"Tidak! Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin beritahu bahwa jangan bawa banyak rumput dari luar. Di dalam rumah tuan itu, ada rumput yang empuk di taman berukuran 2 X 2 meter persegi. Di sampingnya pula ada bebatuan dengan aliran air segar. Sepertinya si tuan ingin buat air mancur di taman, tempat ia menikmati pagi. Tapi kali ini ia tidak tidur ayam, ia tidur pulas setelah begadang semalaman menunggu waktu sahur." Terang si jantan.
"Ayo kita masuk barengan" ajak si burung tua kepada yang lainnya.
Burung-burung itu cukup nyaman di taman belakang rumah tuan. Rumah yang tak begitu luas, bahkan terbilang sempit untuk rumah perumahan kota.Â
"Kalian, jangan ada yang masuk ke ruang tamu, ke kamar atau pun mengganggu tidur pagi si tuan. Jangan ada yang mengotori air di belanga itu, jemuran itu juga, jangan sampai kalian bertengger di atasnya. Kita cukup bersarang dan memberikan yang terbaik kepada si manusia itu!" Seru si burung tua.Â
"Sebentar lagi matahari akan beranjak, saatnya kita berangkat ke hutan" si jantan mengingatkan.Â
"Benar, kita harus beranjak segera sebelum si tuan bangun dari tidurnya, kita akan disumpahi jadi binatang jalang jika kedapatan, esok pagi kita masuk kembali dengan hati-hati " si tua menjelaskan dengan sopan kepada kawanannya sebelum meninggalkan rumah itu.
Mereka beranjak, si tuan terbangun, ia langsung mengambil air wudhu lalu shalat Dhuha. Memang waktu menunjukkan pukul 8.30 pagi. Setelah shalat, ia kembali menuntaskan bacaan di meja kerja, sesekali ia mengetik di atas mesin tik yang cukup antik itu.Â
Demikian kebiasaan pagi si tuan rumah itu. Kawanan burung-burung pun demikian. Mereka tak lama membuat sarang, boleh dikata hanya beberapa menit di rumah itu. Itupun jika ada mentari pagi.Â
Setelah berminggu-minggu aktivitas kawanan burung-burung itupun berhasil membuat sarang antik. Mereka damai makan pagi, minum air jernih, merasakan kehangatan si tuan rumah yang tak pernah terdengar suara kecuali suara masak, mengaji, baca puisi, atau menelpon ke cucu-cucunya.Â
Sepertinya ia menghabiskan waktu bertahun-tahun di rumah itu untuk usia pensiunnya. Ia telah menghabiskan puluhan buku fiksi di taman bacanya itu. Entah karya apa yang hendak ia tuntaskan kali ini, setelah belasan karyanya terbit dan ratusan eksemplar terjual laris pada para pencinta buku cerita.Â
Honor menulisnya pun tidak banyak. Dari rutinitasnya itu pun selalu mendapat kata-kata yang tidak mengenakkan dirinya. Tapi baginya bahwa setiap orang adalah tokoh dalam ceritanya kelak, setiap orang adalah ada Tuhan kecil di dalamnya jiwanya. Ia tak pernah patah semangat. Hanya semangatlah yang membuat ia keluar dari berbagai masalah besar kecil. Setiap peristiwa adalah cerita yang menarik bahkan sebuah puisi yang indah.Â