Indonesia, negeri dengan berbagai kekayaan budaya dan keindahan alamnya, namun sayangnya masih memiliki masalah yang mendera pendidikan. Betapa tidak, pendidikan di Indonesia seringkali tidak merata, membuat kita terkesima jika mengamati seberapa besar kesenjangan di antara daerah-daerah. Namun, jangan khawatir! Mari kita kuli ini dari akar masalahnya dengan sentuhan kecerdasan yang lucu!
Masalah pertama yang sering kali muncul adalah ketimpangan sumber daya pendidikan di berbagai daerah di Indonesia. Bagaimana mungkin kita bisa menciptakan pendidikan yang merata jika beberapa sekolah di pedalaman masih berjuang untuk memiliki akses ke air bersih, listrik, atau bahkan buku-buku pelajaran yang memadai? Semua ini seperti sebuah perjalanan fantasi di dunia Taman Boneka di mana ada perbedaan mencolok antara para penari dalam hal akses informasi.
Selain itu, masih ada stigma sosial terhadap pendidikan di beberapa daerah. Banyak orang tua di desa-desa masih percaya bahwa anak mereka lebih baik bekerja di sawah atau menggembalakan sapi daripada melanjutkan pendidikan. Mereka mengira bahwa pendidikan hanyalah sia-sia dan tidak memberi manfaat nyata. Padahal, sekarang ini zaman sudah modern, sedangkan mereka tetap pada tradisi lama seperti debu suku Sahul, esensi ini adalah khas Indonesia yang penuh kekonyolan.
Jangan lupakan juga politikus kita yang entah dingin atau panasnya! Mereka yang suka berkicau dengan janji-janji muluk sebelum terpilih, tetapi begitu menduduki kursi, pembangunan pendidikan diabaikan. Bukankah ada ungkapan lucu dalam bahasa Minang yaitu "Basa basi nan ado salain jo batanyo". Dalam konteks ini, para politikus tampil sebagai pesulap yang mahir membuat kebijakan-kebijakan yang cemerlang tetapi tanpa aksinya yang berarti.
Masalah yang tak kalah serius adalah kurangnya akses pendidikan ke luar pulau Jawa dan Bali. Bayangkan saja, mereka yang tinggal di wilayah pedalaman di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan sekitarnya, seringkali harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mencicipi kelezatan pendidikan. It's like Mission Impossible dengan Tom Cruise yang setiap saat menghadapi rintangan dan bahaya demi mencapai tujuannya.
Untuk bisa menyelesaikan permasalahan pendidikan yang tidak merata ini, kita perlu mengambil langkah-langkah yang benar-benar dapat mengubah situasi tersebut. Pertama-tama, pemerintah harus lebih serius dalam mengalokasikan anggaran pendidikan di seluruh Indonesia, bukan hanya mengutamakan satu-dua wilayah yang dicintainya. Sederhananya, seperti lagu populer masa lalu, jangan bias satu "e" dong.
Selanjutnya, perlu adanya pengintegrasian program pendidikan non-formal yang menarik dan mencakup langsung ke daerah-daerah terpencil. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa pendidikan tidak hanya hadir di kota besar, tapi juga menjangkau anak-anak di ujung kepulauan atau pedalaman hutan.
Terakhir, diperlukan juga upaya untuk mengubah persepsi masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Mungkin dengan mengemasnya dalam bentuk kreatif dan menarik seperti film-film superhero atau boneka interaktif, kita bisa merubah anggapan mereka bahwa pendidikan itu membosankan dengan menyuguhkan materi-materi pelajaran tentang lintasan lari, kendaraan-kendaraan robotik, dan bermain seluntang bunyi chimchim pong!!
Jadi, mari kita mengakhiri ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini seperti ajakan drama di Cilincing, kesimpulannya apa? Teruslah berusaha menciptakan pendidikan yang merata di seluruh negeri kita, jangan hanya fokus pada gebrakan-gebrakan yang menarik perhatian sementara. Sambil kita tertawa ceria, mari koleris dengan masalah ini. Semoga kita semua bisa berkontribusi pada masa depan cerah pendidikan Indonesia yang kita cintai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H