Kursi tamu yang kosong itu bukanlah kehampaan yang tercipta pada ruang kosong, ia adalah penunggu momentum, jikalau saja dalam rumah ada masalah tentang apa saja, ia bisa menjawabnya tanpa keliru.
Kursi tamu yang kosong itu juga menjemput tamu, terkadang ia mengantar yang pergi, mengingatkan yang lupa akan sesuatu, misalnya si ayah lupa kunci, lupa handphone atau lupa nama-nama penghuni di dalam rumah, kursi itulah terkadang jawabannya tanpa ada kata tanya.
Di kursi tamu itu bertemu rindu yang telah lama pergi lalu dicumbu, itulah perlunya ada kata kursi atau kata ruang agar pemisah antara rumah dan tamu, kursi tamu itu juga terkadang tercipta pelukan lalu saling merindu jika mengantar yang pergi, itulah perlunya ada kata ruang dan kursi itu agar saling mengingatkan kenangan, kelak engkau berkata tepat setahun lalu, dia tahun lalu di kursi ini aku memelukmu lalu kau melepas perlahan perlukan itu sebelum pergi, di situ aku cemburu pada ruang dan kursi tamu itu sebab ia lebih paham rindu dan berpisahÂ
Di kursi tamu itu pada sebuah ruang yang kosong tercipta untuk kita berandai-andai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H