pertumbuhan ekonomi RI suram. Bahkan lembaga CORE (Center of Reform on Economics) meramal pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal lebih rendah dibandingkan tahun 2019 lalu.Â
CORE memprediksikan ekonomi Indonesia secara kumulatif tumbuh di kisaran -2% hingga 2%. Hal ini terindikasi dari nilai tukar rupiah terus melemah tajam, sementara pasar bursa pun meradang seiring laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi dalam.Â
Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan akan melambat drastis, terkikis oleh penjalaran dampak virus ke berbagai sektor di perekonomian. Harus ada kebijakan pemerintah yang jelas, ibaratnya adu balap antara penanggulangan wabah Covid-19 dan juga penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah Indonesia harus belajar dari pengalaman dari negara lain tetapi tidak dapat juga menirunya begitu saja. Sebab, semua negara memiliki ciri khas masing-masing, baik itu luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain.Â
Oleh karena itu, harus berhati-hati dalam merumuskan strategi, semuanya harus dihitung, semuanya harus dikalkulasi dengan cermat, dan inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas.
Kontraksi ekonomi dan pingsannya dunia usaha karena Covid-19 berdampak multidimensi yang meliputi dampak primer seperti peningkatan pengangguran, pengurangan jam kerja dan gaji/upah yang diterima masyarakat serta kenaikan harga. Dampak sekunder dari krisis itu ditunjukkan dengan pola kehidupan keluarga yang harus berubah.Â
Banyak orang terpaksa mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Sedangkan dampak tersiernya antara lain mewujud lewat meningkatnya keresahan sosial, mulai dari tingkat keluarga sampai ke dunia politik.
Keterangan Pers Presiden yang disampaikan oleh Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden pada tanggal 31 Maret 2020 menyatakan ada beberapa prioritas yang akan direalisasikan pemerintah.Â
Yang pertama, kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu,hal pertama yang diinstruksikan adalah pengendalian penyebaran Covid-19 dan serta mengobati pasien yang terpapar. Â
Yang kedua, pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli.Â
Ketiga, menjaga dunia usaha utamanya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, agar tetap beroperasi dan mampu menjaga penyerapan tenaga kerjanya. Dan pada kesempatan ini, Presiden akan fokus pada penyiapan bantuan untuk masyarakat lapisan bawah.
Terkait PKH (Program Keluarga Harapan), jumlah keluarga penerima akan ditingkatkan dari 9,2 juta (keluarga penerima manfaat) menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat.Â
Sedangkan besaran manfaatnya akan dinaikkan 25 persen, misalnya komponen ibu hamil naik dari Rp2,4 juta menjadi Rp3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp3 juta per tahun, komponen disabilitas Rp2,4 juta per tahun dan kebijakan ini efektif mulai (bulan) April 2020. Â
Sementara itu, terkait kartu sembako jumlah penerima akan dinaikkan dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu dan akan diberikan selama 9 bulan. Â
Selain itu, anggaran Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Jumlah penerima manfaat menjadi 5,6 juta orang terutama ini adalah untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19 dan nilai manfaatnya adalah Rp650 ribu sampai Rp1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan.
Hal yang menarik adalah tentang tarif listrik. Untuk pelanggan listrik 450VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan, akan digratiskan selama 3 bulan ke depan yaitu untuk bulan April, Mei, dan bulan Juni 2020.Â
Sedangkan untuk pelanggan 900VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen, artinya hanya membayar separuh saja untuk bulan April, Mei, dan bulan Juni 2020.Â
Perihal antisipasi kebutuhan pokok, pemerintah mencadangkan Rp25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik.
Hal terakhir perihal keringanan pembayaran kredit. Bagi para pekerja informal, baik itu ojek online, sopir taksi, dan pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), nelayan dengan penghasilan harian, dengan kredit di bawah Rp10 miliar, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan dimulai berlaku bulan April ini.Â
Telah ditetapkan prosedur pengajuannya tanpa harus datang ke bank atau perusahaan leasing, cukup melalui email atau media komunikasi digital seperti WA (Whatsapp).
Semua kebijakan ini dalam menyelamatkan masyarakat miskin yang secara umum memang ditandai oleh ketidakberdayaan atau ketidakmampuan (powerlessness) untuk tidak mempunyai daya/kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need devprivation).Â
Selain itu, masyarakat ini tidak mempunyai daya/kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness) karena halangan virus COVID-19 ***(ASP, 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H