Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Chesi dan Malea

19 Januari 2025   22:33 Diperbarui: 19 Januari 2025   22:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chesi dan Malea 

Panggilan telpon terus berdering. Barangkali ia lupa mematikan ponselnya atau mensetting mode silent saat kerja. Sudah peraturan di cafe itu jika di jam kerja tidak boleh mengaktifkan handphone. Barangkali Chesi lupa dengan hal itu atau karena kurang fokus atas persoalan yang menimpanya. 

Hingga saat ini belum bisa move on atas kasusnya dengan mantan suaminya. Si Beti suami Chesi itu terpaksa menceraikan istrinya. Lelaki kelahiran Sabah Malaysia itu merasa hidupnya tidak fair bila bersama dengan perempuan memiliki perilaku ganda. Penyakit itu ia tak bisa tahan, pasti dapak seminggu harus ketemu pacarnya juga. 

Keanehan itu ia rasa sejak menginjakkan kaki di kelas 1 SMP setahun sebelum keluarganya pindah ke Malaysia. Di sanalah mereka dipertemukan di dalam suatu dunia kerja yang sama. Si Chesi berprofesi sebagai DJ, Koki, atau Bartender. Sementara suaminya adalah bodyguard dan kadang juga pemasok minuman di club malam. Si Beti tampak jantan, lelaki idaman bagi perempuan pada umumnya. Entah darimana datangnya cintanya ke Chesi.

Hubungan suami istri berlanjut kurang lebih empat tahun. Dari hubungan tersebut, mereka dikaruniai anak yang sangat luar biasa. Mungkin karena perkawinan antar budaya berbeda,  bahkan dua negara yakni Indonesia dan Malaysia. Ayah Chesi orang Manado, ibunya orang Bugis namun sudah lama berbisnis di Kota Makassar. Karena aktivitas bisnisnya yang sangat luar biasa akhirnya membawanya ke negeri Jiran Malaysia. Sejak tahun 1970an orang tua Chesi sudah lama di luar negeri bahkan sudah berpindah-pindah negara. Mereka pebisnis ulung dalam bidang ekspor impor ikan pedaging. Kapalnya terbilang banyak. Suami Chesi pun demikian merupakan hasil perpaduan dua budaya berbeda yakni dari Cina Singapura dengan Malaysia. 

Chesi merasa punya kekuatan cinta baik kepada lawan jenis maupun ke sesama jenis. Apa yang dimilikinya adalah karunia namun membawa hal miring dalam kehidupan bermasyarakat. Di negeri Jiran Malaysia belum diberlakukan hubungan sesama jenis. Di Indonesia pun masih dianggap tabu. Ayah si Beti terpaksa meminta ke putranya untuk segera menceraikan dengan menantunya yang kaya raya itu. Padahal ia sedang mengandung as anak ketiga. Ada prinsip dalam hidup seseorang yang tidak bisa ditolerir meski berhadapan dengan persoalan lain agama atau kemanusiaan. 

*** 

Keahlian si Chesi dalam bidang hiburan tidak diragukan lagi. Parasnya yang cantik membuatnya tak gampang kehilangan pekerjaan. Setelah melahirkan anak ketiganya itu, ia bersama ketiga anaknya pulang ke Indonesia. Ia kemudian mendirikan usaha cafe di Kota Makassar, hanya saja situasi perkopian, hiburan hingga bisnis serupa butuh modal besar. Setahun berjalan bisnisnya hancur. Ia tak dapat lagi tanggungan dari orangtuanya. Tiga tahun terakhir orangtuanya dikabarkan bercerai lantaran ayahnya tertangkap di pelabuhan, ada barang penyelundupan yang terpaksa membuatnya harus di jeruji. Ibunya memilih melanjutkan usaha perikanan, agar bersih dari hukum di negara orang terpaksa melayangkan surat gugatan cerai. Sementara mantan suaminya Chesi hanya menanggung biaya pendidikan anak-anak mereka yang ditagih lewat pengadilan luar negri jika di atas ratusan juta. 

Sebagai perempuan tangguh Chesi harus bekerja sambil urus tugas anak. Mereka tinggal di rumah warisan keluarganya. Rumah itu tak boleh dijual, digadaikan atau jadi jaminan usaha. Famali baginya dan keluarganya, hanya boleh tinggal. 

Sudah dua bulan ia bekerja bartender. Dua Minggu terakhir ia dipindahkan di cafe sebagai chef, tetap pemilik usaha yang sama. Selama jadi chef di cafe itu ia sangat menikmati profesinya. Ia sangat antusias bekerja, masuk sore pulang tengah malam. 

"Kenapa tidak diangkat?"

"Ya bos" jawabnya pelan.

"Siapa yang menelpon?"

Telpon itu terus berdering. Chesi tahu yang menelpon itu siapa. Seseorang yang menunggunya di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Di tengah malam seperti ini, ia terus menyelesaikan tugasnya di cafe. Sepertinya ia bergegas, sengaja dibiarkan handphone berdering agar bosnya memberi izin.

Tepat pukul 1 malam, ia baru saja tiba di ruang bandara. Ia langsung berpelukan seakan sudah lama saling merindu satu sama lain. 

"Ust, di sini masih banyak orang" Tegus Chesi ke cewenya. 

"Anak-anak kamu di mana, kita bisa nginap dulu di hotel?" Pinta Malea dengan nada gombal sembari mengelus paha Chesi di keramaian. 

Orang-orang di sekitar lalu lalang. Sebagian menoleh, sebagian abai. Dipikirnya mereka adik kakak, meski warna kulit tampak berbeda demikian tanda-tanda fisik lain tak ada yang sama atau bisa disamakan satu lain, kecuali jenis kelamin. 

"Anak-anakku aman untuk malam ini" jawab Chesi sembari memegang erat tangan Malea yang sedari tadi menempel di pahanya yang sedikit terbuka 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun