Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Games Pilihan

Haruskah Ada Latto-Latto di antara Kita?

16 Januari 2023   07:58 Diperbarui: 17 Januari 2023   12:47 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Games. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mengapa harus ada latto-latto? pertanyaan tersebut tentu sedikit ekstrem. Polemik permainan latto-latto hingga kini masih kontroversial menurut saya.

Pertama permainan latto-latto sedikit mengganggu, menyebabkan kebisingan di saat tertentu baik di lingkungan sekolah, di tempat umum maupun di kompleks perumahan.

Kedua, hadirnya Latto-Latto tentu dapat menambah penghasilan bagi pedagang mainan (sebutlah seperti Dinah, Ibu Aini dalam sebuah novel) dan tentu di dunia nyata seperti Yayu (40) (detik.com) ia menuturkan mendapatkan penghasilan bersih 800 ribu per/ hari saat mainan tersebut kian bunyi di beranda media sosial dan di beranda rumah. Latto-Latto tentu menambah pengahsilan juga bagi produsen (sebutlah pabrik mainan anak-anak dari plastik seperti PT. ABD).

Ketiga latto-latto bisa saja menambah produksi plastik di negara kita atau sebaliknya mendaur ulang sisa plastik yang berserakan yang dibuang sembarang tempat oleh orang tertentu. Begitulah latto-latto hingga kini memberi dampak positif dan dampak negatif.

Tersebut seorang petinggi kampus di Indonesia (beredar di grup WhatsApp), ia menyarankan agar latto-latto dilestarikan sebab permainan tersebut adalah permainan tradisional Indonesia.

Pelestarian mainan tradisional tentu sangat penting di era modern saat ini. Tetapi hal tersebut membutuhkan analisa dari aspek sosial budaya, ekonomi, dan sebagainya. Dengan kajian mendalam tentu akan melahirkan buah pikir dan sifatnya obyektif sehingga pro kontra yang ada bisa ditepis.

Seperti yang telah diutarakan oleh pakar Psikologi salah satu kampus di Yogyakarta bahwa permainan latto-latto tersebut dapat meminimalisir ketegantungan anaka-anak dari gadget. Sebagaimana diketahui bersama bahwa gadget juga sangat merugikan kesehatan anak-anak bila mereka sudah kecanduan.

Sebaliknya telah beredar juga bahwa adanya larangan membawa mainan latto-latto ke sekolah per tanggal 9 Januari 2023. Menjelang hari pertama sekolah tempo hari banyak pihak sekolah melarang adanya permainan latto-latto di sekolah karena dianggap mengganggu keberlangsungan pelajaran.

Ia juga sih, adanya bunyi latto-latto di kelas pada saat pelajaran berlangsung tentu akan membuat kebisingan dan membuat siswa dan guru menjadi tidak fokus.

Demikian juga seorang pengajar yang sedang rapat online melalui aplikasi zoom dan aktivitas tersebut terekam selanjutnya di sebar di grup WA. Saat video pembelajaran diputar di WA terdengar suara latto-latto yang mendominasi.

Demikain juga seorang pengusaha yang akan mengirim rekaman presentasi online mereka ke kantor pusat, saat perekaman berlangsung terdengar suara latto-latto yang mendominasi.

Sebut misalnya pada saat menjelang akhir libur semester Desember 2022 kemarin bahwa banyak panitia Porseni Sekolah memasukkan permainana  latto-latto tersebut sebagai bagian dari pertandiangan. Berbagai macam cara panitia untuk menilai sebab berjam-jam beberapa peserta belum saja usai (latto-lattonya terus bunyi).

Tibalah ide seorang juri (guru olah raga mungkin) ia mengatakan bahwa siapa yang biasa mainkan latto-latto seperti irama di tiktok dialah juaranya. Semua peserta pun dapat melakukan.

Kebingunan berlangsung dan pada akhirnya seorang guru berinisiatif menghentikan perlombaan tersebut dengan sertifikat kosong *tanppa ada juara* dan hadiah seadanya. 

Beberapa kasus yang beredar melalui pemberitaan online bahwa seorang anak dilarikan ke RS karena bibirnya terkena Latto-Latto. Seorang ibu rumah tangga di salah satu kompleks Z bahwa berkelahi dengan tetangga karena anak tetangga sedang memainkan mainan latto-latto sepanjang hari sepanjang malam (kecuali terlelap).

Pak RT pun tidak bisa mendamaikan, demikian juga pak Imam di kompleks Z tersebut terkadang salah sebut bacaan lantaran terganggu dengan suara latto-latto dari luar masjid setiap jam shalat lima waktu berlangsung. Seorang ibu yang doyan main HP dan main tiktok sangatlah senang melihat anaknya suka main latto-latto dibanding main HP.

Sebaliknya pula bahwa seorang anak yang dulunya rajin belajar sendiri, namun sejak pintar main latto-latto, lebih dominan main latto-latto dibanding memulai hafalan.

Demikian berbagai kisah latto-latto yang sempat terekam. Haruskah ada Lattto-Latto diantara kita di tengah laju teknologi, di tengah kompleksitas, di depan resesi tahun 2023 yang katanya akan berdampak bagi kita semua.

Sebentar lagi pemilu, apakah Latto-latto masih bertahan hingag 2024?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun