Januari - Januari Yang Kau Sebut Itu Puisi
rupa yang kau sebut puisi
adalah januari yang menjelma hujan pagi
...
aku sedikit menyesal lupa mengucapkan kata-kata yang lembut saat malam akhir desember, menuju januari.Â
esoknya aku sempat melihat embun di atas rumput, lalu beranjak, entah mentari pagi yang mengajaknya ke langit, atau hujan pagi yang membasuhnya hingga ia ke tepi sungai yang dalam.Â
....
aku lupa mengecup keningku, padahal bibirmu berkata ia, jemarimu bergetar, matamu tak berkedip melihat ke langit, padahal malam itu tak ada bintang, nelayan pun katanya tak ada yang melaut, mereka kesulitan menemukan navigasi, kembang api mereka semua dibawa ke kota, buat perayaan tahun baru, anak-anak nelayan ke pinggir pantai, anak-anak petani ke pinggir kali, anak-anak santri ke surau mengaji, sepasang kekasih seperti pasutri terus menggali , setiap menggali, kakinya dibasuh ombak pantai.
....
kabarnya januari - januari terus mencari diksi, pagi hingga siang hari, tapi hujan tak henti, sehingga puisi yang kau tunggu belum usai.
kemari saja kau, aku bisikkan setiap diksi yang hendak aku tulis, tapi katanya, angin hujan akan melenyapkan sekejap, sementar kertas-kertas di meja terus lembab, yang tersisa hanya surat cinta yang belum sempat aku tulis, aku berharap ia usai sebelum januari melambai.
sebuah januariÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H