Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Dapur Ibu Kini Jadi Warisan Ayah

27 Mei 2023   08:49 Diperbarui: 2 Juni 2023   01:11 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi penulis 

Di waktu kecil aku dan kakak selalu berlarian mengitari dapur ibu. Entah sekedar mencari sesuatu, menemui ibu dan dapur, atau memeluk ibu di dapur. 

Ada banyak di sana. Ada cinta, di sanalah muara cinta itu di ramu jadi kasih. ada tangga pernikahan. ada juga lingkaran kehidupan. Tak salah jika orang tua dulu meminta para lelaki mengitari dapur tujuh kali sebelum berumah tangga. Satu kali suatu waktu hanya bermain, dua kali pernah kebingungan. Tiga kali suatu Subuh kami melihat dapur terisi penuh aroma. Kini baru empat kali, aku dan kakak berencana ingin melanjut hingga tujuh kali. 

Sebab di sana lahir menteri keuangan rumah tangga, di sana cinta di ramu menjadi rumah. Lihat saja, adakah rumah tanpa dapur. Adakah dapur tanpa api, jika pun tak menyala, bara cemburu yang membara. Tak salah jika aku diminta membaca seisi dapur.  dapur ibu selalu ramai dengan kayu bakar, Periuk, tungku, Palung, panci, wajan, aroma masakan, dan belas kasih anak kepada ibu, suami kepada istri. 

Dapur ibu ku kini seperti museum rumah tangga di depan tangga rumah kayu di Belanga. Ayahku pensiun, ibu beranjak duluan, dapur seperti warisan. Aku belum sempat kembali melanjutkan putaran hingga tujuh kali mengitari dapur ibu. Kini anak-anak sudah beranjak, sebentar lagi jua mencari warisan.

*Filosofi masyarakat Bugis bahwa seorang laki laki yang hendak menikah sebaiknya mengitari dapur tujuh kali, filosofi ini bermakna bahwa di dapur ada banyak pelajaran rumah tangga yang suami wajib tahu.

Penulis: Andi Samsu Rijal, Mei 2023

Dokumentasi penulis 
Dokumentasi penulis 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun