Tak Ada Yang Menduga Nasib Istana
Melihat perdebatan antar capres dalam debat capres pertama yang diadakan oleh KPU RI, orang-orang akan mengira terlalu dini. Tentang siapa yang akan duduk di kursi presiden pada istana negara setelah memenangkan pemilu 2024.Â
Dari awal perdebatan tidak begitu serius, hanya mimik dan bahasa tubuh saja yang menekankan bahwa di antara mereka ada yang tegang, ada yang santai saja atau di tengah-tengah. Demikian emosi yang meluap keluar dari mulut salah satu diantara, namun hal itu wajar-wajar saja. Hanya uang jadi persoalan mereka akan tampak menyudutkan lawan debat masing-masing agar tampak menang.Â
Dalam ilmu bahasa, ada yang disebut body language, intonasi, giliran bicara, sela-menyela yang di bahas pada bidang ilmu psikolinguistik. Ilmu ini berpandangan bahwa di luar teks ataupun konteks terlihat faktor di luar kebahasaan yang turut andil dalam mempengaruhi partisipan dalam dialog yang berlangsung. Faktor tersebut dapat saja penguasaan materi, dominasi, pikiran yang melampaui teks dan konteks debat, power, dan sebagainya.
Melihat situasi debat yang telah kita saksikan bersama, sepertinya demikian adanya. Tanpak dari tiga partisipan debat, ada yang hanya menjalankan peran, ngomong seadanya saja biar kami yang atur di luar, atau bahkan ada juga yang mengatakan sekedar tampil di publik untuk kami perlihatkan, engkau adalah orang yang dimaksud oleh orang-orang penting di luar layar TV. Ini analogi saja, bukan sesuatu yang benar adanya. Namun demikian siapa saja yang tampil mewakili kekuasaan maka orang-orang yang (akan) dipimpinnya agar beranalogi bebas.
Terlebih, di kursi Istana nanti, sepertinya sudah di atur oleh para pemain. Bahwa orang ini nanti terpilih, kalian bertaruh saja. Pemain dalam artian lebih luas, bahwa anggap saja di film-film bahwa ada sutradara yang mengatur, dalam catur, ada pemain yang mengatur langkah perwira dan prajurit.Â
Jika ini benar adanya, maka pertarungan politik yang akan berlangsung kedepannya bahwa akan menjadi ajang pertarungan orang-orang yang mengendalikan para aktor tadi. Ikutlah orang-orang kecil seperti rakyat di grassroot ikut bertaruh dan bertarung sekuat ideologi yang dianutnya dah sekuat kekuatan yang mengikatnya dari awal.
Kita-kita, termasuk penulis, tidak bisa mengira siapa yang duduk di Istana nantinya. Tapi mereka kaum elit yang bertaruh atas pertarungan ini bisa saja telah memprediksi dari segi kekuatan yang dimilikinyaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H