Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Pencuri Kutang

18 Januari 2025   20:42 Diperbarui: 18 Januari 2025   20:42 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
maling kutang, sumber gambar;IMDbPro

Lelaki Pencuri Kutang

Ada apa dengan kutang-kutang yang ia curi tiap malam? Apakah untuk menaikkan birahinya? Atau jangan-jangan karena pesugihan?

“Saya kehilangan kutang semalam” Indo itu berkata ke putrinya.

“Indo!  Mana kutangku?” Teriak Lisa di pagi buta.

Lisa, Melani, Memey dan Anti juga merasa kehilangan kutang.

“Jangan-jangan ada maling kutang semalam!” Kecurigaan Indo muncul tiba-tiba saat mendengar keluhan putrinya itu.

Ada-ada saja kejadian di perumahan itu. Belum lagi pertikaian antar ibu-ibu, sesama panggandeng ikan dan sayur, debt collector, imam masjid dengan marbot, warga dengan RT hingga kasus kehilangan kutang.

***

Matanya merah seperti saja orang sakit mata. Ada yang aneh padanya. Bahkan setelah lampu-lampu warga dinyalakan, ia malah meredupkan lampu rumahnya atau bahkan keluar rumah.

Lelaki itu mengetahui dengan baik alamat rumah setiap perempuan dewasa di kompleks itu. Ia pula menghafal persis merek dan harga kutang para perempuan dewasa di kompleks tempat ia mengontrak rumah. Bahkan ukurannya pun ia paham secara detail.

Setiap petang selepas bangun tidur, ia selalu berkeliling kompleks. Entah mencari apa? Setiap rumah ditatapnya dengan baik, setiap posisi rumah diperhatikannya dengan seksama seakan ia meminta untuk dipanggil masuk dalam rumah sehingga terkadang memancing kecurigaan orang-orang. Memang pola tidurnya berbeda dengan orang pada umumnya. Bahkan di siang ia tak pernah kelihatan, baik itu berangkat kerja, keluar kerja bakti, olahraga pagi atau sore, atau di mesjid.

 Ia hanya suka berkeliling di petang hingga di subuh hari dengan dalih bekerja penuh di siang hari, kecapean hingga alasan lain membuat dirinya sendiri kebingungan menjawab jika ditanya. Memang ia melabeli dirinya sebagai montir elektronik.

Motornya pun diparkir di depan rumah tanpa dimasukkan di terasnya, tepat di depan pagar kayu sisa somel itu. Lampu teras dengan nyala balon 5 watt terlihat tak pernah padam siang malam. Sementara di dalam di ruang tengah sangat kelihatan seram. Hanya terlihat celah cahaya dari bagian toilet. Pintu rumah yang selalu dengan kondisi terbuka sedikit, namun di teras sedikit dihalangi papan bertuliskan “Serpis Elektonik”. Tulisan tersebut sedikit typo, dalam dialek Melayu terbilang okkots alias kesalahan berbahasa.

Orang-orang selalu beranggapan bahwa ia ada di dalam rumah, baik di malam hari maupun di siang hari. Namun tak pernah satu orang pun tetangga atau tamunya yang berhasil masuk dalam rumah, sebab ketika ada yang mengintip dari teras ke dalam, seakan-akan penghuninya sedang tidak bisa dingganggu alias istirahat. Terlihat dari barang-barang rongsokan digelar di mana-mana, mungkin saja hal ini sebagai siasatnya belaka. Bahkan istrinya pun ia kurung.

Berbeda dengan orang-orang pengontrak rumah lainnya tak akan ada yang berani memarkir kendaraan di pinggir jalan dan membuka celah di pintu utama. Sebab sedikit saja orang lengah maka akan ada debt collector yang mengangkut motor tanpa permisi, atau ada orang-orang yang berniat jahat merampok barang-barang berharga. Memang di kompleks itu tak aman. Setiap pagi terdengar suara musik yang tak karuan, pertengkaran ibu dan anak, warga dengan debt collector. Namun akhur-akhir ini sedikit aneh, siang atau malam hari selalu saja ada yang berteriak kemalingan kutang.

“Kenapa matanya merah daeng?” Tanya salah satu pelanggannya yang minta diperbaiki mesin cucinya.

“Mata saya memerah sudah sejak lama sejak masih di kampung” jawabnya acuh.

Seakan terbesit kecurigaan perempuan itu yang kebetulan tetangga satu perumahan. Hanya saja rumah mereka bersebelahan lorong. Rumah Daeng Kelleng berada di lorong ke empat, rumah ke enam menghadap ke timur. Sementara rumah perempuan yang bertanya itu berada di lorong ke tiga, rumah ke lima juga menghadap ke timur. Di samping rumah Daeng Kelleng ada sedikit jalur tikus alias lorong kecil, yang biasa ia manfaatkan untuk keluar tabpa harus lewat pintu utama, bila tanpa berkendara.

Di sela perbincangan Daeng Kelleng ke pelanggan barunya tersebut, istinya tiba-tiba datang dengan penuh kecurigaan. Istrinya jarang keluar rumah, ia seakan terkurung di dalam. Hanya keluar sesaat untuk belanja rokok dan kopi buat suaminya. Namun saat mendengar perbincangan itu, ia terbangun. Ini kesempatan baginya untuk keluar. Ia tiba-tiba datang.

“Kesini-ki Satimang!” Panggil tetangga tersebut ke I Satimang dengan sopan.

“Iyye” Nadanya tidak ikhlas namun tetap menunjukkan sikap honorifik ke tetangganya.

Istrinya pun terlihat berlagat aneh. Entah ia cemburu atau memanfaatkan situasi itu. Memang suaminya terlihat santai di luar rumah tetapi terkesan ganas di dalam rumah. Begitu rumor yang beredar. Maklum I Satimang ini adalah istri ketiga dari Daeng Kelleng. Istri pertamanya tetap di kampung, tepatnya di kaki pegunungan Bawakaraeng, gunung yang penuh misteri itu. Sebab di zaman dulu seringkali warga setempat menganggap gunung itu adalah gunung keramat. Namun hanyalah mitos belaka agar orang tidak membabat hutan di kaki pegunungan itu, tidak mengotori dan tidak menjadikannya sebagai tempat aneh-aneh. Kampung di kaki gunung itulah yang mempertemukan Daeng Kelleng dengan Sabella, istri pertamanya. Dari pegunungan itu pulalah masyarakat sekitar mendapat sumber kehidupan, namun setelah longsor besar-besaran beberapa tahun silam, Daeng Kelleng pamit ke kota untuk mencari penghidupan baru. Terlebih ia belum mendapat keturunan dari istri pertama.

Istri keduanya terpaksa lari lantaran tidak tahan hidup berdampingan dengan Daeng Kelleng. Ia layaknya kelelawar, hanya keluar malam hari. Istrinya bingung darimana dapatkan uang, ia tidak pernah beribadah, di rumah kontrakannya hanyalah barang rongsokan elektronik yang mungkin tidak bernilai dengan rupiah yang tinggi. Bahkan terkadang I Betti mendapatkan barang aneh di bawah ranjangnya.

Aksi Daeng Kelleng hampir saja ketahuan setelah istri ketiganya datang. I Satimang tiba-tiba ingin dibelikan makanan, ia kelaparan, sepertinya sudah dua harian tertidur, ia seakan baru siuman dari tidur lelapnya, matanya pun memerah. Tetangga baru itu langsung kabur dan menutup pintu rumahnya erat sembari menelpon suaminya agar lekas pulang dari kantor.

Terkecuali tetangga baru itu, belum mengetahui persis siapa Daeng Kelleng. Orang-orang yang menyaksikan kedatangan Daeng Kelleng di hadapan rumahnya di malam itu juga kaget. Sebab baru kali ini ia dapat pelanggan selama membuka jasa servis itu.

***

Anjing-anjing menggonggong, beberapa di antaranya nampak mengejar seseoang atau entah sesuatu. Tapi tak ada yang nampak. Bekas kaki pun tak ada. Ujung pemburuan anjing pun tak kelihatan. Tetapi seseorang di malam itu begitu yakin kalau anjing sempat menggigit kaki seseorang atau mahluk yang dikejarnya. Lantaran mahluk aneh dengan mata memerah itu tak sengaja menabrak anjing di lorong empat. Anjing oun refleks menggigit.

Beberapa lembar kutang berhamburan di jalan. Mulai dari lorong tiga, lorong empat, hingga lorong lima yang bersebelahan dengan sekolah SMP 18 Belanga Asri itu. Namun di lorong lima, bahkan di depan sekolah terlihat banyak kutang berhamburan. Penampakan di pagi hari itu menjadi perhatian bagi anak sekolahan, hingga kepala sekolah mengumumkan di saat upacara bendera usai dilaksanakan agar siswanya tidak membuang sembarang pakaian bekasnya.

“itu kutang punya Indokku!” refleks Lisa ke Memey.

Sementara Melani dan Anti pura-pura tidak melihat kutangnya tergantung di pagar sekolah itu. Mereka tahu persis warna dan merek barang pribadinya.

Entah anjing-anjing semalam yang menghambutkannya selepas pemburuan ataukah seseorang yang sengaja menggelar. Namun jika anjing yang melakukan pasti ada bekas gigitan atau nampak lusuh, tetapi barang-barang itu terlihat rapi berjejer di pagar kawat sekolah. Nampak keheranan di wajah Lisa dan Memey, sementara Anti dan Melani menoleh pun tak sudih ke arah pagar.

Ibu-ibu kompleks perumahan berdatangan. Semua melotot ke arah kutang-kutang yang tergantung, bahkan masih banyak tergeletak dikelar di atas karung goni. Entah ini perbuatan siapa? Mereka saling memandangi satu sama lain. Mata mereka seakan menerka suara keributan semalam.

Di seberang jalan terlihat mobil polisi keluar dari kompleks perumahan. Seorang laki-laki tak berseragam dengan muka menunduk. Nampak seoarang ibu-ibu lusuh duduk paling depan di samping sopir, seseorang berteriak itu I Betti.

***

“Memang famali menjemur pakaian dalam di luar rumah. Itulah akibatnya kita sering kehilangan pakaian dalam setiap hari” Ucap Indok kepada Lisa sepulang dari sekolah.

Ia lalu teringat cerita-cerita tetangga tahun lalu kalau di kompleks perumahannya ada Parakang, Parakang Kutang.

Sejak kejadian memalukan itu bagi kaum perempuan, tidak pernah lagi ada keberanian warga di perumahan itu menjemur pakaian dalam miliknya di teras rumah. Mereka berhati-hati jangan sampai kasus kedua berulang setelah dipenjarakannya pencuri kutang. Pastinya ia punya murid pesugihan, sebab ilmu hitam seperti itu sulit hilang, harus ditobatkan, harus meminta ampunan atau memakan tumbal sekalian.

Paggandeng; penjual ikan keliling

Iyye; bentuk honorifik dari kata iya

Indo; sapaan seorang ibu di Bugis

Parakang; adalah mahluk jadi-jadian karena pesugihan.

Andi Samsu Rijal adalah pengajar di Universitas Islam Makassar, Ia senang mengoleksi buku-buku fiksi. Ayah dua orang anak ini sedang menulis kumcer Cinta Terlarang. Penulis dapat dijumpai di IG as.rijal_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun