Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa dan Media Sosial di Indonesia

9 November 2024   20:46 Diperbarui: 9 November 2024   21:08 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa dan Media Sosial di Indonesia

Pengguna media sosial di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Peningkatan pengguna tersebut dilihat dari kemunculan akun media sosial pengguna beserta interaksinya dengan pengguna lainnya. Hal ini pula didasari atas fungsi media sosial yang terhubung dengan koneksi internet yang mampu menghubungkan antar individu yang satu dengan lainnya tanpa dibatasi atas ruang dan waktu. Interaksi antar individu dari berbagai belahan dunia tersebut tidak terlepas atas pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan hiburan, komunikasi dan informasi maupun kebutuhan yang berorientasi pada bisnis. Atas kebutuhan tersebut, bahkan setiap pengguna media sosial tidak hanya memiliki satu akun, tetapi bisa saja lebih dari satu akun. Antara lain akun pribadi, akun bisnis atau sebagai admin tempat mereka bekerja, hingga akun untuk berselancar.

Sebuah penelitian dari perusahaan We Are Social mengungkapkan bahwa jumlah pengguna media sosial Indonesia pada tahun 2022 mencapai angka 167 juta jiwa, dalam artian kurang lebih 60 % masyarakat Indonesia menggunakan media sosial. Dari total angka tersebut tercatat sekitar 110-an jumlah pengguna aktif media sosial. Media sosial yang sedang marak digunakan oleh masyarakat Indonesia mulai dari Facebook, Twitter, TikTok, Instagram dan YouTube. Bahkan setiap tahunnya terdapat peningkatan empat persen jumlah pengguna media sosial kita. Peningkatan jumlah pengguna tersebut dapat dipengaruhi atas meningkatnya intensitas masyarakat dewasa ini, kecenderungan masyarakat, hingga pengaruh bisnis dari perusahan yang mencoba memanfaatkan media sosial sebagai media bisnis.

Peningkatan jumlah pengguna media sosial di Indonesia tersebut tentunya berdampak pada berbagai aspek termasuk pada aspek penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa dalam artian tidak terbatas pada bahasa Indonesia saja melainkan juga pada bahasa lainnya. Netizen di Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai lingua franca demikian bahasa Inggris juga menjadi lingua franca dalam level komunikasi internasional. Mengingat fungsi bahasa sebagai salah satu medium komunikasi yang utama dan efektif bagi manusia, tentu bahasa akan digunakan dalam keberlangsungan interaksi satu sama lain, baik di dalam komunikasi konvensional maupun di dunia maya seperti di media sosial. Bahasa yang digunakan para pengguna pada media sosial sangat berbeda dengan bahasa lisan atau pun dengan bahasa tulisan lainnya. Bahasa media sosial merupakan bahasa lisan namun dituliskan layaknya saat kita berkomunikasi semuka. Namun dalam prakteknya, penggunaan bahasa pada media sosial cenderung berubah dengan apa yang kita ucapkan dengan apa yang kita tuliskan. Bahasa yang kita tuliskan tersebut terletak pada unggahan, kolom komentar, menu perpesanan (message dalam bahasa internet Facebook, inbox dalam komunikasi telepon seluler dan DM dalam bahasa Instagram). Demikian pada caption (keterangan gambar), twit (dalam bahasa Twitter) dan pada fitur lainnya yang memungkinkan pengguna menuliskan idenya (seperti pada beranda Facebook apa yang kamu pikirkan hari ini). Hal ini terjadi karena adanya media yang mewakili pengguna untuk berkomunikasi sementara media tersebut memiliki keterbatasan. Baik keterbatasan karakter dan jenis huruf yang digunakan maupun keterbatasan pengetikan yang berbeda ketika kita mengetik di laptop. Sebab umumnya komunikasi pada media sosial lebih dominan menggunakan handphone.

Komunikasi antar sesama pengguna media sosial dapat disebut sebagai komunikasi daring (dalam jaringan). Sebab dalam keberlangsungan komunikasi tersebut menggunakan alat komunikasi seperti handphone yang terhubung dengan jaringan internet. Dalam komunikasi tersebut pengguna sebagai pembicara pertama menyampaikan sesuatu seolah-olah ia berhadapa langsung dengan pembicara kedua meskipun tidak terbaca atau terbalas secara langsung. Komunikasi tersebut juga didasari dari berbagai motif, baik dalam hal ingin menginformasikan, memberitakan sesuatu, update status, memperlihatkan riwayat aktivitas (story), hingga representasi diri pengguna (sebut saat ini sedang viral dengan istilah flexing).

Peningkatan jumlah pengguna seperti disbeutkan di awal akan menyebabkan adanya interaksi komunikasi pada media sosial yang semakin kompleks. Di Indonesia saja terdapat beragam suku dan bahasa. Bayangkan jika semua pengguna media sosial menggunakan bahasa Daerah masing-masing dalam berinteraksi di media sosial. Atau semua menggunakan bahasa Indonesia tetapi dengan dialek daerah masing-masing. Berbeda pada komunikasi yang sering kita jumpai di layar televisi, didominasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dialek Jakarta. Namun dalam komunikasi pada media sosial terdapat beragam bahasa yang digunakan oleh pengguna. Hal tersebut tidak terkontrol, sehingga situasi komunikasi dengan bahasa yang kompleks sangat sulit terhindarkan.

Dampak kehadiran media sosial sebagai produk teknologi komunikasi terhadap bahasa sangat terasa. Beberapa bahasa yang digunakan oleh pengguna media sosial acap kali hilang dari esensi kebakuan suatu bahasa baik itu pada bahasa Indonesia sendiri maupun pada bahasa lainnya. Ada kecenderungan penggunaan bahasa gado-gado seperti bahasa gaul, abreviasi (singkatan dan akronim), internet slang, dan penggabungan kata dengan angka, bahkan hingga pada penggunaan emotikon. Sadar atau tidak sadar, hal tersebut dapat dimaknai sebagai permainan bahasa yang dilakukan oleh pengguna. Bahkan ada semacam kecenderungan mencapur antar bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Dapat dikatakan bahwa fenomena kebahasaan begitu kompleks akan berkembang dari hari ke hari seiring dengan peningkatan pengguna dan hadirnya fitur-fitur baru pada masing-masing media sosial.

Salah satu pakar linguistik kenamaan yakni David Crystal dalam bukunya Internet Linguistik (20006) menyebutkan bahwa internet hari ini hadir sebagai keniscayaan dan berada di hadapan manusia. Bahasa yang digunakan masyarakat dalam berkomunukasi menggunakan jaringan internet tidak terlepas dari adanya pengaruh bahasa internet itu snediri. Ia mencontohkan bahasa-bahasa Internet itu seperti bahasa global dan telah disepakati serta diterima oleh pengguna mana saja. Sebut di antaranya windows, mouse, hardware, software dan sebagainya. Bahasa tersebut menurut David Crystal akan bercampur dengan bahasa pengguna baik bahasa nasional maupun bahasa daerahnya. Selain yang digambarkan oleh Cystal tersebut hal lain yang kemungkinan muncul bahkan lebih kompleks lagi adalah adanya perbedaan generasi kita yang dalam ruang virtual kita bertemu antara lain generasi milenial dan generasi Z. Kedua generasi ini saja memiliki perbedaan kecenderungan penggunaan bahasa, baik dalam komunikasi semuka hingga terbawa dalam komunikasi pada media sosial.

Sebagai pengguna aktif di media sosial perlu memiliki kesadaran berbahasa. Baik atas penggunaan bahasa yang berterima maupun sebagai upaya untuk meng-counter keterpurukan bahasa. Demikian upaya menghindarkan diri dalam penggunaan bahasa sarkasme, rasis serta bahasa gado-gado yang kemungkinan berdampak pada kemunduran suatu bahasa. Dengan penggunaan bahasa yang baik tentu memiliki dampak postif atas pemertahanan bahasa kita serta dapat mempengaruhi pengguna lainnya. Sebab bahasa yang kita gunakan dalam berinteraksi di media sosial akan tersimpan lama, akan dilihat oleh siapa saja serta akan memberikan pengaruh positif pada pengguna lainnya yang berinteraksi dengan kita. Bahasa yang kita gunakan akan menjadi cerminan diri kita, identitas kita, serta memperkuat jadi diri dan bahasa kita masing-masing. Entah itu bahasa nasional yang kita gunakan, bahasa internasional hingga bahasa daerah pun tidak menjadi persoalan sepanjang dalam penggunaannya tidak melenceng jauh dari kaidah berbahasa. Bahasa yang kita gunakan akan berterima kepada siapa saja dan akan membangun penetrasi yang baik, sehingga media sosial yang kita jalankan akan menjadi fortofolio kita. Tentu hal ini berdampak positif pada jejaring yang kita bangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun