Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bulian di Sekolah Dasar

12 Maret 2023   13:08 Diperbarui: 12 Maret 2023   13:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bulian, sumber foto: realita.co

Saya hanya terdiam, mata saya memerah mengingat kejadian itu. Dua hari dua malam saya tidak balik ke rumah. Dua hari saya tidak ke sekolah juga, saya malu sama teman apalagi tak satupun yang membantu saya. Saya juga kesal sama guru-guru sekolah yang tak satupun memberikan pembelaan. Tubuh saya yang mungil ini terdiam di sudut kamar Om Firdaus, ia layaknya pahlawan dalam diri saya. Berani dipenjarakan demi membela yang lemah.  Kakak dan adik saya datang menjenguk saya di rumah Om Firdaus. Kuharap ia tidka bercerita apa-apa kepada ayah ibu. Pastinya saya akan diminta berhenti sekolah dan dikirim ke rumah keluarga yang jauh. Ah aku tidak mau jadi babu di rumah keluarga saya, pasti saya jadi babu di rumah kelaurga ayah saya jika saya dikirim ke sana. Sebab itu hukuman bagi anak yang berhenti atau diberhentikan dari sekolah.

Terdengar kabar dari adik Rianto yang merupakan adik kelas saya, bahwa ia berhenti sekolah dan besok merantau ke Malaysia lewat jalur laut. Rianto bersama gengnya tak ada lagi yang datang ke sekolah. Sebab hanya Rianto bosnya, Rianto yang mengonkosi mereka. Terlebih jika Rianto berhasil jadi buruh di perkebunan sawit di Tawau.

Hari Ini adalah hari ketiga saya tidak pulang ke rumah, saya hanya mengurung diri di kamar Om Firdaus pahlawan saya. Saya tidak boleh sembunyi, saya harus pulang, saya harus ke rumah. Jika saya pulang dan mengatakan ke ayah saya kalau saya habis dianiaya oleh seseorang pasti saya di kurung di kamar, kaki saya diikat di lemari kayu sebagaimana kasus saya tahun lalu.   

Lonceng berbunyi berkali kali memanggil anak sekolah yang berkeliaran hingga terdengar ke bilik rumah. Memang rumah saya yang menghadap lurus ke timur berhadapan dengan sekolah dasar ibu kandung itu, hanya ada lapangan sepak bola yang mengantarainya.  Saya gemetaran, kaki saya dingin dan kaku. Kaki saya tidak bisa bergerak. Semakin bergerak, ikatannya semakin kencang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun