Anggaran pendidikan Indonesia pada 2025 dibagi antara belanja pemerintah pusat sebesar Rp297,2 triliun, TKD Rp347,1 triliun, dan pembiayaan Rp80 triliun. Alokasi utama mencakup dana operasional sekolah (BOS), subsidi pendidikan tinggi melalui program KIP, dan proyek revitalisasi infrastruktur. Pendekatan desentralisasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi diwarnai oleh inefisiensi dan kurangnya akuntabilitas. Fokus pada metrik kuantitatif, seperti jumlah siswa yang terdaftar atau fasilitas yang direnovasi, mengurangi perhatian pada tujuan penting seperti peningkatan hasil belajar. Sumber daya juga masih sering terkonsentrasi di pusat-pusat perkotaan, meninggalkan daerah pedesaan dan kurang berkembang.
Analisis data PISA 2022 lebih jauh yang mencakup kuesioner siswa dan sekolah menggambarkan ketimpangan kondisi pendidikan tersebut. Sekolah-sekolah di daerah pedesaan dengan populasi kurang dari 3.000 jiwa memiliki skor literasi matematika terendah, yaitu 341,94, yang berada pada level 1b atau di bawah kecakapan minimum. Hal ini konsisten dengan skor literasi membaca dan sains mereka yang juga paling rendah dibandingkan dengan kelompok geografi lainnya, masing-masing pada level 1a. Perbedaan signifikan terlihat ketika dibandingkan dengan sekolah di daerah perkotaan besar yang memiliki populasi antara 1.000.000 hingga 10.000.000 jiwa. Guru-guru di daerah terpencil mengaku menghadapi tantangan besar dalam mengajar karena kekurangan jumlah guru dibandingkan dengan murid. Selain itu, kondisi infrastruktur fisik seperti bangunan, lapangan olahraga, pendingin ruangan, pencahayaan, dan sistem pengeras suara di sekolah-sekolah tersebut sangat kurang memadai. Proses pembelajaran juga terkendala akibat minimnya ketersediaan perangkat digital seperti komputer, akses internet, sistem manajemen pembelajaran, dan platform pendidikan, yang semakin penting di era digital saat ini.
Dengan kata lain, struktur pengeluaran pendidikan Indonesia, meskipun secara nominal besar, gagal memberikan hasil yang merata dan bermakna. Pergeseran mendasar menuju penganggaran yang berorientasi pada hasil, dengan fokus pada kualitas dan kesetaraan, sangat diperlukan untuk membuka potensi transformatif dari investasi ini. Untuk benar-benar mentransformasi sistem pendidikan, Indonesia sudah seharusnya memprioritaskan pengeluaran yang efisien, distribusi sumber daya yang lebih merata, serta peningkatan kualitatif dalam pengajaran dan pembelajaran. Dengan menjembatani kesenjangan antara alokasi anggaran dan hasil nyata, Indonesia dapat memperkuat sumber daya manusia, mendorong inovasi, dan mengamankan keunggulan kompetitif di lanskap global dan regional. Tanpa reformasi seperti itu, anggaran pendidikan Indonesia berisiko menjadi tonggak statistik daripada katalisator perubahan yang tahan lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H