Beberapa tahun lalu saya sedang melakukan perjalanan ke sebuah kota. Kota yang tidak jauh dari kediaman kami. Kota tempat berlari jika merasa sepi. Anggap saja trip dan healing tipis-tipis, dalam istilah kekinian. Trip dari desa ke kota tersebut saya lakukan bersama istri dan kedua anak saya dengan kendaraan roda dua.Â
Trip tersebut berlangsung kurang lebih dua hari dengan jarak tempuh dua hingga tiga jam perkiraan 50 km per jam. Kami sengaja mengagendakan trip tersebut dengan berbagai perayaan antara lain ulang tahun saya ke 38 tahun, ulang tahun anak pertama saya yang ke 6 tahun, ulang tahun anak kedua saya yang ke 4 tahun serta ulang tahun pernikahan kami yang ke 10 tahun. Sehingga dapat dikata hal tersebut adalah sebuah hajatan untuk dirayakan bersama.Â
Sehari sebelum berangkat saya sudah memesan penginapan (homestay) dengan aplikasi OYO saya. Terdapat pilihan kamar yakni twin bed dengan lokasi kamar pertama dekat kasir dengan alas multipleks dan single bed dengan nuansa alami menghadap ke sawahan serta alas bambu. Alangkah indah pemandangan kota jika demikian adanya.Â
Kemudian saya melakukan negosiasi dengan kondisi saya yakni berempat dan saya minta keringanan agar bayar di tempat sekalian minta share lock (berbagi lokasi).
 Si admin  dengan santun menuntun kami agar langsung saja ke lokasi tujuan, biar jelas bahkan jika keberatan pun bisa re-fund atau apalah jika memang sudah bayar.  Saya pun tiba di lokasi gerbang perkotaan, Lokasi tujuan boleh dikata sudah dekat dengan  radius 500 meter, namun harus mutar-mutar, namanya juga sudah masuk kota.Â
Di layar handphone tertera perjalanan kami pada aplikasi google maps 2 jam 35 menit 23 detik, lalu saya menuju TKP lorong 3 jln Y setiba radius 3 km maps handphone tiba-tiba minta diperbaharui lalu saya tersesat dalam radius 500 m tadi.Â
Akhirnya saya putuskan pesan kamar via offline, saya mengendari motor mencari hotel dan atau Kost Ekslusif atau yang sedikit mahal dari aplikasi Oyo tadi. Akhirnya istri saya meminta cari hotel berbintang saja agar bisa istirahat dengan baik.Â
Kita bisa liburan, menikmati weekend, dan sebagainya. Setiba di salah satu hotel, di lobi dekat resepsionis tercium bau amis, tanpa pikir langsung kami cabut. Pada akhirnya keliling mencari hotel yang lain saja.Â
Dengan kondisi perkotaan di awal malam, nampak macet rupanya. Para pekerja baru pulang, sebagian menuju ke daerah sehingga menambah kemacetan di mana-mana. Kami pun berputar-putar mencari hotel ke sana ke mari tak ada yang cocok.Â
Mungkin saja hotel berbintang pada umumnya berada di tengah kota, sementara posisi kami baru sebatas di pintu kota. Polusi kendaraan menambah  suntuk pikiran, kami pun memutuskan untuk cari tempat hening yang ada pohon, bukan untuk berteduh tetapi sekedar bernafas lega sembari rehat sejenak.Â
Singkat cerita kami pulang dan tidak jadi memilih kost ekslusif, atau pun hotel. Ingin ke pusat kota begitu macet luar biasa, ingin memilih sembarangan hotel seperti saya sebutkan di awal tercium bau amis. Konon menurut cerita hotel-hotel yang kami pilih adalah hotel persinggahan saja bagi para pengendara dari kabupaten lain. Kira-kira mereka yang sedang melakukan perjalanan sehari semalam, begitu.Â
Dua tiga hotel dan beberapa kost ekslusif pilihan tadi sangat tidak masuk akal bagi kami yang sedang ini liburan sehari atau semalam saja. Namun kondisi yang tidak memungkinkan kami pun harus kembali pulang ke rumah dengan menempuh jarak yang lebih lama yakni 3 jam 15 menit 45 detik.Â
Tibalah kami di pintu rumah, jam menunjukkan kurang lebih jam satu subuh. Anak-anak saya pada lelah dibonceng  motor, mereka tertidur di atas roda dua itu layaknya menginap di sebuah hotel. Untung saja mereka tak paham percakapan saya dan istri, untung saja mereka tidak terbangun sejak di atas motor baik di saat berangkat hingga pulang.Â
Keesokan harinya mereka mencari kolam renang, nasi goreng, teh hangat, roti bakar, rebusan-rebusan seperti yang diliat dari review hotel yang akan kami tuju melalui tontonannya. Untuk menghibur mereka, sejak bangun pagi tanpa mandi kami mencari sungai-sungai di pedalaman dengan jarak tempuh dari rumah kami kurang lebih 2 jam.Â
Perjalanan siang hari ini kami ubah rute yakni dari kota ke desa. Kami memilih jalan berliku yang tidak macet seperti cerita di atas, suasana jalan amatlah tenang, tidak ada suara bising, polusi pabrik semen dan marmer tidaklah sampai di tempat ini, melewati 2-3 bukit bambu, air terjun, kicauan burung elang sembari mengintai ular-ular sawahan di pematang.Â
Jalan amatlah sepi, entah tempat dan jalannya namanya apa? Handphone dengan mode gratis sehingga tidak ditemukan di peta HP saya, tak ada pesan masuk lebih-lebih panggilan suara, dan sebagainya. Tiba di ujung jalan, trip terbayarkan dengan poster seolah-olah menceritakan kenyamanan hidup tanpa polusi dengan rumah sawahan diitari saluran air mengalir.Â
Sungguh indah tanpa ada bau amis menyengat hidung. Di pinggir sungai, dekat pematang sawah kami bentangkan ayunan sembari meninabobokan dua bocah kami. Utang-utang terasa terlupakan, namun utang tetaplah utang harus terbayarkan layaknya hajatan tadi, kini sudah terbayarkan sisa utang rupiah saja yang belum terbayar.Â
Tapi sudahlah kami nikmati dulu stay cation di sebuh desa yang jaraknya kurang lebih empat jam dari pusat kota tersebut. Sayang kami tidak bisa mengunggah foto-fotonya, sebab jika terunggah saja satu di antaranya orang-orang akan menebak hotel yang kami maksud, kota yang kami maksud, tercemar nama pejabatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H