Di sebuah sore yang tak jauh dari gerimis November, kita duduk tepat di bawah parkiran kendaraan, tertulis larangan parkir yang bukan kelas pejabat, senda gurau yang tak terdengar orang-orang di sana, sebab hujan dan kopi menyela.
Sore sedikit bergeser ke arah barat, kopi menipis, tawa tetap mewabah kepada jiwa dan hujan. Sesekali teguran dari atasan sana, sementara di atas langit hanya menunggu peradilan, sepertinya membiarkan orang-orang dalam kebesaran yang terikat, sebagaimana ada yang disabdakan, didakwakan perlahan jadi tiruan.Â
Hujan bertambah, dari bening ke keruh, menanjak menghapus papan larangan, , atasan tak berdebat, kita pengadaan kagu papan serupa, kopi diseruput tawa perlahan menghilang jadi healing di genggaman masing-masing.Â
Esok jika masih sore kembali, sebut dzikir atas syukur kepadanya, ini berarti ada aaa dalam insan yang dapat memilah bening dan keruh perkara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H