Hal ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akuntabilitas yang lebih jelas. Meskipun tidak ada solusi yang berlaku untuk semua, pelajaran yang bisa diambil, birokrasi yang lebih besar sering kali menghasilkan pemerintah yang lebih lambat dan kurang efektif.
Imbalan Politik: Patronase Ketimbang Kebijakan
Keputusan untuk menambah jumlah kementerian juga menimbulkan kekhawatiran bahwa langkah ini lebih bermotif politik daripada perbaikan tata kelola untuk menjadi lebih baik.Â
Dalam sejarah politik Indonesia, jabatan kabinet sering kali digunakan sebagai imbalan bagi sekutu politik, anggota koalisi, dan pendukung. Membuat kementerian baru memberikan cara mudah untuk mendistribusikan imbalan politik ini. Namun, praktik ini berisiko mengorbankan kompetensi dan efisiensi dalam pemerintahan demi stabilitas politik jangka pendek.
Masalah ini sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Brasil, misalnya, proliferasi kementerian di bawah berbagai pemerintahan telah dikritik karena lebih mengutamakan patronase politik daripada tata kelola yang profesional.Â
Akibatnya, banyak kementerian yang kekurangan kepemimpinan yang berkualitas, sehingga kebijakan menjadi inkonsisten dan pelayanan publik buruk. Ketika pertimbangan politik lebih diutamakan daripada kualifikasi, konsekuensi jangka panjang bagi tata kelola sangatlah berat.
Bagi Indonesia, hal ini bisa berarti bahwa perluasan kementerian di bawah Prabowo akan mengisi pos-pos pemerintahan yang penting dengan orang-orang yang ditunjuk secara politis daripada para ahli sekalipun di tengah isu lainnya dengan adanya zaken kabinet, yang pada akhirnya akan melemahkan kemampuan administratif negara.Â
Di negara yang sudah menghadapi tantangan besar---dari kemiskinan hingga ketimpangan sosial dan degradasi lingkungan---pendekatan ini justru dapat menghambat kemajuan yang berarti.
Beban Finansial dan Disiplin Fiskal
Masalah besar lainnya adalah beban finansial yang muncul akibat ekspansi pemerintah. Setiap kementerian baru membawa biaya tambahan, termasuk biaya administratif, gedung perkantoran, personel, dan anggaran operasional.Â
Untuk negara seperti Indonesia, di mana pemulihan ekonomi pasca-pandemi masih rentan dan tekanan inflasi terus meningkat, memperluas birokrasi bisa mengalihkan sumber daya yang sangat dibutuhkan dari layanan penting seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.