Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paggandeng

20 Mei 2023   11:18 Diperbarui: 20 Mei 2023   15:21 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paggandeng dikenal sebagai profesi pedagang keliling yang ada di kota Makassar dan sekitarnya. Paggandeng merupakan bahasa Bugis dan bahasa Makassar yang mendapat awalan pa-, dari kata dasar gandeng berarti bonceng. Paggandeng awalnya melekat pada orang orang yang bekerja sebagai penjual ikan dari kota satu ke kota lain. Seperti aktivitas pesepeda dari kota Takalar ke kota Makassar baik membawa sayur mayur maupun ikan ke kota Makassar. Sebaliknya terma ini pula melekat pada pesepeda yang nongkrong di pasar pasar  tradisional di kota Makassar hingga pesepeda yang menjajakan ikan laut dari pelelangan ke lorong-lorong yang ada di kota Makassar. 

Alat paggandeng dengan pendingin,sumber; http://www.mekanisasikp.web.id
Alat paggandeng dengan pendingin,sumber; http://www.mekanisasikp.web.id

Paggandeng kini tak hanya dari kedua kota tersebut, namun juga dari kota lain di Sulawesi Selatan yang sedang berprofesi sebagai penjual ikan dan sayur keliling. Meski di setiap daerah, pekerja tersebut terus berinovasi. Misalnya di kabupaten Bone dikenal dengan pajjujung (orang yang membawa bakul di atas kepala dengan isi jualan berupa ikan dan sayur). Di pinggiran kota Makassar dan di daerah Maros, penulis pernah jumpai dengan gerobak untuk pengangkutan bahan bangunan. Bahkan ada pula yang menggunakan becak, bentor ( becak motor), motor Viar, hingga mobil pick up. 

Untuk spesifikasi penjual ikan keliling di kota Makassar hingga kini masih identik dengan paggandeng yang dengan menggunakan motor lalu beban berupa ember atau wadah di di sadel motor mereka. Motor lebih efektif dan efisien untuk parkir di pasar ikan, tempat pengambilan ikan. Demikian untuk dijajakan di kompleks perumahan yang ada di Makassar dan sekitarnya. 

paggandeng dengan sepeda, sumber; Wahyu's blog
paggandeng dengan sepeda, sumber; Wahyu's blog

Berbeda dengan para paggandeng yang berasal dari kabupaten Takalar tadi, kini masih ramai menggunakan sepeda onthel. Mereka berangkat dari kabupaten Takalar sekitar pukul 2 atau pukul 3 dini hari menuju pasar Terong Makassar dan ke Pasar-Pasar tradisional di Kota Makassar lainnya. Fenomena ini menarik ketika kita mendapati dini hari di sekitar pantai Losari Makassar atau jalan poros Takalar -Makassar via tanjung Bayang atau dekat pantai Losari. 

Pada dasarnya paggandeng pun demikian baik dengan becak, motor dua roda, becak motor, motor viar atau dengan mobil tadi bahwa mereka memang rata-rata ke pasar ikan atau pasar tumpah tempat transaksi ikan dari nelayan ke pedagang dan transaksi sayur dari pemasok ke pedagang. Selanjutnya dagangan mereka biasanya jika habis sebelum siang maka mereka punya waktu istirahat siang dan kembali berkumpul bersama keluarga mereka. 

Profesi tersebut ditekuni oleh mereka dengan alasan tertentu baik karena animo pembeli ikan segar atau sayur segar dari dagangannya. Bahkan jika sehari saja mereka tidak datang ke kompleks perumahan atau tidak membunyikan klakson mereka maka terkadang dicari oleh pelanggan mereka. Tidak sedikit di antara mereka telah menjalani profesi tersebut secara turun temurun. 

Profesi ini terbilang sederhana atau dapat pula dikatakan sulit. Sederhananya adalah mereka menjemput barang dagangan pada nelayan/ pemasok kemudian hanya menjajakan ke lorong lorong, jika mujur biasanya akan cepat habis sebelum siang. Sulitnya adalah mereka biasanya harus ke pasar pelelangan atau di pasar tumpah tempat para nelayan dan pemasok sayur berada sejak dini hari, bahkan mereka sarapan dan makan siang di jalanan. Selanjutnya profesi tersebut terkadang membutuhkan modal awal sebagai pembeli ikan yang tentu tidak sedikit. Sebab mereka akan beli ikan beberapa emper yang terbilang ratusan ribu hingga jutaan. 

Para paggandeng di musim tertentu mereka kelihatan lesu bahkan harus menanggung rugi bila para pembeli tidak sedang memiliki perekonomian yang baik. Ada waktu-waktu tertentu yang mereka pelajari,  selera pelanggan harus sesuai dengan barang bawaannya, selera pelanggan dengan siap terima beres yakni ikan dibersihkan dan siap dimasak, mereka terkadang menanggung kerugian besar bila ikan tidka lagu dan bila digaramkan harganya sangat murah. 

Profesi tersebut sangat bergantung kondisi cuaca baik, kapan ikan akan berlimpah atau murah, dan kapan pula pelanggan akan berduit, meski  setiap hari pelanggan mereka wajib konsumsi ikan sebagai kebutuhan makan berat namun terkadang tidak sesuai antara kondisi nelayan yang dikarenakan cuaca buruk atau kondisi pelanggan yang sedang kere.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun