Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kue Buroncong; Inspirasi Sarapan Pagi Tanpa Nasi

17 Januari 2023   07:05 Diperbarui: 17 Januari 2023   07:50 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarapan pagi sebelum beraktifitas tentu sangat bermanfaat. Namun selera atas menu sarapan setiap individu bisa saja tidak sama. Tentu faktor budaya di lingkungan keluarga sangat berpengaruh atas pilihan menu sarapan pagi. Budaya masyarakat pada daerah tertentu juga berbeda-beda misalnya di Indonesia kita lebih sering sarapan dengan nasi atau bubur. Sarapan nasi atau bubur juga tidak mesti dilakukan oleh semua orang Indonesia. Karena bisa saja ketersediaan bahan atau materi juga menjadi faktor dalam pemilihan menu sarapan pagi selain nasi.

Sarapan nasi di Indonesia atau di kampung saya khususnya bahwa nasi disajikan tiga kali sehari yakni sarapan, makan siang dan makan malam. Nasi di keluarga kami dianggap sebagai makanan pokok. Setiap makan pada tiga waktu tersebut haruslah nasi. Sebab nasi dianggap menjadi sumber karbohidrat yang baik dan dianggap sumber kekuatan yang baik sebelum beraktifitas. 

Kebetulan aktivitas utama keluarga kami adalah petani. Misalnya untuk dinikmati saat sarapan karena kaya kandungan serat yang bisa membuat perut kenyang lebih lama, sehingga nasi menjadi sarapan pagi kami tinggal lauknya yang berbeda dalam artian tanpa kuah atau sayur.  

Nasi juga menurut orang tua kami saat makan atau sarapan sering diingatkan bahwa nasi merupakan sumber energi yang dapat mendukung tubuh beraktivitas dari pagi hingga jam makan siang tiba. Coba saja dibayangkan bahwa satu gram nasi mengasilkan 0,8 kalori (tergantung jenis beras yang digunakan). Jadi, lima sendok nasi sama dengan 88 kalori, bagus kan.

Seiring dengan perjalanannya waktu dan beralihnya aktivitas kami dari bertani ke profesi lain karena tuntutan saman dan perubahan pola pikir. Anak-anak sudah berkeluarga hingga bercucu, pada akhirnya pola hidup tersebut berubah total.

Pada akhirnya pagi tadi, saya bersama istri mencari inspirasi untuk sarapan pagi yang mudah dijangkau di perkotaan. Dengan mencari sumber karbohidrat dan sumber lainnya selain nasi. Sebab ternyata nasi juga dapat memicu gula, perut buncit, badan kegemukan, dan sebagainya jika tidak diatur dengan baik atau tanpa diimbangi dengan aktivitas olah raga.

Terlintas di benak bahwa salah satu jajanan khas Sulawsi yang biasa disajikan di malam hari ternyat ada juga pedagang ternyata menjajakannya sejak pagi. Sebutlah jajanan tersebut adalah Buroncong (dalam bahasa Bugis Baroncong). Buroncong bisa saja sama dengan jajanan di daerah lain yakni seperti kue pukis.

Namun jajanan ini sedikit berbeda dengan pukis karena proses pembuatan dan bahannya juga sedikit berbeda. Rasanya sedih gurih karena ada tepung terigu, gula pasir, parutan kelapa muda, dan penambah aroma rasa. Kue ini dipanggang dalam cetakan dan api berasal dari kayu bakar. Tepung terigu bisa digantikan dengan tepung talas tanpa merubah rasa dan aroma hanya saja membuat kue berubah menjadi ungu. 

Cara membuatnya adalah dengan menyatukan semua bahan di dalam wadah dan mengaduknya hingga rata dengan air. Setelah adonan siap, dimasukkan ke cetakan baroncong yang telah panas oleh bara api yang sebelumnya telah dioles sedikit minyak kelapa menggunakan kuas atau daun pisang yang dibentuk mirip kuas agar adonannya tidak lengket. Kue baroncong diangkat menggunakan alat khusus menyerupai ganju. Kue Buroncong bisa disaajikan bersama dengan kopi atau teh hangat di pagi hari.

Kue-kue tradisional selaksa mengajak kita bercengkrama masa lalu di kampung halaman sebelum berangkat ke sekolah atau sepulang dari sawah. Nampak ibu menyajikan kue tradisional dengan buah tangannya kadang teh sudah dingin atau masiih hangat. Demikianlah makanan terkadang menjadi simbol cinta dan kasih sayang atau bahkan mengulang kenangan masa silam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun