Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesona dan Ketabahan dari Alexandra dan Diana: Kisah Dua Putri yang Terpisah oleh Zaman

5 Maret 2024   11:20 Diperbarui: 5 Maret 2024   11:25 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Alexandra dari Denmark dan Diana, Putri Wales (Sumber: Royal-Confessions Tumblr)

Alexandra dari Denmark dan Lady Diana Spencer merupakan dua bintang yang pernah bersinar terang dalam sejarah Kerajaan Inggris. Lahir dari dunia yang berbeda, mereka dipersatukan oleh takdir yang luar biasa: menjadi putri yang dicintai dan dihormati oleh banyak insan, bahkan hingga ke berbagai penjuru dunia. Akan tetapi, di balik tiara berkilauan dan gaun mewah yang mereka kenakan, tersembunyi kisah hidup yang penuh lika-liku, diwarnai glamor, skandal, keteguhan, dan patah hati.

Kecantikan yang Memukau

Alexandra, yang lahir di tahun 1844, tidak dilahirkan untuk kejayaan sebagai pesohor kerajaan besar. Meski berasal dari keluarga bangsawan, mereka jauh dari kekayaan atau kekuasaan. Namun, Alexandra memiliki kecantikan luar biasa. Kulitnya bercahaya, matanya biru berkilauan, dan sosoknya langsing bak patung hidup yang menjadikannya sosok sempurna di masa kejayaan Ratu Victoria. Kecantikannya jugalah yang membuat dia tersohor hingga ke telinga Ratu Victoria, yang melihatnya sebagai calon menantu ideal bagi Pangeran Wales, Bertie, yang terkenal dengan gaya hidup flamboyan. Seabad kemudian, Lady Diana Spencer muncul dengan pesonanya yang tak kalah memikat. Lahir pada tahun 1961 dari keluarga aristokrat Inggris ternama, Diana memiliki garis keturunan yang bisa dikatakan cukup sempurna untuk dunia kerajaan. Kecantikannya yang menawan, dengan mata berkilauan dan senyum malu-malu, memancarkan kepolosan khas masa mudanya. Ketika Pangeran Charles, yang saat itu berusia tiga puluhan, mulai mendekatinya, takdir seakan menulis babak baru dalam dongeng kerajaan Inggris.

Pernikahan yang Menggemparkan Dunia

Alexandra dan Diana memiliki pernikahan megah yang disaksikan oleh pesohor dan masyarakt dari seluruh dunia. Pernikahan Alexandra dengan Bertie di tahun 1863 menjadi peristiwa gembira, menandakan era baru bagi monarki Inggris. Sang putri muda, dengan gaun sutra dan renda putihnya, disambut publik sebagai angin segar. Pernikahan Diana dengan Pangeran Charles di tahun 1981 menjadi sensasi media global. Gaunnya yang megah dengan untaian panjang bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Dunia menyaksikan pernikahan mereka, percaya bahwa sang putri yang pemalu dan pangerannya akan memulai kisah cinta layaknya di buku cerita.

Retakan di Balik Fasad

Meskipun kemegahan pernikahan mereka yang legendaris, dongeng kehidupan mereka pada masa-masa berikutnya tidak seindah yang dibayangkan. Bertie, meskipun terpesona oleh kecantikan Alexandra, merupakan suami yang tidak setia. Sejak awal pernikahan, rumor tentang wanita simpanannya selalu menghantui sang putri muda. Alexandra menanggung beban ini dengan ketabahan luar biasa. Dia tidak ingin patah hati pribadinya mengganggu tugas kerajaannya. Dia mendedikasikan diri untuk kegiatan amal, fashion, dan anak-anaknya, serta menjadi simbol kasih karunia di tengah tekanan bagi banyak wanita pada masanya.

Kisah Diana pada abad berikutnya bahkan jauh lebih bergejolak. Berbeda dengan Alexandra, dia tak ingin hanya menjadi hiasan indah. Mendambakan cinta yang tidak pernah ia dapatkan dari suaminya, Diana mencari pengakuan di tempat lain. Rumor perselingkuhan, penyakit bulimia, dan ledakan emosi mewarnai hidupnya. Dia mendobrak banyak aturan statis dalam keluarga Kerajaan Inggris, termasuk dengan memberikan wawancara mengejutkan yang mengungkap kesepian dan disfungsi di balik tembok istana, yang secara tidak langsung menjadi deklarasi perang terhadap Ratu Elizabeth II dan keluarganya.

Ikon yang Tak Terlupakan Hingga Saat ini

Alexandra, meskipun mengalami penderitaan pribadi, akhirnya menjadi Permaisuri pada tahun 1901 dan kemudian Ibu Suri yang dipuja bangsa. Kesempurnaan lahiriahnya diwarnai dengan kesedihan. Matanya memancarkan kebijaksanaan, pengakuan atas pengorbanan yang dia lakukan demi citra kerajaan. Dia menemukan hiburan dalam citra publiknya, menggunakan popularitasnya untuk berbagai tujuan. Diana, di sisi lain, dikenal oleh publik dan media sebagai "Putri Rakyat". Kerentanannya membuatnya dicintai publik yang mendambakan keaslian, meskipun tindakannya dianggap loyalis membahayakan monarki. Semakin hancur pernikahannya, semakin besar pula kekuatan bintangnya. Dia adalah sosok yang penuh kontradiksi -- pelindung badan amal AIDS, namun terjebak dalam siklus hubungan yang merusak. Kematiannya yang tragis di tahun 1997 memicu luapan kesedihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengukuhkan statusnya sebagai ikon tragis yang selamanya terpaku di masa muda.

Mengungkap Kebenaran yang Kompleks

Alexandra dan Diana menarik perhatian karena kompleksitas mereka. Alexandra mewujudkan putri tradisional, penderitaan pribadinya diubah menjadi citra ideal untuk kebaikan mahkota. Akan tetapi, nada melankolis di baliknya tidak dapat disembunyikan, sebuah pengakuan atas harga yang dibayar untuk mempertahankan ilusi tersebut. Diana, sebaliknya, melambangkan pemberontakan. Dia melawan sistem, meskipun dengan konsekuensi yang pahit bagi dirinya dan monarki. Meskipun demikian, dalam perjuangannya, publik menemukan keaslian, keterhubungan, dan kenyataan bahwa para bangsawan pun tak luput dari penderitaan manusia.

Kedua putri ini, yang dipisahkan oleh satu abad, menunjukkan kepada kita bahwa bahkan dalam batasan ketat kehidupan kerajaan, pilihan individu memiliki konsekuensi yang melampaui diri mereka sendiri. Warisan mereka mengundang pertanyaan: bagaimana sebuah institusi yang terikat oleh tradisi harus beradaptasi dengan dunia yang semakin menuntut transparansi dan mengakui bahwa tokoh-tokoh yang dipuja pada akhirnya hanyalah manusia biasa dengan segala kelemahan mereka?

Warisan Abadi Bagi Perempuan dan Inspirasi untuk Indonesia

Ratu Alexandra dan Putri Diana bukanlah sekadar catatan kaki dalam sejarah. Mereka adalah simbol yang lebih besar, mewakili ketegangan antara kehidupan pribadi dengan citra publik, serta tuntutan tradisi dengan kebebasan individual. Warisan mereka memaksa kita untuk mempertanyakan, apakah dongeng modern membutuhkan pemeran utama yang sempurna, atau justru mereka yang menunjukkan kerentanan manusia? Kedua wanita ini, dengan cara mereka yang berbeda, membuat kita merenungkan institusi monarki itu sendiri dan evolusinya yang diperlukan di era keterbukaan dan akuntabilitas yang meningkat.

Cerita dari hidup Alexandra dan Diana juga memiliki banyak kesamaan dengan kisah para pemimpin perempuan di Indonesia. Banyak perempuan Indonesia yang harus menghadapi rintangan dan diskriminasi dalam perjalanan mereka menuju kesuksesan. Namun, seperti Alexandra dan Diana, mereka tidak gentar untuk melawan dan memperjuangkan apa yang mereka yakini. R.A. Kartini sebelum menjadi pahlawan nasional yang dikenal sebagai pejuang pendidikan bagi perempuan Indonesia, harus melawan ketidaksetaraan terhadap perempuan Indonesia yang dilarang untuk mengecap pendidikan dan pengembangan diri. Megawati Soekarnoputri sebagai presiden perempuan pertama Indonesia, bahkan harus mengalami perlawanan politis sekalipun setelah berhasil membawa partai politiknya sebagai pemenang pemilu tahun 1999. 

Susi Pudjiastuti dalam masa jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang dikenal dengan keberaniannya dalam memberantas illegal fishing menghadapi perundungan dari banyak pihak yang mempermasalahkan dirinya yang tidak lulus dari bangku sekolah menengah atas. Dengan kata lain, kisah dua putri dari Kerajaan Inggris, Alexandra dan Diana, serta banyak perempuan Indonesia dapat menjadi inspirasi bagi perempuan Nusantara untuk terus berjuang dan mencapai cita-cita. Kita dapat belajar dari keteguhan Alexandra dalam menghadapi adversity dan keberanian Diana dalam melawan tradisi yang sudah usang, serta tokoh-tokoh perempuan Indonesia yang berani mendobrak stigma dan sistem yang kolot di negara ini. Selamat Menyambut Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun