Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bulian di Sekolah Dasar

12 Maret 2023   13:08 Diperbarui: 12 Maret 2023   13:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bulian, sumber foto: realita.co

Di sebuah kampung Belanga ada sekolah dasar (SD) bernama SD Ibu Kandung. Dikatakan SD Ibu Kandung lantaran sekolah tersebut merupakan sekolah tertua di Belanga bahkan ia lebih tua dibanding dengan sekolah dasar yang ada di kota kabupaten.cerita nenek saya yang diceritakan oleh ibu saya bahwa dulu sekolah itu peralihan dari sekolah rakyat (SR) ke sekolah dasar (SD). 

Di sekolah itu sunguh lucu, seorang ibu guru yang juga wakil kepala sekolah suka membuli guru-guru baru apalagi jika ia guru pria. Bahkan jika berpapasan ia suka mencubit paha pak Par, terlihat di depan mata para siswa. 

Mungkin awalnya begitu sehingga siapa yang merasa kuat dan berkuasa maka ia yang membuli yang lemah. Suatu waktu teman kelas satu saya Aci dikeroyok oleh Ricard dan kawan-kawannya dari dusun Belanga Timur lantaran merasa bahwa Aci badannya kecil mungil. 

Jika saja ayah mereka pada tahu maka akan terjadi pembulian juga namun konteksnya beda yakni dengan main badik. Sebab itu anak-anak jarang pulang ke rumah jika saja ia korban pembulian. 

***

Lonceng jam istirahat kedua berbunyi. Anak sekolah berlarian ke taman bunga, ke lapangan, di gerbang sekolah di bawah pohon ketapang, sebagian ke kolam belakang kantor sekolah. 

Saya keluar belakangan, menyempatkan melihat papan info pengumuman setoran hafalan perkalian saya sudah sampai di mana, setoran hafalan surah pendek dan bacaan shalat sudah sampai di mana. Mulut teman-teman sebagian terisi es lilin layaknya mengisak es krim Mixue, es lilin yang bervariasi di jual di sekolah itu sekedar penjanggal perut menjelang jam pulang begitupun jajanan jalangkote (jajanan khas Sulawesi) yang sebagian dikunyah gurih oleh anak-anak sekolah lainnya. Saya hanya sibuk menguyah yah layaknya mengunyah padahal sedang menghafal surah pendek yang tidak sempat saya baca di rumah. Sebab setiap pulang sekolah selepas makan siang dan mengaji saya ke sawah atau ke kebun.

Rianto tiba-tiba menghampiri saya, brrruuuuk!!!!!! kepala saya terbentur ke papan info setoran hafalan setelah mendapat tendangan putar dari kaki kanannya. Ia memang jago Taekwondo, tendangan dwi chagi itu tepat mengenai batang leher kiri saya hingga terjatuh dan terlempar hingga mengenai papan tripleks pengumuman itu. Tak hanya sampai di situ rupanya ia mengangkat saya bersama rekan-rekannya sampai memukul perut, punggung, hingga ke bagian muka. Darah keluar dari mulut saya yang mungil itu, lalu menyusul muntah, muntahan bubur masakan pagi ibu saya. Rupanya Rianto telah menghancurkan upaya ibu saya yang telah bersusah payah mengenyangkan perut saya agar bisa bertahan hingga jam dua belas siang. Nasi bubur itu hanya bertahan pukul sebelas tepat jam istirahat kedua.

Entah kesalahan saya apa. Anehnya semua teman tak ada yang berani bersaksi apalagi membela saya depan sidang etik sekolah. Guru pun pada takut sama kebesaran tubuh Rianto dan geng Rianto yang ia pimpin di lorong tiga desa Belanga itu.  Saya tidak bisa menjelaskan kronologinya kenapa saya dipukul dan seperti apa perwajahan kemarahan Rianto dari awal. Saya hanya sempat meraih badiknya di punggung kiri tapi ia ambil kembali. Andai saja saya berhasil mencabut badi itu dari gagangnya sebelum ia raih kembali bisa saja saya masuk penjara atau ayah saya yang menggantikan saya di penjara atas kelakuan saya. Tapi saat itu tidak ada pikiran penjara, hanya berusaha melihat, melindungi mata saya, kemaluan saya dari amukan Rianto. Sidang etik sekolah selesai tak ada hasil seperti pembelaan ke saya atau memberi sanksi atas penganiayaan Rianto kepada saya. Sekolah malah meminta saya agar tidak melapor kejadian ini kepada orang tua saya. Jika ayah ibu saya tahu pasti akan mendatangi rumah Rianto meskipun derajatnya di Belanga lebih tinggi dibanding dengan keluarga saya. Bisa saja ayah saya ke kantor polisi jika melihat luka memar, baju robek, gigi hilang satu (apalagi ini bukan gigi susu yang bisa terganti). Entah bagaimana menyembunyikan bekas luka yang tak bisa hilang begitu saja.

Rianto tidak pulang lewat jalan raya, ia bersama gengnya lewat sawah. On Firdaus mengejar Rianto, ia kesal hingga ingin balaskan dendam saya sebelum ayah saya mengetahuinya. Sebab akan terjadi perang antar keluarga, Rianto juga pada dasarnya memiliki hubungan kekeluargaan dengan keluarga saya. Om Firdaus memegang gagang badiknya, ia hampir kehilangan kendali saat menghampiri geng Rianto di pematang sawah belakang rumah. Untung saja kuda Om Firdaus kecicikan saat berantem dengan kuda lainnya, kuda-kuda berlarian hingga Rianto lari ketakutan bersama gengnya. Keduanya selamat, Om Firdaus hampir saja dipenjara seumur hidup jika badinya mengenai tubuh besar Rianto. Badik om Firdaus memiliki pamor yang baik. Rianto juga selamat dari injaran om Firdaus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun