Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen/ Writer

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Hari Libur Sekolah Nasional

3 Mei 2020   21:55 Diperbarui: 28 Maret 2023   16:24 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak gadisku, si bungsu merayu
Ingin berseragam dari baju
Yang disulam semalam oleh Ibu,
Seperti sulaman nenek dahulu di bawah sulu.

Dicobanya dua hingga tiga kali
Namun tak ada yang cocok, jika dipasangkan dengan dasi.
Aku ke pasar mencari benang seperti tali
Hanya ada kain putih dan abu-abu, sudah terjahit rapi
Aku menawar harganya tiga hingga empat kali.

"Pasti aku beli, jawabku dalam hati
Dialogku dalam hati padahal pasar juga sepi,
Bahkan hampir saja tutup jika selepas pagi,
Entah kapan buka lagi".

Aku kembali ke rumah lalu bertanya kepada mereka
Wahai anakku! Untuk apa kamu ke sekolah?
Ini masih hari libur, tak ada tukang kunci yang datang
Penjual balon juga tak datang
Anak tetangga kita memilih pulang kampung
Mungkin juga ibu guru! Ah tidak! mungkin mereka sedang buat rapor dan ijazah
Atau jajanan untuk dijualnya di sore hari.

"Aku ingin duduk di bangku sekolah ayah, sekali saja dengan seragam yang dijahit ibu
Lalu ayah memotret aku dan adikku, kirimkan di grup keluarga kata mereka tanpa basa-basi
agar nenek dan kakek tetap senang di kampung dan mereka tahu aku sedang sekolah jadi tak bisa pulang kampung ayah!".

Hujan awal Mei sedikit menghalau pagi, membasuh pekarangan, hatiku juga basah
Atau aku menyembah matahari agar tak lagi menusuk sum-sumku.

Nak bukan hujan dan matahari yang menghambatmu ke sekolah
Tapi loncengnya tak lagi berbunyi
Tak ada yang peduli.

Hanya Lonceng waktu berbunyi
Bertanda jam makan untuk anak kelas I dimulai.

Mereka duduk di sudut kamar membayangkan seperti duduk tepat di sudut depan ibu guru Emi tanpa ragu, sebab tak ada guru
dipandangi deretan foto presiden, juga beberapa foto pahlawan nasional
Ia balik berbisik kepadaku sambil menunjuk foto yang gagah berani
"kapan aku bisa seperi dia" matanya tanpa ragu.

Anak gadisku hanya berdiri di belakang 1 bangku dari laki
Diintip cahaya sela papan, lubang seng
Memantul di baju putih-putih
Menggigit bangku tak bercat itu
Seakan berkata
Bagaimana rasanya duduk di bangku sekolah
Aku ingin jadi dokter, jika aku besar agar aku bisa membantu orang sakit
Tidak tidak, aku ingin jadi koki handal agar bisa memberi nutrisi.

Pukul 04.15 dini hari aku terbangun
Hampir kesiangan tidak makan sahur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun