Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memang Kuliah Tak Wajib tapi Kuliah Itu Penting

18 Mei 2024   13:22 Diperbarui: 18 Mei 2024   13:31 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyoal kuliah di perguruan tinggi atau sekolah tinggi pada dasarnya merupakan upaya untuk adaptasi diri dengan kondisi tertentu yang akan kita hadapi di masa mendatang. Memang Kuliah itu tak wajib. Tapi perlu diingat bahwa menuntut ilmu itu penting. Mencari circle yang baik, kebanyakan didapatkan saat kuliah di perguruan tinggi.

Dalam setiap individu tentu memiliki perspektif berbeda. Hal tersebut bergantung beberapa hal salah satunya adalah lingkungan keluarga, motivasi diri sendiri yang ingin menjadi apa di kemudian hari, demikian juga bergantung seperti apa keadaan kita pada saat menentukan asa tersebut. Sehingga bukan berarti begitu kuliah kita langsung jadi apa. Ini juga yang menjadi pandangan berbeda bagi sebagian orang. Mereka menganggap bahwa ngapain kuliah tingi-tinggi kalau nantinya juga akan kerja jadi ibu ramah tangga atau stigma lainnya bahwa gaji sarjana dengan lulusan SMA bahkan sama. Tentu berbisnis atau bekerja lebih baik daripada kuliah habiskan uang.

Perlu diketahui bahwa angka sarjana di Indonesia belum mencapai 10 persen dari total jumlah penduduk. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat SDM di negara kita masih jauh tertinggal dibanding dengan negara lain. Apa pentingnya menjadi sarjana. Berikut penulis paparkan sedikit.

Pertama dengan menjadi sarjana  tentu dapat meningkatkan value lebih bagi diri kita, kita dapat mengakses peluang kerja yang lebih baik. Tidak sedikit pekerjaan di perusahaan atau di instansi pemerintahan baik di dalam maupun di luar negeri membutuhkan sarjana sebagai salah satu prasayarat. Mungkin kerja jadi buruh pabrik tidak terlalu penting gelar sarjana tersebut bahkan dapat menjadi beban bagi perusahaan. Namun dengan bergelar sarjana untuk instansi tertentu akan memudahkan bagi mereka. Sebab dengan gelar sarjana dan dengan proses akademik yang baik maka perusahaan tidak mesti mengeluarkan banyak biaya dan energi untuk melatih calon karyawan tersebut sebab pekerjaan administrasi misalnya, cara berkomunikasi serta hard skill dan soft skill lainnya sudah dimilikinya. Demikian sebaliknya bahwa value perusahaan di mata kompetitor akan meningkat bila karyawan dan proses perekrutan melibatkan orang yang ahli pada bidangnya yakni sarjana pada kualifikasi yang dimaksud.

Alasan kedua bahwa kuliah di perguruan tinggi pada dasarnya mengajarkan mahasiswa untuk berproses dan bermasyarakat. Di dalamnya diajarkan standar kompetensi minimal atau disebut dalam Taxonomy Bloom misalnya mahasiswa paling tidak bisa mengetahui, memahami dan mampu mengimplementasikan sesuatu. Mahasiswa mampu melihat masalaha, menganalisis masalah dan mampu memecahkan masalah tertentu yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang belum pernah kuliah. Hal tersebut mengindisikan bahwa ia mampu berfikir secara sistematis, ini untuk ukuran secara umum, meski tidak semua bisa tetapi sudah merupakan standar kita bahwa sarjana memiliki level KKNI di atas rata-rata yakni berada pada angka 6 sementara SMA hanya berada pada angka 2. Masing-masing D1 di level KKNI 3, D2 level KKN 4, D3 berada pada level KKNI 5 dan D4 berada pada level KKNI 5. Apa yang dimaksud level tersebut dan kaitannya dengan standar ukuran kualifikasi atau SDM kita? Yakni KKNI adalah sebuah kerangka penjenjangan atau disebut kerangka kualifikasi nasional Indonesia. Ini digunakan atau telah dirumuskan oleh pakar kita bahwa level penjenjangan kualifikasi pengetahuan SDM kita di Indonesia berdasarkan level pendidikan, pelatihan ketenagakerjaan dan sebagainya.

Terlebih pada level D1, D2, D3, dan D4 merupakan calon lulusan yang telah dibekali pengetahuan tertentu untuk memecahkan permasalahan yang ada. Misalnya bidang medis di kebidanana, tidak mungkin anak sekolah atau yang hanya lulusan SMP-SMA dipercayakan untuk membantu persalinan. Demikian bidang keterampilan lain yang memang membutuhkan tenaga ahli dibidangnya. Sehingga dengan kuliah sebenarnya khususnya pada level vokasi tentu memberi dampak signifikan pada pengembangan SDM Indonesia.

Alasan ketiga mengapa harus kuliah di perguruan tinggi. Banyak hal di sekitar kita baik di pekerjaan, di masyakarakat, atau dalam bidang bisnis tidak bisa lepas dari konektivitas. Selama mahasiswa selalu diajarkan dari awal untuk membangun jejaring dengan teman sebangku kuliah dengan mahasiswa seorganisasi dan juga dengan mahasiswa secara nasional. Tidak hanya tersebut bahwa saat mereka menjadi mahasiswa mereka belajar membangun brand dari awal baik kepad teman, kepada dosen dan kepada masyarakat luas. Hal tersebut dapat dinikmati di masa mendatang.

Alasan keempat mengapa harus kuliah dan mengapa harus jadi lulusan perguruan tinggi bahwa rata-rata lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki penghasilan tinggi dibanding yang hanya memiliki pendidikan menengah ke bawah. Ini pengecualian bagi orang yang sudah kaya dari orok. Itupun sebenarnya bagi yang sudah kaya dan juga mereka sarjana tentu kekayaan yang mereka miliki lebih tepat sasaran.

Alasan terakhir bahwa pada dasarnya belajar atau kuliah di perguruan tinggi pada dasarnya bukan hanya menyoal materi semata. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seseorang dapat memperoleh pendidikan yang baik sebagaimana amanat undang-undang dan juga perintah agama khususnya bagi muslim bahwa Iqra maka bacalah, dalam artian seseorang diminta untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi. Ini juga untuk kepentingan kita di dunia dan akhirat.

Dari pemaparan tersebut tentu tidak semua benar di pandangan orang-orang yang tidak ingin ribet atau berdiskusi panjang lebar. Olehnya itu penulis perlu luruskan bahwa sedianya pendidikan tinggi tidak mesti kita harus bayar mahal, terlebih saat ini UKT sudah melambung tinggi. Hal ini sangat menyiksa orang kecil dan punya keinginan untuk kuliah. Olehnya itu sedianya pihak pemerintah memberi subsidi bukan hanya beasiswa. Sebab jika beasiswa itu terbatas untuk orang yang jiwanya kompetitif dan beruntung. Tetapi dengan adanya subsidi silang itu dapat dinikmati oleh semua kalangan. Lalu dimana didapatkan biaya subsidi tersebut, hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan alumni atau memanfaatkan bagi orang yang memiliki kemampuan lebih. Sebut salah satu contoh PTS yang menerapkan konsep wakaf, bahwa bagi yang punya penghasilan lebih boleh berwakaf, demikian instansi BUMN dan swasta kiranya dana CSR bisa dialihkan untuk pendidikan.  

Permasalahan kedua, sedianya pemerintah mengontrol untuk bidang-bidang tertentu dengan tidak membuka keran lebar pada bidang studi tertentu yang membludak lulusannya sementara di dunia kerja atau pada bidang yang lain tidak juga dibutuhkan. Misalnya kedokteran, cukup diatur bagaimana sarjana kedokteran dibatasi 500 per wilayah dan dibagi untuk ke PTN dan PTS. Demikian bidang lain yang tidak terlalu membutuhkan gelar sedianya tidak dibuka keran lebar untuk nomenklatur pembukaan program studi baik pada PTN maupun PTS. Terakhir bahwa pemerintah sedianya mengatur sistem pendidikan yang lebih baik bukan sistem tambal, yang rusak ditambal tapi tidak diganti. Kiranya model pendidikan Merdeka Belajar konsepnya sudah cukup bagus, tidak pemerataan konsep Merdeka Belajar tersebut yang harus merata dan anggaran harus tepat sasaran. Sehingga pendidikan kita dan lulusan perguruan tinggi sudah tidak lagi menjadi probelm baru bagi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun