Sebagian besar keuntungan ekonomi dari penambangan pasir dan ekspor kemungkinan besar akan mengalir ke perusahaan besar dan elite politik, sementara masyarakat lokal menerima sedikit manfaat. Selain itu, industri yang terlibat dalam ekstraksi pasir seringkali menyediakan pekerjaan sementara dengan upah rendah, tanpa menjamin peningkatan ekonomi jangka panjang bagi pekerja atau ekonomi lokal.
Menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), potensi nilai ekspor pasir laut mencapai Rp733 miliar, tetapi potensi pendapatan negara hanya mencapai Rp74 miliar. Dengan kata lain, nilai potensi penerimaan negara yang relatif kecil, penerapan kebijakan ekspor pasir tidak sebanding dengan risiko kerusakan ekosistem lingkungan laut.
Selain itu, komunitas pesisir yang bergantung pada keanekaragaman hayati laut untuk perikanan dan pariwisata kemungkinan besar akan menderita akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan pasir. Dengan merusak ekosistem ini, pemerintah merongrong mata pencaharian berkelanjutan dan berisiko menciptakan ketidakstabilan ekonomi jangka panjang di wilayah yang bergantung pada lingkungan laut yang sehat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan dalam mempromosikan "ekonomi biru", yang menekankan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan kesehatan ekosistem laut. Bahkan, Indonesia telah mencanangkan target penurunan emisi dari sektor kelautan pada second Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai bagian dari komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris. Ekspor pasir lautÂ
Masalah Hukum dan Regulasi: Pemerintahan yang Lemah
Masalah lainnya ada pertanyaan yang harus dijawab, apakah Indonesia memiliki kerangka peraturan yang diperlukan untuk mengelola risiko lingkungan yang ditimbulkan oleh ekstraksi dan ekspor pasir? Keputusan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kemampuan pemerintah untuk memastikan bahwa ekstraksi dilakukan secara berkelanjutan dan transparan. Kurangnya regulasi lingkungan yang jelas dan dapat ditegakkan dapat menyebabkan ekstraksi berlebihan secara besar-besaran, yang meningkatkan risiko penambangan pasir ilegal. Ini telah menjadi masalah di masa lalu, dengan operasi penambangan pasir ilegal berkembang di bawah pengawasan regulasi yang lemah.
Di negara yang masih menghadapi masalah korupsi yang signifikan, ada risiko bahwa keuntungan dari ekspor pasir dapat disalahgunakan. Tanpa pengawasan yang ketat dan tata kelola yang transparan, manfaat dari kebijakan ini mungkin tidak akan pernah sampai ke masyarakat luas, yang justru memperburuk ketidaksetaraan dan degradasi lingkungan. Jangan sampai, Indonesia kembali digemparkan dengan kasus mega korupsi serupa seperti yang baru ini terjadi dengan tata niaga komoditas timah yang melibatkan PT Timah Tbk dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun.
Selain itu, Indonesia telah berkomitmen terhadap Perjanjian Paris dan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD). Mengizinkan ekspor pasir laut dapat melanggar komitmen ini dengan mempromosikan aktivitas yang merusak ekosistem laut dan meningkatkan emisi karbon melalui penghancuran habitat.
Kebutuhan Akan Alternatif Berkelanjutan
Keputusan Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan untuk mengizinkan ekspor pasir laut mungkin memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, tetapi biaya jangka panjang terhadap lingkungan, masyarakat, dan reputasi internasional Indonesia terlalu besar. Jika Indonesia serius ingin mencapai pembangunan berkelanjutan dan melindungi sumber daya alamnya, pemerintah harus memprioritaskan strategi ekonomi alternatif yang tidak mengorbankan lingkungan.
Alih-alih mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas untuk keuntungan finansial sesaat, pemerintah seharusnya fokus pada promosi "ekonomi biru" yang berkelanjutan, berinvestasi dalam energi terbarukan, ekowisata, dan perikanan yang berkelanjutan. Dengan melakukan hal ini, Indonesia dapat menciptakan kesejahteraan jangka panjang bagi rakyatnya sambil melestarikan ekosistem unik dan tak tergantikan untuk generasi mendatang.