Mohon tunggu...
Aldo
Aldo Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan sarjana ekonomi dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sang Avatar Kembali: Telaah Kritis atas Adaptasi Live-Action Netflix dari "Avatar: The Last Airbender"

27 Februari 2024   20:59 Diperbarui: 27 Februari 2024   21:16 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serial animasi "Avatar: The Last Airbender" tetap menjadi sebuah pencapaian budaya, dicintai karena karakter yang kaya, pembangunan dunia yang kompleks, serta tema-tema mengharukan seputar persahabatan, perang, dan penebusan kegagalan. 

Warisan dari serial ini terus bertumbuh di tahun-tahun setelah episode terakhirnya, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu serial animasi terhebat yang pernah dibuat. 

Oleh karena itu, berita adaptasi live-action Netflix disambut dengan perpaduan antisipasi sekaligus kegelisahan oleh para penggemar. Kini setelah serial baru tersebut diluncurkan ke publik, waktunya telah tiba untuk menelaah apakah serial ini menghormati materi serial animasi yang menjadi inspirasinya atau justru gagal memenuhi ekspektasi.

Dunia yang Diimajinasikan Ulang: Visual dan Latar

Salah satu elemen terkuat dari adaptasi live-action ini adalah visualnya yang menakjubkan. Seni pengendalian air, tanah, api, dan udara (dalam dunia Avatar disebut dengan istilah "bending"), yang selalu menjadi sorotan animasi aslinya, sekarang lebih menonjol lagi dengan efek spesial yang mengesankan. 

Keberagaman lanskap, dari bentangan es Suku Air hingga metropolis Ba Sing Se, begitu mendetail, membenamkan penonton ke dalam dunia yang unik ini. Upaya untuk menciptakan latar yang dipengaruhi oleh kebudayaan Asia dan Inuit patut dipuji -- tercermin dalam arsitektur, pakaian, dan adat yang menunjukkan perhatian cermat dalam proses adaptasi.

Darah dan Daging: Pemeran dan Karakter

Faktor terpenting (dan paling diperdebatkan) dalam setiap adaptasi adalah penggambaran karakter yang dicintai pada serial aslinya. Serial live-action ini mengambil pendekatan yang cukup berhasil. Gordon Cormier sebagai Aang membawa energi muda dan beban jiwa Sang Avatar dengan baik.. Kiawentiio Tarbell sebagai Katara memiliki kehangatan dan tekad yang kuat, sedangkan Ian Ousley sebagai Sokka memberikan percikan humor yang menghibur. 

Para tokoh antagonis, terutama Pangeran Zuko yang pemurung (Dallas Liu), mendapat tambahan kedalaman dan nuansa dalam penceritaan ulang ini. Meskipun demikian, beberapa karakterisasi mungkin terasa tidak konsisten bagi mereka yang sangat akrab dengan versi animasi.

Perubahan dan Pilihan: Mengadaptasi Cerita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun