Setelah dilarang selama dua dekade, Indonesia telah kembali mengizinkan ekspor pasir laut. Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut pada 15 Mei 2023 yang kemudian didukung dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20 dan 21 Tahun 2024.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia pernah melarang ekspor pasir laut di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002, yang tertuang pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 89/MPP/Kep/2/2002, SKB.07/MEN/2/2002, dan 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Larangan ekspor pasir laut saat itu dilakukan dengan alasan tingginya kerusakan ekosistem pesisir.
Lantas, bagaimana konsekuensi potensial dari dilanjutkannya ekspor pasir laut ini? Apakah keuntungan ekonomi jangka pendek sepadan dengan kerusakan ekosistem laut Indonesia?
Dampak Lingkungan: Ancaman terhadap Ekosistem Laut
Indonesia merupakan rumah bagi salah satu lingkungan pesisir dan laut terbesar, serta paling beragam di dunia. Ekstraksi pasir laut, yang seringkali dilakukan dengan pengerukan dasar laut, dapat menyebabkan kerusakan parah pada ekosistem ini.
Pengerukan pasir menyebabkan erosi pantai, menghancurkan habitat bagi kehidupan laut seperti terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Ekosistem ini sangat penting bagi keanekaragaman hayati dan berfungsi sebagai tempat pembibitan bagi ikan dan organisme laut lainnya yang sangat penting bagi industri perikanan Indonesia. Menurut The Swiftest, Indonesia memiliki 4,813 spesies ikan yang merupakan terbanyak kedua di dunia setelah Australia dan turut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan indeks biodiversitas tertinggi kedua setelah Brazil.
Dengan mengganggu ekosistem dasar laut, ekstraksi pasir juga dapat menyebabkan runtuhnya rantai makanan laut, mengancam spesies, dan mengurangi populasi ikan. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat pesisir Indonesia yang sangat bergantung pada perikanan untuk kebutuhan pangan dan ekonomi. Menurut WRI Indonesia, ikan berkontribusi sebesar 50% untuk protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Selain itu, Indonesia merupakan produsen ikan tangkap laut lepas terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dapat memenuhi 25% dari permintaan perikanan di dunia dengan nilai ekspor sektor perikanan bernilai hingga $6,24 miliar pada 2022.
Erosi pantai akan membuat garis pantai Indonesia lebih rentan terhadap kenaikan permukaan laut dan peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim. Dengan mengekspor pasir, Indonesia secara efektif mengikis pertahanannya sendiri terhadap bencana terkait iklim, yang mengancam lingkungan dan pemukiman manusia. Tentu hal ini menjadi ancaman besar karena Yonvitner et al. mencatat bahwa wilayah pesisir Indonesia dihuni tidak kurang dari 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai di 300 kabupaten dan kota.
Keuntungan Ekonomi: Pendek dan Tidak Merata
Pemerintah Indonesia tentu berharap bahwa ekspor pasir laut akan memberikan dorongan ekonomi melalui perdagangan dan penciptaan lapangan kerja. Namun, keuntungan dari keputusan ini kemungkinan besar akan terkonsentrasi pada sejumlah kecil industri dan elite, sementara biaya akan ditanggung oleh masyarakat lokal dan generasi mendatang.