Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anggaran Pendidikan Indonesia 2025: Rekor Membanggakan atau Peluang yang Terbuang?

19 Desember 2024   16:23 Diperbarui: 19 Desember 2024   16:23 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rasio Belanja Pendidikan terhadap Anggaran Pemerintah Negara-negara Bagian India (Centre for Budget and Governance Accountability)

Pendanaan pendidikan merupakan faktor kunci dalam menentukan kemajuan sosial-ekonomi suatu negara, tetapi sering kali dihadapkan pada inefisiensi dan salah prioritas. Klaim Presiden Prabowo tentang anggaran pendidikan Indonesia, bersama dengan perbandingan dengan negara-negara global dan regional dalam acara penyerahan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2025, serta peluncuran Katalog Elektronik versi 6.0, yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 10 Desember 2024, memberikan peluang untuk analisis hubungan kompleks antara alokasi anggaran dan metrik pendidikan di Indonesia. Meskipun klaim tersebut memiliki elemen kebenaran, analisis yang lebih mendalam mengungkapkan realitas yang lebih rumit, kelemahan sistemik, dan peluang yang terlewatkan yang menghambat kemajuan pendidikan Indonesia.

Anggaran Pendidikan Rekor pada 2025: Nominal Tinggi, Dampak Terbatas

Klaim Presiden Prabowo bahwa anggaran pendidikan Indonesia pada 2025 akan mencapai rekor sebesar Rp724,3 triliun memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Dibandingkan tahun anggaran 2024, anggaran belanja negara Indonesia untuk pendidikan 2025 juga tumbuh cukup signifikan sebesar 8,92%, serta mencerminkan kepatuhan terhadap mandat konstitusi yang mewajibkan 20% dari anggaran nasional dialokasikan untuk pendidikan. Pertumbuhan nominal ini merupakan pencapaian yang layak dibanggakan, terutama di tengah tekanan fiskal dan prioritas bersaing lainnya. Namun, angka ini, meskipun mengesankan di atas kertas, menyembunyikan masalah yang lebih dalam yang membatasi potensinya untuk mentransformasi pendidikan Indonesia.

Kenaikan anggaran pendidikan sebagian besar disebabkan oleh penyesuaian Produk Domestik Bruto (PDB) yang diproyeksikan tumbuh antara 4,8 sampai 5,6% dan peningkatan pendapatan negara sebesar 7,25%, bukan karena upaya yang ditargetkan untuk memperbaiki sistem pendidikan. Dalam APBN 2025, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp3.005 triliun dan belanja ditargetkan mencapai Rp3.621 triliun, naik sebesar 6,23%. Rasio anggaran pendidikan dibandingkan dengan total anggaran belanja negara masih tetap saam sebesar angka minimum yang diwajibkan konstitusi yang telah berjalam sejak tahun 2009. Selain itu, rasio antara anggaran belanja pendidikan negara juga tetap tidak berubah secara masif, diproyeksikan sebesar 3% dibandingkan dengan PDB untuk tahun anggaran 2025. Bahkan, rasio anggaran pendidikan dengan PDB dalam 10 tahun terakhir bisa dikatakan tidak banyak berubah, antara 2,9 hingga 3,6%, menandakan stagnasi daripada prioritas progresif.

Rasio Anggaran Pendidikan Indonesia dengan PDB (Kementerian Keuangan RI)
Rasio Anggaran Pendidikan Indonesia dengan PDB (Kementerian Keuangan RI)

Kurangnya hubungan yang jelas antara peningkatan pengeluaran dan hasil pendidikan yang lebih baik juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang pemanfaatan anggaran pendidikan. Sasaran kuantitatif, seperti angka partisipasi siswa masih mendominasi agenda, sementara faktor-faktor kualitatif seperti hasil belajar dan kinerja guru masih kurang mendapat perhatian. Tanpa reformasi yang berarti, rekor anggaran pendidikan Indonesia berisiko menjadi pencapaian simbolis daripada kekuatan transformasi.

Perbandingan Global: Dinamika Belanja Pendidikan Publik di Amerika Serikat dan India

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo juga mengklaim bahwa anggaran pendidikan publik yang menjadi prioritas utama di Indonesia memiliki tren yang berbeda di Amerika Serikat (AS) dan India. Beliau menyatakan bahwa pengeluaran pertahanan AS melebihi pengeluaran pendidikan, suatu penyederhanaan yang mengabaikan sifat desentralisasi sistem pendidikan AS. Pemerintah federal AS sendiri mengalokasikan $874 miliar untuk pertahanan pada tahun fiskal 2024, masih lebih rendah dengan anggaran pendidikan publik K-12---menggabungkan kontribusi federal, negara bagian, dan lokal---yang mencapai $878,2 miliar.

Struktur pendanaan yang kompleks ini menunjukkan investasi signifikan dalam pendidikan yang sebenarnya melebihi pengeluaran pertahanan jika dilihat secara holistik. Selain itu, AS menghabiskan rata-rata $17.700 atau sekitar Rp 285,53 juta per siswa, jauh melampaui investasi per siswa di Indonesia yang diperkirakan hanya mencapai Rp13,63 juta (dengan asumsi 53,14 juta siswa, belum termasuk mahasiswa). Kontribusi pemerintah federal yang relatif kecil (13,6% dari total anggaran pendidikan K-12) menyoroti pentingnya pemerintah negara bagian dan lokal dalam penyelenggaraan pendidikan publik di Indonesia. Dengan mengabaikan kompleksitas ini, klaim Prabowo mendistorsi realitas pendanaan pendidikan AS dan implikasi luasnya bagi pengembangan sumber daya manusia, dibandingkan dengan pertahanan nasional.

Alokasi Belanja Pendidikan per Siswa pada Negara-negara Bagian AS (EducationData.org)
Alokasi Belanja Pendidikan per Siswa pada Negara-negara Bagian AS (EducationData.org)

Selain itu, klaim Presiden Prabowo bahwa India menghabiskan lebih banyak untuk pertahanan daripada pendidikan juga tidak bisa disimpulkan benar. Pemerintah pusat India memang mengalokasikan $67 miliar untuk pertahanan, jauh lebih tinggi daripada $14,2 miliar untuk pendidikan. Namun, perbandingan ini mengabaikan peran signifikan pemerintah negara bagian, yang menanggung 89,3% dari total biaya pendidikan publik di negara tersebut, dengan total pengeluaran mencapai $132,71 miliar---hampir dua kali lipat anggaran pertahanan.

Strategi pendanaan pendidikan India sangat berfokus pada pendidikan dasar (60,52%), mencerminkan penekanan pada literasi dan numerasi dasar. Namun, tantangan masih tetap ada, seperti dana yang lebih kecil pada institusi pendidikan tinggi, kesenjangan regional dengan negara bagian besar (dari segi jumlah penduduk) seperti Maharashtra dan Madhya Pradesh mampu mengalokasi antara 15-20% dari PDB mereka sedangkan negara bagian seperti Telangana hanya mengalokasikan kurang dari 10%, serta pelaksanaan kebijakan yang tidak konsisten. Meskipun demikian, pengeluaran pertahanan yang mendominasi di tingkat pusat tidak menjadi gambaran bahwa India masih menjadikan pendidikan sebagai area prioritas.

Rasio Belanja Pendidikan terhadap Anggaran Pemerintah Negara-negara Bagian India (Centre forBudget and Governance Accountability)
Rasio Belanja Pendidikan terhadap Anggaran Pemerintah Negara-negara Bagian India (Centre forBudget and Governance Accountability)

Indonesia Dibandingkan dengan Negara-negara G20 dan ASEAN

Di antara negara-negara G20, pengeluaran pendidikan Indonesia relatif sangat rendah, hanya sebesar 3% dari PDB. Sebagai perbandingan, negara-negara seperti AS (6,1%) dan Prancis (5,4%) mengalokasikan hampir dua kali lipat atau lebih secara persentase dibandingkan dengan PDB. Angka nominal bahkan jauh lebih besar, mengingat PDB negara-negara tersebut jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Perbedaan ini mencerminkan keterbatasan kapasitas fiskal Indonesia dan prioritas nasional yang bersaing, belum mampu menjadi pendidikan ke peran primer, di atas belanja-belanja lainnya secara signifikan. Bahkan, India yang memiliki PDB per kapita setengah dari Indonesia, menyalurkan anggaran pendidikan lebih besar hingga mencapai 3,74% dibandingkan PDB.

Rasio Anggaran Pemerintah Secara Total dan untuk Pendidikan terhadap PDB di Negara-negara Anggota G20 (Dana Moneter Internasional/IMF)
Rasio Anggaran Pemerintah Secara Total dan untuk Pendidikan terhadap PDB di Negara-negara Anggota G20 (Dana Moneter Internasional/IMF)

Perlu diingat, negara-negara dengan pengeluaran pendidikan yang lebih tinggi relatif menikmati ekosistem inovasi yang lebih unggul, daya saing ekonomi yang lebih kuat, dan hasil sosial yang lebih baik, terutama di negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki rata-rata IQ sebesar 78,49 (peringkat ke-129 dari 197 menurut World Population Review). Investasi rendah Indonesia dalam sektor pendidikan menunjukkan kurangnya fokus strategis, menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuannya untuk membangun sumber daya manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan jangka panjang. Tanpa perubahan signifikan dalam prioritas anggaran, Indonesia berisiko semakin tertinggal dari rekan-rekan G20 dalam hal kualitas pendidikan dan pembangunan sosial-ekonomi.

Di dalam ASEAN, pengeluaran pendidikan Indonesia juga relatif mengecewakan, berkontribusi pada kinerjanya yang buruk dalam penilaian internasional. Dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dari OECD Tahun 2022, Indonesia hanya mempunyai skor rata-rata 379 dalam Matematika, 371 dalam Membaca, dan 396 dalam Sains, jauh tertinggal dari tetangga regional seperti Vietnam dan Malaysia. Hasil ini menyoroti ketidakefektifan model pengeluaran Indonesia saat ini, yang lebih memprioritaskan input daripada hasil.

Perbandingan Skor PISA Antar-Negara di ASEAN (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/OECD)
Perbandingan Skor PISA Antar-Negara di ASEAN (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/OECD)

Meskipun tingkat literasi Indonesia relatif tinggi mencapai 96%, negara ini kesulitan menerjemahkan literasi dasar menjadi hasil belajar yang bermakna. Tantangan seperti infrastruktur yang tidak memadai, pelatihan guru yang buruk, dan distribusi sumber daya yang tidak merata memperburuk masalah ini. Sementara pesaing regional terus berinvestasi dalam pendidikan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia berisiko tertinggal dalam upaya membangun tenaga kerja yang terampil dan kompetitif.

Struktur Anggaran dan Efisiensi Pengeluaran

Anggaran pendidikan Indonesia pada 2025 dibagi antara belanja pemerintah pusat sebesar Rp297,2 triliun, TKD Rp347,1 triliun, dan pembiayaan Rp80 triliun. Alokasi utama mencakup dana operasional sekolah (BOS), subsidi pendidikan tinggi melalui program KIP, dan proyek revitalisasi infrastruktur. Pendekatan desentralisasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi diwarnai oleh inefisiensi dan kurangnya akuntabilitas. Fokus pada metrik kuantitatif, seperti jumlah siswa yang terdaftar atau fasilitas yang direnovasi, mengurangi perhatian pada tujuan penting seperti peningkatan hasil belajar. Sumber daya juga masih sering terkonsentrasi di pusat-pusat perkotaan, meninggalkan daerah pedesaan dan kurang berkembang.

Analisis data PISA 2022 lebih jauh yang mencakup kuesioner siswa dan sekolah menggambarkan ketimpangan kondisi pendidikan tersebut. Sekolah-sekolah di daerah pedesaan dengan populasi kurang dari 3.000 jiwa memiliki skor literasi matematika terendah, yaitu 341,94, yang berada pada level 1b atau di bawah kecakapan minimum. Hal ini konsisten dengan skor literasi membaca dan sains mereka yang juga paling rendah dibandingkan dengan kelompok geografi lainnya, masing-masing pada level 1a. Perbedaan signifikan terlihat ketika dibandingkan dengan sekolah di daerah perkotaan besar yang memiliki populasi antara 1.000.000 hingga 10.000.000 jiwa. Guru-guru di daerah terpencil mengaku menghadapi tantangan besar dalam mengajar karena kekurangan jumlah guru dibandingkan dengan murid. Selain itu, kondisi infrastruktur fisik seperti bangunan, lapangan olahraga, pendingin ruangan, pencahayaan, dan sistem pengeras suara di sekolah-sekolah tersebut sangat kurang memadai. Proses pembelajaran juga terkendala akibat minimnya ketersediaan perangkat digital seperti komputer, akses internet, sistem manajemen pembelajaran, dan platform pendidikan, yang semakin penting di era digital saat ini.

Dengan kata lain, struktur pengeluaran pendidikan Indonesia, meskipun secara nominal besar, gagal memberikan hasil yang merata dan bermakna. Pergeseran mendasar menuju penganggaran yang berorientasi pada hasil, dengan fokus pada kualitas dan kesetaraan, sangat diperlukan untuk membuka potensi transformatif dari investasi ini. Untuk benar-benar mentransformasi sistem pendidikan, Indonesia sudah seharusnya memprioritaskan pengeluaran yang efisien, distribusi sumber daya yang lebih merata, serta peningkatan kualitatif dalam pengajaran dan pembelajaran. Dengan menjembatani kesenjangan antara alokasi anggaran dan hasil nyata, Indonesia dapat memperkuat sumber daya manusia, mendorong inovasi, dan mengamankan keunggulan kompetitif di lanskap global dan regional. Tanpa reformasi seperti itu, anggaran pendidikan Indonesia berisiko menjadi tonggak statistik daripada katalisator perubahan yang tahan lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun