Menulis panjang lebar seperti artikel, berita, apalagi buku, bagi sebagian orang bukanlah suatu hal yang mudah. Terlebih bagi yang belum memiliki kemampuan menata kalimat. Ini karena, menulis panjang selain membutuhkan ketrampilan berbicara secara tertulis juga dibutuhkan adanya wawasan tentang materi tulisannya. Berbeda dengan menulis puisi atau lirik lagu, yang biasanya tidak begitu menuntut ketrampilan menulis dan tulisannya pun umumnya lebih pendek. Namun demikian, terkadang ada pula bagi sebagian orang yang mampu menulis panjang tetapi merasa kesulitan untuk menuangkan sebuah puisi, karena puisi menuntut penghayatan yang mendalam untuk menguraikan masalah begitu besar dengan penyampaian yang sesingkat-singkatnya dan seindah-indahnya. Di atas, mungkin itu yang bisa kucerna dari penuturan budayawan Wahyu NH. Aly. Saya benar-benar dibuat tertawa terpingkal-pingkal saat berbincang-bincang dengannya. Beliau yang cukup rajin menulis puisi dan telah menerbitkan beberapa buku antologi puisinya, memiliki pandangan yang cukup menarik. Di bawah ini saya mencoba menuliskan sedikit obrolan ringan saya dengan budayawan Wahyu NH Aly, yang juga seorang kompasianer, saat acara buka bersama di Bank Indonesia lantai III, dengan tuan rumah Bpk. Dr. Halim Alamsyah, pada hari Kamis, 4 Agustus 2011. Assalamualaikum, Gus. Bagaimana kabarnya, nih? Waalaikumsalam. Alhamdulillah. Sudah lama di Jakarta, Gus? Tadi siang, nyampe di Jakarta. Bagaimana nih Mas Andi, ada informasi yang bisa dibagikan buat saya nggak nih? Informasi apa ya, Gus? Masih suka menulis puisi, Gus? Di Ibu Kota, informasi kan sangat cepat, tidak seperti di kampung. Masih lah. Kan, hobi.... Maunya, info yang mana nih, Gus? Hehe... Wah, saya suka membaca puisi-puisinya, Gus. Saya juga pengin belajar nulis puisi buat dibukukan, tapi rasanya kok sulit sekali ya, Gus? Ah, saya justru pengin belajar nulis ala jurnalis. Nyata, renyah lagi. Kalau saya nulis puisi, kan karena gak bisa nulis kayak sampean (Anda). Nulis puisi itu kan gak ada aturannya, juga karena gak begitu paham dengan masalah yang sebenarnya. Kok bisa, Gus? Lho, iya kan. Nulis puisi, apa nulis syair lagu, itu kagak butuh ilmu bahasa. Kagak perlu teknik penulisan, juga gak butuh yang namanya wawasan luas. Karena saya kuper, daripada gak nulis apa-apa, ya nulis puisi saja lah.... Kok, sampean yang udah pinter nulis berita malahan pengin kayak orang bodo kayak saya, nulis puisi. Gus sendiri, kan juga nulis buku? Kalau itu, karena saya gak punya kerjaan. Dari pada ngelamunin buku-buku yang kubaca trus ilang (lupa), ya kupikir kutulis jadiin buku saja. Susah tidak Gus, menulis buku seperti novel dan buku ilmiah? Susah apanya ya.... Nulis novel, ya cuma ngeluarin lamunan-lamunan itu. Kalau ilmiah, juga sama sih, sekedar ngungkapin unek-unek saja, karena gak tahu mau kucurhatin ke siapa. Meskipun saya suka sekali tongkrong, tapi kan gak musti saya bisa ngeluarin unek-unek, kan.
Foto-foto bersama budayawan Wahyu NH. Aly, Hariqo Wibawa Satria (The Young Leader Metro TV 2009 dan penulis best seller buku Lafran Pane), Zamahsari A Ramzah (staf Wakil DPR RI Priyo Budi Santoso), Amin Rauf (Metro TV), Hilman, dst.
Budayawan Wahyu NH. Aly, penulis buku bestseller "Lafran Pane" Hariqo WS, Amin (Metro TV) dan Hurri (Pelita)
Ini nih, budayawan yang sangat nyantai dan sederhana, yang memberi contoh lainnya ikut merokok meskipun di ruang dilarang merokok. Aku yang tadinya diomelin pertugas ketauan merokok, bersama budayawan yang terang-terangan justru aman, hehehe....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H