Respons kedua terhadap meningkatnya kebutuhan air adalah melaui upaya pengembangan dan perbaikan pasokan sumber daya air. Upaya atau respons yang kedua ini menjadi fokus dari kegiatan konservasi sumber daya air secara terpadu.Â
Program dan/atau kegiatan untuk respons kedua ini, secara prinsip, dilakukan melalui dua upaya konservasi sumber daya air, yaitu upaya konservasi dengan cara vegetatif dan upaya konservasi sumber daya air dengan cara sipil teknis atau upaya konservasi non-vegetatif.Â
Kedua program konservasi sumber daya air tersebut di atas merupakan salah satu fokus penting dalam pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu. Pengaturan tutupan lahan, baik penentuan lokasi dan luas maupun jenis vegetasi/tata guna lahan, akan menentukan seberapa besar laju infiltrasi yang akan terjadi. Proses ini merupakan teknik konservasi sumber daya air secara alamiah yang diharapkan karena murah biayanya.
Namun demikian, mempertimbangkan bahwa cara konservasi air alami tersebut belum memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka pembuatan sarana penyimpanan air dalam bentuk waduk, kolam retensi, embung, dan telaga menjadi upaya konservasi sumber daya air juga harus dilakukan.Â
Ke depan, bila kedua upaya vegetatif dan non-vegetatif tersebut masih dianggap kurang, maka upaya desalinisasi air laut dan injeksi air tanah dalam menjadi suatu hal yang tidak terelakkan.
Meskipun dibangun dengan biaya mahal, teknik konservasi sumber daya air menggunakan pendekatan struktural/sipil teknis, misalnya pembangunan waduk, lebih memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Â
Mereka dapat menggunakan langsung air dari waduk/kolam retensi tersebut untuk kepentingan domestik, pertanian, perikanan, peternakan, dan bahkan untuk menghasilkan listrik tenaga air mini bila secara teknis memungkinkan.Â
Selain itu, sarana bangunan penampungan air tersebut juga mampu berfungsi sebagai sarana resapan air tanah dan sekaligus pengendali banjir di wilayah hilir DAS.
Selain pentingnya ketersediaan sumber daya air, aspek kualitas air juga tidak kalah penting dalam pengelolaan DAS terpadu. Sumber terjadinya pencemaran air sungai dan/atau tubuh air lainnya dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu pencemaran air yang bersumber dari sampah rumah tangga dan pencemaran dari aktivitas industri (point source pollution) dan pencemaran air sungai akibat aktivitas pertanian dan kegiatan yang berbasis pemanfaatan lahan di daerah tangkapan air (DTA, catchment area).Â
Sumber pencemaran air yang diakibatkan oleh aktivitas berbasis lahan, utamanya alih fungsi lahan dan pemanfaatan pupuk dan pestisida berlebihan, dikenal sebagai sumber pencemaran non-point source.Â
Pengendalian dan/atau pencegahan pencemaran air sungai yang berasal dari limbah rumah tangga dan aktivitas industri (point source pollution), dapat efektif dilakukan melalui mekanisme regulasi pemerintah sepanjang pelaksanaannya konsisten disertai penegakan hukum yang tegas bagi pelanggarnya.Â