Hari ini Mail tidak ke sekolah. Ia sangat gelisah, sebab hanya sekolah tempat ia mengaduh sepi dan amarah. Di sekolah ia bisa menyendiri saat yang lainnya sedang ramai di luar kelas atau bahkan di dalam kelas. Ia sangat pandai menciptakan sepi sendiri di sekolah dan di rumah bahkan di pusat perbelanjaan pun ia dapat menikmati sepi.
Sepulang dari sekolah biasanya ia dapat melampiaskan amarahnya kepada saudarinya atau kepada ibu dan ayahnya. Amarahnya pun beragam seperti ketika teman sekelasnya mencoba mencubitnya, teman perempuan yang terkadang mencoba merayunya, atau bahkan ada keinginan tersendiri yang tidak ingin ia ungkap. Pada akhirnya orang di luar dari dirinya akan bertanya engkau kenapa gerangan Mail?
Hari ini ibunya tidak bisa mengantarnya. Ayahnya sedang di pulau Jawa entah berapa lama dan untuk tujuan apa. Mail lebih memilih sepi dibanding bertanya atas semuanya. Hari ini ia kembali berteman sepi. Di dalam kamar yang tanpa pintu itu sepertinya memang didesain untuk anak-anak seumurannya untuk menepi. Ia mengurung diri dikelilingi dengan kertas-kertas dan perangkat lainnya.
Hari ini ia kembali membuka buku gambar, mengambil pelukis dan pewarna. Ketiga benda itu pemberian dari seorang Ibu pendongeng dari kota M. Kebetulan ia mendapat akun Instagram Mail dengan pencarian tagar ulang tahun awal kemarau. Akun pada pencarian teratas muncul nama Mail Ukail. Ibu pendongeng itu mencocokkan tanggal lahir kekasihnya ternyata sama. Ia pun semakin bertekad menghadiahi siapa saja yang ulang tahun di awal kemarau itu termasuk Mail. Tentu ulang tahun suaminya berbeda tahun dengan Mail. Sebab kekasihnya di tahun 1988 sementara Mail di tahun 2014.
Dalam akun Instagram Mail terdapat gambar karakter pahlawan dan binatang laut. Unggahan tersebut membuat Ibu Pendongeng itu semakin jatuh hati kepada bocah itu. Memang Instagram bisa menjadi etalase bagi semua orang khususnya yang paham kebermanfaatannya. Demikian komunikasi Mail dengan Ibu Pendongeng yang saling memahami satu sama lain lewat dunia maya. Memang akun Instagram Mail dibuka oleh ibunya sebagai penyimpan foto sejak ia umur setahun hingga sekarang.
Handphone Mail tidak seperti anak lainnya. Itu adalah handphone bekas pemberian dari omnya. Sebab ayah ibunya belum bisa membelikannya hanphone baru. Lagi pula anak-anak di bawah sepuluh tahun belum bisa main handphone sendiri tanpa pengawasan orang tua. Jadi pada dasarnya komunikasi Mail dengan Ibu Pendongeng lewat Instagram atas kendali ibunya. Setiap ada rencana unggahan status Mail di Instagram ia harus meminta tolong kepada ibunya. Dulu ia ingin buka akun di YouTube juga, ia ingin belajar menggambar lewat YouTube atau menyimpan gambarnya di channel YouTube tetapi ternyata anak di bawah belasan tahun tidak diizinkan oleh pihak google karena masih rentan terkena pengaruh negatif.
Mail nampaknya terbuka dengan Ibu Pendongeng tadi. Ia selalu tersenyum setiap hari Sabtu. Sebab hanya di hari itu ia dapat izin pegang handphone tuanya itu tentunya atas kendali ibunya. Ia pun sesekali berkomunikasi dengan Ibu Pendongeng lewat DM, di situ pula ada keceriaan muncul di wajah Mail.
Tertawa Mail terkadang terdengar oleh ibunya di dapur atau oleh saudarinya di ruang tamu. Saudarinya pun terkadang refleks datang memeluk kakaknya dari belakang jika mendengar kakaknya tertawa lepas sebab Mail jarang tertawa. Hanya saja jika ia diperlakukan demikian terkadang ia langsung menangis bersedih. Adiknya pun ikut bersedih lalu perlahan melepas pelukannya. Mail sepertinya rindu kasih sayang dari ayahnya. Sebab ia selalu bertanya perihal Sabtu dan Minggu lewat kertasnya itu.
Mail kembali mencoret-coret buku gambarnya dengan warna serampangan. Entah itu bermakna apa hanya ia dan seniman yang paham seperti Ibu pendongeng tadi.
Sesekali ibunya mengunjungi dengan sepi tanpa suara. Agar ritual sepi Mail berlangsung khidmat. Jika nampaknya khidmat sepi yang dibangun Mail, maka ibunya hanya menaruh makanan dengan lauk ikan merah kesukaan Mail beserta susu coklat.
Hari itu Mail betul-betul sepi. Ia tak membolehkan suara sedikit pun. Tak boleh ada tetangga yang datang, teman pun tak boleh berkunjung ke rumahnya, demikian pula keluarga. Sehingga Sabtu bagi dia adalah ibadah sepi. Entah kenapa di Sabtu itu ia meminta sepinya tak boleh diganggu. Bahkan jam sekolahnya di Sabtu pagi itu ia seakan mempercepatnya usai agar boleh menepi. Untung saja tak ada yang mengantarnya di Sabtu itu, sehingga ia bebas dengan sepinya. Andaikan ia penulis puisi mungkin saja sudah ratusan sajak lahir dari sepi itu.
"Ibunya pun bingung dengan sikap anaknya itu. Ia tiap malam berdiskusi dengan suaminya. Setiap saat ia pun curhat dengan ibu-ibu kelas parenting. Hingga sesekai konsultasi dengan dokter kenapa anaknya bersikap introvert. Kata dokter anaknya normal, tidak ada gejala negatif yang ditimbulkan dari aktivitasnya. Guru kelas satunya pun saat di semester pertama mengatakan bahwa anak ini pada dasarnya pintar hanya saja pendiam.
Sementara kurikulum baru dengan penerapan Merdeka Belajar, di mana siswa dituntut untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan konsep Pancasilais pula, siswa diminta untuk saling memahami jika perlu mereka terbuka baik kepada teman maupun kepada guru. Hal ini pula di semester dua Mail jadi peringkat ke-empat padahal di awal semester boleh dikata ia berada di peringkat pertama meski kami tidak umumkan ke anak-anak dan orang tua, terang ibu Nug guru kelas 1 SD Belanga".
Sabtu yang sepi seakan milik mail dengan kertas-kertasnya. Mail menghabiskan puluhan kertas hari ini. Baik kertas gambar maupun kertas tulis. Kertas-kertas putih itu telah ia nodahi warna warni dengan lukisan tangan. Ia menggambar seperti Sanggojae pada lembar-lembar lain yang berserakan. Sementara lembar-lembar lainnya seperti rumah kayu. Di sana ada gambar ayah, ibu, adik dan kakak saling berpegangan. Ada pula gambar dua sepeda yang saling berboncengan, dua orang dewasa membonceng dua anak kecil pada kertas terpisah.
Pada kertas bergaris, ia nampaknya membalas surat ucapan ulang tahun dari Ibu Pendongeng.
“Ibu tante, saya Mail.
Hari ini Mail tidak ke sekolah, sepertinya ibuku kecapean, ayahku juga belum pulang dari rantauan, adik juga terpaksa tidak ke sekolah. Adikku di luar di teras main sendiri. Ibuku sepertinya di dapur atau sedang di kamar, ia sedang menyelesaikan bacaannya.
Ibu tante, terima kasih hadiah ulang tahunnya. Maaf baru sempat balas suratnya. Sebentar aku minta ibu kirim yah ke nomor tante. Senang rasanya bisa komunikasi dengan tante. Aku ingin hari ini seperti hari Minggu sebab ayah selalu berkata Minggu ini atau Minggu depan saya balik. Tapi hari ini sudah Sabtu besok Minggu itu sudah tiga kali berulang tapi ayah belum balik.
Besok hari Minggu tante, aku ingin rasanya memeluk ayah lalu berjalan bersama ke toko buku membeli buku gambar habis itu kami ke taman naik sepeda.
Ibu tante, ada gambar akan kukirim juga yah, mohon maaf kalau kurang bagus
Daahhh
By Mail.”
Dari lampiran surat itu nampak gambar-gambar ingin dikirim Mail untuk ke Ibu Pendongeng. Di selahnya ada terselip catatan kalender Mail yang dibuatnya sendiri tanpa ada hari lain selain hari Sabtu. Kalender yang berwarnah merah itu semua tak ada juga istilah tanggal tua semua tanggal muda dibuatnya. Entah bagaimana menginterpretasinya, hanya Ibu Pendongeng itu yang tahu sebab ia unggah di story Instagramnya setiap hari Sabtu petang.
Hari itu Mail berhasil menciptakan sepi yang hening tanpa gangguan siapapun termasuk gangguan dari handphone juga sebenarnya. Sebab nanti di Sabtu petang baru ia pegang handphone.
“nampak adik Mail beserta Ibunya di sudut kamar bersedih. Adiknya menangis lantaran mendengar kisah Ibunya; dulu Ibu di masa kecil, sangat tidak bahagia. Kedua orang tua Ibu hanya meminta Ibu kerja dapur. Ibu tidak punya mainan apalagi peralatan seperti kalian miliki. Siang malam ibu diomeli meski kesalahan kecil. Saat ini ibu merasa kesepian, ibu tidak punya keluarga dekat di kompleks kita ini, ibu juga tidak punya teman di kompleks ini kecuali ayahmu nak. Itu pun ayahmu jarang pulang kecuali libur panjang. Semasa gadis ibu selalu mengigau karena kecapean kerja ini dan itu. Setiap langkah ibu terasa utang, jadi ibu berjuang di sekolah agar bisa peringkat satu terus agar ibu segera dapat kebebasan. Itulah di masa kecil kamu terkadang ibu merasa bersalah jika mendidikmu terlalu keras”.
Melihat itu Mail menutup sepinya menjadi sedih, ia memeluk adik dan ibunya secara bergantian. Ibu besok hari Minggu bukan?
"Awal dari sikapnya yang Introvert ini tidak terlepas dari kondisi rumah tangga ibu ayahnya. Namanya pernikahan merupakan gabungan dari latar belakang keluarga berbeda menjadi rumah tangga baru. Dari rumah tangga ini pula mendirikan hingga membina rumah tangga yang baru.
Mail anak dari rumah tangga itu yang belum kokoh dari pondasi membuatnya larut dari masalah orang tuanya".
Ibu Mail belum menjawab pertanyaan anaknya yang pada dasarnya di anak tahu bahwa besok tetap hari Minggu.
Mail kembali berbisik dalam pelukan ibunya, besok hari Minggu bukan?
Penulis: Andi Samsu Rijal
Salah satu Blogger kompasiana yang sering mengisi kolom fiksiana terutama Puisi dan Cerpen. Beliau saat ini sedang fokus riset Disertasi di UGM Yogyakarta terkait Penggunaan Bahasa Pada Media Sosial Instagram. Ayah dua orang anak ini sedang berdomisili di Maros, Sul-Sel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H