Menjelang akhir tahun 2022, masjid di sebuah kompleks perumahan di kampung Belanga tiba-tiba kedatangan tamu dari pemerintah setempat. Sejak pendirian masjid tersebut seingat saya, tidak pernah ada satupun pihak pemerintah setempat yang hadir baik berjamaah maupun sekedar mengunjungi. Biasanya menjelang pemilu, orang-orang penting sedang sibuk datang kampanye menggalang suara. Tak tanggung-tanggung, bahkan ada yang membagikan sembako, sarung, hingga amplop. Bahkan di kampung sebelah selalu diadakan festival remaja masjid yang diprakarsai oleh calon-calon anggota dewan atau calon bupati.
Namun di masjid kami selalu sepi dari sentuhan politik. Apakah karena jalanan ke kompleks perumahan kurang bagus, orang-orangnya kurang ramah, atau karena banyak binatang-binatang berkeliaran mulai dari kucing, anjing, tikus-tikus, ular, burung hantu, kuda, sapi, kambing dan masih banyak lagi yang dikandang dekat masjid, milik beberapa warga.
Malam semakin dingin ditambah gerimis yang membuat pak Imam mempercepat bacaannya saat memimpin shalat isya berjamaah. Terbilang sepuluhan jamaah yang hadir ditambah seorang nenek beserta cucunya di baris perempuan. Ada satu jamaah yang belum pernah kelihatan di masjid itu. Selepas shalat sebelum berdoa, bapak dengan kumis dan jenggot yang brewok itu tiba-tiba mengambil alih layaknya ia akan memimpin doa bersama. Tiba-tiba meminta kami melingkar, katanya ada yang penting.
Bismillahirrahmanirrahim rahmani rahim, Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, alhamdulillah kita semua dalam keadaan sehat dan tetap dalam lindungan Allah SWT. Alhamdulillah saat ini kita sudah bisa berjamaah pasca pandemi Covid-19.
Perkenalkan nama saya Ma’ruf selaku pemerintah kabupaten Mubang saya perwakilan bupati diminta datang ke masjid kompleks yang ada di Desa Belanga ini. Ini sudah 3 tahun laporan pengurus masjid belum masuk hingga saat ini, olehnya itu bupati memerintahkan saya untuk menghimbau jamaah sekalian agar memilih imam masjid, ketua pengurus, wakil, sekertaris, bendahara kecuali marbot.
Kami sudah punya pengurus. Kami sudah dua kali ganti malah dalam dua tahun terakhir. Surat kami juga sudah masuk di desa Belanga, katanya pihak desa yang akan teruskan ke Bupati, ucap pa RT dan Imam.
Itu batal semua, kata pa Ma’ruf.
Saya tiba-tiba salah tingkah jangan-jangan saya dianggap korupsi selaku bendahara lama. Ah masa, sih. Uang masjid kita mau korupsi paling pemasukan tiap jumat hanya 190 ribuan, itupun habis lantaran ketua pengurus ngotot agar shalat jumat diadakan di masjid. Jadi harus keluarkan uang setiap jumat sebesar 300 ribu. Itupun khatibnya berulang-ulang, isi khutbahnya pun itu-itu saja, tak pernah sesekali membahas tanam pohon sebagai gerakan masjid padahal semua jamaah menghabiskan air 2 liter 1 kali wudhu untuk shalat. Lebih-lebih tak pernah menyinggung kematian, semua kehidupan yang mereka singgung padahal shalat dan khutbah jumat untuk pengingat. Agar kita bertaubat, ah biar saja, itu mereka. Kan.
Saya hampiri diam-dian pa marbot. Kenapa namamu dilarang diganti sama pa Bupati. Kau kenal bupati, jangan-jangan bapak mata-mata pa Bupati. Bupati itu siapa? Siapa yang anda maksud? Saya sudah puluhan tahun tidak pernah keluar kampung Belanga, ke kota, apa lagi ketemu Bupati.
“Apakah benar bapak/ Ibu jika masjid ini sudah ada pengurus? Saya hadir di sini karena Bupati menelpon saya untuk mengamankan dan meminimalisir konflik internal yang ada. Semuanya diam dan merapat. Saya akan lanjutkan pembahasan, kata pa Ma’ruf”