Sampai saat ini Indonesia dan dunia masih terus berperang melawan COVID-19 yang telah memakan banyak korban jiwa. Persoalan COVID-19 tidak hanya berhenti pada urusan kesehatan, tetapi menjalar ke memburuknya ekonomi dan daya beli masyarakat.Â
Masyarakat seolah berada dalam dilema. Pada satu sisi, mereka diminta menjalankan anjuran negara dengan melakukan pencegahan dengan memakai masker, Â mencuci tangan, social distancing dan mengurangi aktivitas berkerumun yang melibatkan banyak orang.Â
Di sisi lain, ada kebutuhan ekonomi, tradisi/budaya dan kebutuhan lain yang memaksa mau tidak mau membuka ruang masyarakat untuk tetap beraktivitas yang berlawanan dengan anjuran negara, walau terpaksa.
Untuk dicatat, pandemi COVID-19 tak hanya beresiko terhadap orang-orang mampu yang suka melancong ke luar negeri, tetapi masyarakat miskin juga menjadi salah satu kategori yang paling rentan terdampak. Pemahaman kalangan ini untuk menjaga jarak atau social distancing diklaim masih rendah. Beberapa profesi masyarakat yang mengharuskan keluar rumah menjadi salah satu faktor pendukungnya.
Indonesia adalah salah satu dari 198 negara yang telah terpapar virus COVID-19. Data sampai hari ini (26/3/2020), diseluruh dunia terdapat 473.137 kasus COVID-19. Dari total kasus tersebut, jumlah kematian mencapai 21.336 pasien, sedangkan 114.779 di antaranya telah dinyatakan sembuh. Sementara itu, kenaikan angka kematian akibat COVID-19 terbanyak ada di Italia dengan 683 kematian baru, diikuti Spanyol dengan 656 kematian baru, dan AS, ada penambahan 248 kematian baru. Untuk Indonesia sendiri, secara total terdapat 893 kasus positif COVID-19 dengan 78 orang meninggal dunia.
Pemerintah sangat menyadari resiko ekonomi yang mungkin dihadapi Indonesia dari dampak COVID-19. Bahkan, Â dalam video conference usai Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden dengan tema kebijakan fiskal dan moneter untuk penanganan dampak COVID-19 pada tanggal 20 Maret 2020, Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 2,5 persen bahkan sampai 0 persen jika pandemi COVID-19 masih akan berlangsung lebih dari 3 bulan.
Pemerintah terus bekerja keras untuk mengantisipasi hal ini, terutama untuk mengatasi daya beli masyarakat, untuk mengurangi risiko PHK dan mempertahankan produktivitas ekonomi, serta produktivitas masyarakat di seluruh wilayah tanah air. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sejumlah kebijakan bantuan ekonomi dan sosial kepada masyarakat dalam rangka menghadapi pandemi virus Corona (COVID-19).
Kementerian ini  mengalokasikan dana sebesar Rp8,64 triliun untuk program padat karya tunai tahun ini. Angkanya turun 6,08 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebesar Rp9,2 triliun. Penekanan instruksi kepala negara lainnya adalah bahwa program padat karya tunai harus tetap mengikuti protokol kesehatan untuk pencegahan penularan COVID-19, seperti dalam bekerja harus menjaga jarak yang aman.
Selain itu, Presiden juga menginstruksikan kementerian, lembaga dan juga pemerintah provinsi, kabupaten dan kota agar selain menangani isu kesehatan masyarakat, juga harus menjamin ketersediaan bahan pokok dan mempertahankan daya beli masyarakat. Hal ini diutamakan untuk masyarakat lapisan bawah, para buruh, pekerja harian, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.
Bantuan sosial pemerintah yang akan sangat terasa lainnya adalah terkait tambahan manfaat sembako dengan anggaran yang mencapai Rp 4,56 triliun untuk 6 bulan ke depan. Sementara itu, terdapat tambahan lagi untuk alokasi anggaran yang disediakan di dalam kartu pra kerja kepada masyarakat sebesar Rp 10 triliun.Â