Tali itu menangkap leher para kepala kerbau, sapi, dan manusia. Tali itu dilemparkan, lalu kepala-kepala menangkapnya. Sebagian tertancap kepala yang tak disangka. Hingga pemilik kepala itu berburuk sangka. Apa aku sudah di neraka, hingga pasrah tanpa upaya padahal ia masih berdaya, hanya saja.
Sihir lelaki berkuda itu seakan mematikan sebelum semuanya mati, buruan pun mati-matian berlarian dari incaran tali malaikat pencabut nyawa itu. Ia degan gagah mengikat leher para tawanan seakan ia merasa seolah-olah dialah tuhan yang mematikan, padahal tuhan maha kasih.
Setelah semua terbunuh, lalu tawanan ditelanjangi, dikuliti, jantungnya dicabut, kaki tangannya dilepas, kepalanya dan tanduknya dijadikan pajangan di ruang tamu, dengan angka sudah sekian yang terbunuh, atau sebagai simbol bahwa kita bersaudara dalam misi pembunuhan.
Lalu daging-daging itu dibakar kemudian termakan, sebagiannya terbuang tertelan cacing, tanah, atau termakan saudara sendiri.
Lelaki pemburu itu tak pernah berhenti, sebelum terhenti olehnya sendiri, ia terus memburu, membunuh, menghungus. Hingga ada yang terburu, terbunuh, terhungus.
"mungkin saja hari ini, tersandar di kain kanvas dengan topinkoboy, kuda, dan tali di tangan atau orang yang keliru menggambarkannya, seperti?" lalu tertulis di bahu kanan aku bukan lelaki, seperti yang terburu ataupun pemburu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H