Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tambah Kementerian Tambah Masalah, Kritik untuk Pemerintahan Baru Prabowo Subianto

15 Oktober 2024   13:28 Diperbarui: 15 Oktober 2024   14:45 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prabowo Subianto yang akan dilantik sebagai presiden untuk periode 2024-2029 tampaknya punya solusi ajaib untuk masalah Indonesia: menambah kementerian! Ini tentu menjadi langkah brilian untuk "membagi kue politik" kepada para pendukung. 

Siapa peduli kalau kita harus membayar lebih? Toh, uang rakyat bukan masalah besar, selama para sekutu politik bisa dapat kursi. Dan ironisnya, ini dilakukan di negara yang sudah lama melarang komunisme, tapi sepertinya pemerintahan besar versi Prabowo adalah pengecualian yang diterima.

Sekalipun jumlah pasti kementerian yang akan ada dalam pemerintah Prabowo belum terkonfirmasi, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad telah menyatakan bahwa dalam Kabinet Prabowo akan terjadi penambahan jumlah menteri dari sebelumnya 34. 

Lantas, bagaimana sebenarnya penambahan kementerian ini justru bukannya menyelesaikan masalah negara ini menuju Indonesia Emas 2045, tetapi justru berpotensi menambah beban bagi berbagai pihak, termasuk rakyat Indonesia?

Masalah Beban Birokrasi

Salah satu masalah utama dalam memperluas jumlah kementerian adalah risiko terciptanya birokrasi yang gemuk. Mesin pemerintahan Indonesia telah lama bergumul dengan ketidakefisienan, termasuk lambatnya pengambilan keputusan, tanggung jawab yang tumpang tindih, dan kurangnya koordinasi antar-kementerian dan lembaga. 

Alih-alih meningkatkan tata kelola, penambahan kementerian justru bisa menghasilkan kebingungan administratif yang lebih besar. Masalah ini bukan hanya masalah Indonesia, tetapi juga dialami oleh negara lain dengan sistem birokrasi yang besar dan kompleks.

Misalnya, India dengan 58 kementerian dan 93 departemen pemerintah pusat menghadapi masalah kelambanan birokrasi selama bertahun-tahun. Tanggung jawab antar-kementerian yang saling tumpang tindih sering kali memperlambat proyek penting, seperti pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan sosial.

Ketidakefisienan ini telah memicu frustasi publik dan menjadi hambatan besar dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif. Begitu pula di Nigeria, dengan hanya 24 kementerian federal, menghadapi masalah korupsi dan birokrasi yang menghambat kemampuan untuk melaksanakan reformasi dan meningkatkan pelayanan publik.

Sebaliknya, negara seperti Amerika Serikat dan Jerman telah mengadopsi struktur pemerintahan yang lebih ramping, dengan menjaga jumlah kementerian yang relatif kecil sebanyak masing-masing 15 departemen federal namun memiliki mandat yang luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun