Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Wacana Buka Puasa Bersama Pejabat Negara

25 Maret 2023   14:00 Diperbarui: 25 Maret 2023   14:02 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi larangan bukber, sumber foto: tempo.co

Akhir-akhir ini berkembang isu terkait larangan buka puasa bersama bagi pejabat negara dan ASN. Larangan tersebut bersumber dari Presiden Joko Widodo melalui surat edaran Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 terkait "Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama" yang diteken Pramono Anung selaku Sekretaris Kabinet pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2023. Isu itu pun kemudian berkembang di masyarakat dan akhirnya menuai pro dan kontra.

Adanya wacana pelarangan buka puasa bersama tersebut banyak memberi keuntungan bagi pihak tertentu yang ingin fokus ibadah. Namun berbanding terbalik dengan pihak-pihak lain yang ingin betul-betul berbagi buka puasa untuk rekan kerja dan rekan lainnya. 

Demikian bagi pihak tertentu yang biasanya memanfaatkan momen buka puasa sebagai ajang silaturahmi baik itu silatuhmi biasa maupun ada unsur lain seperti unsur politik. Dalam suasana buka puasa memang nampak cair dan terkesan santai sehingga komunikasi berat bisa menjadi ringan.

Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf melalui akun Instagram, ia menilainya dengan candaan bahwa saya sendiri tidak sependapat jika diadakan buka puasa bersama dalam lingkungan pejabat negara dan ASN. Pasalnya menurut dia adalah efisiensi waktu untuk buka dilanjutkan shalat magrib tak lama berselang dilanjutkan shalat tarawih. Menurutnya nanti lepas tarawih baru memiliki waktu senggang dan tenang. 

Tentu tidak hanya itu bahwa adanya buka puasa bersama yang mewajibkan petinggi negara harus kumpul maka akan menjadi beban baginya. Terlepas dari akses yang berjarak dan juga kondisi Jakarta dengan kemacetan sehingga bisa mengganggu ibadah buka puasa, shalat magrib dan tarawih.

Hal berbeda yang dilontarkan oleh mantan ketua umum pengurus Pusat Muhamadiyah, Din Syamsuddin bahwa larangan buka buasa lingkup pejabat negara dinilainya tidak arif dan kurang adil. Din Syamsuddin menilai bahwa larangan tersebut justru dapat menghilangkan keakraban lingkup pejabat negara. Sementara hikmah di balik buka puasa bersama ini adalah memaknai silatuhrahmi dan hal positif lainnya. Bahkan menurutnya bahwa buka puasa bersama dapat meningkatkan kinerja aparatur sipil negara.

Pramono Anung kemudian meluruskan bahwa niat dari bapak presiden RI atas larangan buka puasa bersama lingkup pejabat negara dan ASN adalah untuk meminimalisir isu pamer atau flexing di media sosial. saat ini masyarakat menilai kita bahwa para pejabat selalu pamer harta dan tentu di dalam aktivitas buka puasa kita dianggap pamer makanan. Menurutnya edaran buka puasa ini tidak berlaku bagi masyarakat umum ini hanya berlaku bagi pejabat negara bahkan untuk lingkup kementrian saja imbuhnya.

Menyikapi wacana tersebut tentu ada hal-hal yang ingin dicapai oleh presiden yakni mengembalikan citra pejabat untuk tidak selalu pamer dan bersikap sederhana. Terlepas dari ini juga bahwa pada dasarnya buka puasa tentu momen yang dirindukan pasca Covid-19 untuk meningkatkan silaturahmi antar masyarakat. Hal ini bisa saja dilaksanakan bagi masyarakat umum agar tetap menjaga kedekatan bersama umat muslim lainnya. Sehingga buka puasa bersama dapat dilakukan di rumah, di kampung, di masjid dan meminimalisir pelaksanaan buka puasa di kantor.

Buka puasa di kantor atau di rumah pejabat memang terkadang menyiksa bagi orang awam yang bukan kategori penceramah/ pembawa hikmah ramadan, atau bukan siapa-siapa. 

Seperti pengalaman penulis beberapa tahun terakhir jika mendapat undangan buka puasa bersama di kantor sungguh menyiksa karena orang selalu berdesakan, antrian untuk mengambil makanan. Bisa saja dibagikan jauh sebelum jam buka tiba namun jika jumlah undangan dan volume makanan yang tidak sebanding tentu juga repot. Pengalaman kedua buka puasa di rumah pimpinan, jika tidak datang maka terkesan tidak loyal. 

Situasi ini juga menjadi pemicu bagi saya lebih memilih buka puasa di rumah bersama keluarga atau memilih buka puasa di masjid yang tampak memberi kesan bahwa kebersamaan sungguh luar biasa. Semua hidangan sama saja dan duduk bersila, hal ini menjadi simbol keeratan antara jamaah yang satu dengan lainnya dan tidak membedakan kelas sosial. 

Berbeda jika buka puasa di rumah pimpinan, di kantor atau di rumah petinggi negara lainnya selain untuk mengantri dapat makanan, dapat macet, antri untuk berwudhu, shalat berjamaah dan demikian pada saat pulang ke rumah tentu tidak dapat jadwal shalat tarawih berjamaah. Sehingga wacana buka puasa bersama tidak semua bernilai positif bagi orang tertentu meski lebih mendahulukan aspek ibadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun