Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nasib Anak Kos Ketika Warung Langganannya Tutup Berhari-hari

19 Februari 2023   09:49 Diperbarui: 19 Februari 2023   09:50 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak beberapa bulan terakhir. Saya jadi anak kos-kosan demi memaju penyelesaian studi lanjutnya saya. Nasib jauh dari keluarga sehingga malas masak hingga terus-terusan mencari makanan yang sesuai dengan kebutuhan lambung dan pencernaan. Berbeda jika masih remaja atau masih muda, bila ngekos sendirian bisa asal makan seperti jajan sekedar ngisi perut sudah aman. Atau sekedar rebus mie instan, makan roti, ngeteh, dan ngopi sudah cukup. Tapi bagi saya yang sudah berumur empat puluhan tentu dalam memilih makanan banyak pertimbangan alias bukan asal kenyang tetapi sesuai kondisi fisik dan kebutuhan tubuh. Makan gorengan berlebih dan lemak atau jajan sembarang jadi tersiksa sendiri.

Mengingat hari Sabtu tanggal 18 Februari 2023 adalah hari libur nasional karena peringatan Isra dan Miraj bagi umat islam ditambah lagi dengan hari Minggu esok harinya tanggal 19 Februari 2023, sehingga banyak warung makan memilih libur panjang. Cukup kewalahan mencari rumah makan yang sudah sesuai dengan kebiasaan makan kita setiap harinya. Dengan kondisi tersebut sehingga harus berfikir sembari berkeliling kompleks hingga di luar kompleks. Kira-kira menu pilihan apa yang harus dicoba untuk menyesuaikan perut. Tentu di kota besar, banyak warung dan restoran siap saji. Namun lagi-lagi mencari warung pinggir jalan adalah bagaikan sajian menu berjejer namun bingun sendiri mau pilih mana dan ujung-ujungnya toh tidak memilih satupun di antaranya. Bukan berarti tidak enak, tentu menu mereka sangat luar biasa enaknya, bagaimana mungkin bisa bertahan jika sajian mereka kurang lezat dilidah pelanggan. Demikian restoran siap saji tersaji beragam menu baik yang diliat dari scroll grab dan go food atau shopee food, namun terkadang ada kekwatiran selain dari harga yang tentu lipat dua kali dari rumah makan biasa lantaran pajak dengan pengantaran. Tetapi permasalahan kemudian adalah selera individu berbeda-beda.

Beda individu beda selera. Selera makan kita berdasarkan kondisi geografis di mana kita berada. Ada yang suka pedis, tentu lambungnya cukup kuat atau ia terbiasa di kondisi dingin. Sementara orang dekat laut tentu terbiasa makan ikan. Ikan akan menjadi sumber energi bagi petani di kampung saya ditambah dengan sayu mayur. Sementara orang-orang berada di pinggir pantai tertentu, sebut di perkotaan dengan pekerjaan cukup berat bertenaga tentu ia terbiasa dengan sajian daging-dagingan karena kebutuhan perutnya. Orang yang terbiasa dalam keadaan dingin dan kurang gerak juga kebutuhan makan paling nasi sepiring dengan lauk seadanya. Ada juga orang dengan keadaan panas harus selalu ngemil dengan kudapan yang berat-berat. Sehingga lain individu lain selera dan lain kebutuhan. 

Pernah sekali makan di warung pinggir jalan, di kampung sendiri. Isti memilih menu untuk saya yang sudah berumur dan juga cocok untuk anak-anak dan tentu untuk dia. Duduklah kami dan makan berjamaah dengan memilih lauk yang sederhana, alih-alih cari makan untuk kebutuhan hingga pagi. Sepulang dari rumah makan tersebut, sepanjang malam mual dan nyeri di lambung. Ternyata nasinya mentah. Cek percek, tetangga saya juga cerita demikian di malam tersebut. Memang warungnya cukup elit tetapi warung tersebut ternyata spesial untuk pengendara dalam perjalanan jauh. Kebetulan malam itu ia harus menanak nasinya dengan terburu-buru. Begitulah dalam memilih warung makan perlu pertimbangan matang sebab dalam sehari terkadang kita hanya dua atau tiga kali makan berat bagi orang seperti saya. 

Namun jika memilih kos dan hidup berdampingan di perkotaan layaknya mahasiswa baru tentu kebutuhan makan bukan di dasarkan dengan selera namun di dasarkan dengan apa yang ada dan cocok di lidah cocok pula di lambung. Bagi saya dalam memilih menu makanan yang baru tentu pertimbangan pertama adalah kondisi dapur dan tempat makan yang bersih. Persoalan harga menjadi pertimbangan kedua atau ketiga. Sehingga higienes makanan tentu akan nyaman di lambung manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun