Sebagai contoh, Bandara Internasional Kualanamu di Medan yang seharusnya mengakomodasi 8 juta penumpang, kini melayani lebih dari 12 juta penumpang setiap tahunnya. Kompleksitas birokrasi, sengketa pembebasan lahan yang berlarut-larut, dan lambatnya pelaksanaan proyek telah menjadi ciri khas pengembangan atau perluasan bandara di Indonesia. Kekurangan ini menghambat pertumbuhan perjalanan udara dan menciptakan hambatan yang menghambat potensi Indonesia sebagai pusat logistik regional.
Hambatan Biaya: Membuat Langit Tak Terjangkau
Impian terbang tetap berada di luar jangkauan finansial banyak masyarakat Indonesia. Gabungan banyak faktor berkontribusi terhadap kenaikan harga tiket pesawat. Pajak bandara yang tinggi, bahan bakar yang mahal, dan ketidakefisienan operasional lainnya dalam industri mendorong biaya maskapai naik, yang akhirnya membebani penumpang.Â
Sebagai perbandingan, harga rata-rata tiket domestik di Indonesia mencapai Rp1.500.000 untuk rute populer, sekitar 30% lebih tinggi daripada negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Pasar domestik Indonesia yang didominasi oleh beberapa pemain besar telah memunculkan struktur oligopolistik yang memberikan maskapai lebih banyak kelonggaran untuk mempertahankan harga tinggi. Meskipun maskapai berbiaya rendah ada, jumlah tersebut relatif sedikit dan tetap didominasi oleh grup perusahaan besar yang sama.
Membuat Jalur ke Depan: Intervensi yang Diperlukan
Untuk memicu potensi penerbangan Indonesia, mengatasi hambatan mendasar tersebut merupakan kunci yang paling utama. Indonesia harus memupuk dedikasi yang kuat terhadap protokol keselamatan. Hal ini tentu membutuhkan investasi dalam pesawat modern, program pelatihan dan kualifikasi pilot berkelanjutan, serta kolaborasi dengan mitra internasional untuk menerapkan praktik keselamatan kelas dunia.Â
Proyek pengembangan bandara harus memangkas birokrasi dan mempercepat pengerjaan, termasuk membangun terminal canggih, memperluas landasan pacu, dan memodernisasi sistem navigasi udara. Sangat penting untuk mendorong persaingan yang sehat. Mengundang pendatang baru, baik domestik maupun internasional, dan mendukung model berbiaya rendah, akan menyuntikkan persaingan dan berpotensi menurunkan harga tiket. Kemitraan dengan pemimpin industri penerbangan yang mapan dapat bermanfaat bagi Indonesia, menyediakan akses ke kemajuan teknologi, sistem keselamatan, dan peluang untuk memanfaatkan pengetahuan teknis yang diperlukan.Â
Indonesia memang belum berada pada titik kritis. Meskipun demikian, pilihan yang dibuat untuk mengatasi tantangan penerbangannya akan membentuk tidak hanya arah industri, tetapi juga mempengaruhi pembangunan ekonomi bangsa yang lebih luas dan kemampuannya untuk menghubungkan penduduknya yang luas dengan mulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H