Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kisah Suram Kebijakan Fiskal Indonesia: Sosialisme yang Akhirnya Menggerogoti Kemakmuran Nasional

2 Desember 2024   18:07 Diperbarui: 2 Desember 2024   18:07 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendapatan Pemerintah: Membebani Rakyat

Jika dilihat lebih dalam, pendapatan pemerintah Indonesia menunjukkan ketergantungan yang meningkat pada pajak, terutama dari rumah tangga. Pada tahun 2023, pajak menyumbang 77% dari total pendapatan pemerintah. Pajak penghasilan dan PPN menjadi komponen terbesar, mencerminkan ketergantungan pemerintah pada kontribusi rumah tangga.

Meskipun terdapat beban pajak yang berat ini, pendapatan yang dihasilkan belum dimanfaatkan secara efektif untuk kepentingan rakyat. Peningkatan tajam dalam PPN dan pajak lainnya menunjukkan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan pengumpulan pendapatan jangka pendek daripada stabilitas ekonomi jangka panjang. Pendekatan ini berisiko lebih lanjut menekan pengeluaran konsumen, yang sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan di ekonomi yang berorientasi domestik seperti Indonesia.

Paham Sosialisme yang Menjadi Biang  Penghancur Kemajuan

Di balik salah kelola fiskal Indonesia terletak keyakinan mendalam pada sosialisme. Sosialisme merupakan sistem ekonomi dan politik yang menekankan kepemilikan kolektif atau kontrol negara atas alat-alat produksi, distribusi kekayaan yang merata, dan intervensi besar pemerintah dalam ekonomi. Meskipun sering dianggap sebagai alternatif yang lebih adil dibanding kapitalisme, sejarah menunjukkan bahwa sosialisme cenderung mengurangi efisiensi ekonomi, mematikan inovasi, dan menciptakan ketergantungan pada pemerintah.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan fiskal dan ekonomi yang dilakukan selama beberapa dekade terakhir mencerminkan pola sosialisme yang terselubung. Pemerintah tidak hanya membebani rakyat melalui pajak tinggi, tetapi juga menggunakan hasil pajak untuk mendanai subsidi dan belanja birokrasi yang membengkak, bukannya investasi produktif. Ketergantungan yang besar pada redistribusi kekayaan, alih-alih mendorong pertumbuhan melalui sektor swasta, semakin memperkuat ciri-ciri sosialisme.

Indonesia juga menunjukkan kontrol negara yang kuat atas sumber daya dengan adanya ketergantungan pada badan usaha milik negara (BUMN). Ironisnya, meskipun BUMN menjadi tulang punggung perekonomian di banyak sektor strategis, mereka sering menjadi sumber inefisiensi karena birokrasi dan korupsi.

Indonesia vs. Argentina (Sebelum Javier Milei) dan Venezuela: Kemiripan yang Mengkhawatirkan

Argentina, sebelum reformasi ekonomi di bawah Presiden Javier Milei, adalah contoh sempurna dari keruntuhan akibat sosialisme terselubung. Selama beberapa dekade, pemerintah Argentina menerapkan kebijakan populis, termasuk subsidi besar-besaran, kontrol harga, dan pajak tinggi. Ketergantungan negara pada utang untuk membiayai pengeluaran membengkak, menciptakan defisit fiskal yang kronis. Akibatnya, inflasi melonjak hingga 100%, mata uang kehilangan nilainya, dan masyarakat jatuh ke dalam kemiskinan yang meluas. Indonesia menunjukkan pola yang serupa. Dengan rasio utang yang terus meningkat (39% dari PDB pada 2023) dan pengeluaran besar pada subsidi serta bunga utang, Indonesia berada di ambang risiko ekonomi yang mirip. Kenaikan pajak, seperti PPN, hanya memperburuk tekanan pada rumah tangga, sebagaimana yang terjadi di Argentina.

Venezuela menjadi contoh paling tragis dari kehancuran akibat sosialisme. Negara ini, yang dulunya kaya berkat cadangan minyak yang masif, kini berada di bawah rezim komunis yang menerapkan kontrol penuh atas ekonomi. Nasionalisasi sektor swasta, pembatasan perdagangan, dan subsidi besar-besaran menyebabkan keruntuhan total. Inflasi mencapai ratusan persen, mata uang tidak bernilai, dan jutaan rakyat terpaksa melarikan diri akibat kelaparan dan kekerasan. Walaupun Indonesia belum sampai pada level kehancuran Venezuela, tanda-tandanya mulai terlihat. Ketergantungan pada subsidi dan intervensi pemerintah yang besar telah menciptakan ekonomi yang tidak efisien. Selain itu, alokasi besar untuk bunga utang (20% dari belanja pemerintah pada 2023) menunjukkan bagaimana ketergantungan fiskal ini mulai meniru pola kehancuran di Venezuela.

Pelajaran yang Harus Dipetik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun