Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengobrol Tanpa HP dan Swafoto adalah Kenangan Berkesan

20 Februari 2023   05:51 Diperbarui: 20 Februari 2023   09:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bertemu kawan lama dalam suasana tatap muka atau semuka menjadi kebanggaan tersendiri pasca pandemi covid-19. Di mana di masa-masa pembatasan pertemuan diberlakukan seakan menutup keran silaturahmi langsung, tapi tentu hal tersebut demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. 

Orang-orang pada era teknologi komunikasi saat ini, ketika bertemu semuka tentu yang paling utama adalah berswafoto. Bahkan pada saat ngobrol tatap muka pun sangat jarang kita jumpai individu yang tanpa lepas dengan handphone di genggamannya sambari bermain game atau sedang chattingan dengan kawan lain di media sosialnya. 

Ada pengalaman menarik bagi saya di suatu siang hingga sore hari di sebuah cafe di pusat perkotaan "Y" tanggal 19 Februari 2023. Setelah kami janjian untuk bertemu di suatu titik dan pada akhirnya berhasil bertemu tanpa ada kendala. Ia berangkat dari hotel atau apartemennya, sebaliknya saya pun berangkat dari penginapan saya. 

Ada rasa haru saat bertemu dengan sahabat lama di tempat asing pada sebuah keramaian kota. Kami menuju sebuah kafe yang cukup terbuka untuk mengobrol dalam artian kami memilih di luar ruangan agar terkena angin sepoi sembari menikmati sajian kelapa muda. Sajian kelapa muda pun hampir lupa kami meminumnya lantaran asyik mengobrol satu sama lain. 

Kawan saya menceritakan pengalamannya selama terangkat jadi dosen di rantauan tepatnya di kampus "S". Yang pertama saya tanyakan tentu kabar, perencanaan pernikahannya, karirnya, hingga studi lanjutnya. 

Sebagai kawan atau sahabat  yang lebih tua darinya tentu saya harus memosisikan diri bagaimana membiarkan ia bicara lepas tanpa menyela. Ia pun asyik memainkan alur ceritanya dengan menggebu-gebu, tentu menyela adalah hal yang kurang sopan dalam percakapan. 

Demikian dalam ilmu sosiolinguistik dan ilmu pragmatik bagaimana agar keberlangsungan komunikasi berjalan tanpa ada ketersinggungan satu sama lain. 

Hingga tiba saatnya pertanyaan tersebut kembali kepada diri saya, saya sendiri yang menciptakan pertanyaan dan jawaban. Berlanjut cerita tentang kawan atau sahabat kami di tempat lain di tempat di mana kami dipertemukan, sebut satu almamater jenjang strata satu di kota M. 

Dunia kami hampir sama, hanya saja proses yang diberikan kepada masing-masing individu yang berbeda. Begitula Tuhan memberikan jalan untuk kita agar mengetahui kebesarannya. 

Dari obrolan tersebut dapat disimpulkan bahwa demikian perjalanan hidup yang harus kita lakoni dan kata-kata orang di luar dari obrolan kami tentu adalah "see you on the top". 

Dalam obrolan sebaya tentu sangat mengalir, namun usia kami cukup berbeda mungkin belasan tahun saya lebih duluan menangis setelah lahiran. Tetapi sayalah yang pada dasarnya banyak mengambil pelajaran hidup dari obrolan tersebut. 

Yang pertama bagaimana menjadi pribadi yang baik, menempatkan diri di dunia kerja profesi dan dunia kerja akademik, sebab ternyata ia memiliki banyak profesi sebagai bekal dari usia muda untuk usia lanjut tentunya, pelajaran lain adalah tak pernah sekalipun menghembuskan kepulan asap rokoknya ke lawan bicaranya, demikian pelajaran lain pada paragraf berikut.

Kurang lebih tiga jam mengobrol hingga di antara kami lupa mengambil gambar, untuk memberi kabar kepada sahabat lainnya yang senantiasa satu frekwensi dengan kami tentunya. 

Sesampai di tempat kami masing-masing, barulah tersadar kenapa tadi kami tidak mengambil gambar sebagai memori yang indah padahal tempatnya cukup instagramable (tentu bisa menambah banyak tanggapan like, komentar hingga pengikut baru dari adik-adik kami yang baru mengetahui akun media sosial kami). 

Saya kembali berfikir dan merenung di sudut kamar seusai mengirup aroma kopi kapal api tubruk dengan sedikit gula (agar meminimalisir konsumsi gula). 

Ada pelajaran berharga yang membuat saya tersadar bahwa ternyata tidak semua kenangan itu harus berwujud dalam bentuk foto. Pertemuan yang berkesanpun tanpa ada cela yang memungkinkan kami saling mencela menjadi sebuah kenangan yang sangat indah untuk dikenang. 

Selalu dalam ingatan saya bahwa sahabat saya tersebut adalah sahabat yang baik. Sebab tak pernah sedikitpun ada cela untuk membiarkan saya memegang handphone, sebaliknya sayapun tidak akan mengingatkan beliau bahwa perlu untuk menelpon seseorang atau mengambil foto lalu mengirimnya di grup alumni misalnya atau sekedar mengunggah di media sosial lalu menandai satu sama lain agar ketahuan bahwa kami sedang bersama. Atau sekedar memberi kabar bahwa kami di sini sedang baik-baik saja. 

Ternyata tanpa memberi kabarpun adalah kabar yang sangat baik-baik saja, seperti pertemuan kami di siang hingga sore tadi. Telepon saya berdering berkali-kali sangat sungkan rasanya untuk pamit. Terdengar suara bising di mana-mana, angin semakin sepoi tak seperti biasanya. 

Saya berpura-pura ke kasir ingin membayar sesuai bil meja dua ternyata bil tersebut sudah ditebus. Dengan maksud ingin membayar dan mencari cela agar bisa mengangkat telponpun sungkan. 

Sepertinya budaya-budaya seperti ini yang sangat dirindukan yakni mengobrol tanpa ada jemari dan pikiran kita kepada handphone hingga menerbangkan foto ke sana ke mari. Bertemu Semuka kawan lama tanpa HP di tangan juga tanpa swafoto adalah masa-masa yang dirindukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun