Kita berlarian menuju keberangkatan, lalu duduk tanpa tenang menunggu kapan gerbong kereta terbuka.
Angin malam itu cukup dingin untuk kita memeluk diri sendiri, suara rel tak membuat bocah yang berlarian dari gerbong ke gerbong. Seorang ibu sedang duduk di atas bangku duduk anaknya, ia bercerita tentang ayahnya entah di mana suatu ketika ia di pangku, kelihatan nya sangat lelah memburu waktu pukul berapa kereta berangkat.Â
Di gerbong selanjutnya ada seorang ibu pula, sangat sinis melihat ibu Ibu lain pikirannya ke sana ke mari. Mungkin saja ia tak pernah susah, aku ingat betul kemejanya yang berjubah saat cuaca berubah benda itu ikut berubah, handphone nya dengan tiga hingga empat kamera tertidur di atas kacamatanya.
Kisah di kereta ini pernah terjadi atas lakon tentara berbaju cokelat dengan sepatu Laras hingga di atas lutut, seakan matanya menikam para penumpang di kereta itu yang bertopi jerami.Â
Kembali ke ibu tadi yang menikam bagi siapa saja yang naik terburu-buru, lalu berbisik kepada anaknya besok kita naik kereta lain saja tanpa ada berbagai macam rasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H