Mohon tunggu...
Regita Shifa Andira
Regita Shifa Andira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi UMM

currently studying psychology

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Belimbur pada Acara Adat Erau di Kutai Kartanegara

24 Januari 2022   17:11 Diperbarui: 24 Januari 2022   17:19 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan, dimana tiap daerah di seluruh sudut Indonesia mempunyai kebudayaan khasnya tersendiri. 

Kebudayaan merupakan tindakan dan karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan kemudian dipelajari (Koentjaraningrat, 2003:72). Kebudayaan di setiap daerah ini turun menjadi sebuah adat istiadat yang bisa menarik orang lain untuk mengunjungi dan mempelajari daerah tersebut.

Kota Tenggarong yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur memiliki banyak daya tarik wisata yang merupakan peninggalan dari kerajaan Kutai Kartanegara. Disini juga terdapat satu upacara adat yang masih dilestarikan sampai detik ini yaitu Erau. Erau berasal dari kata 'eroh' yang artinya ramai, hilir mudik, bergembira dan berpesta yang merupakan simbol kebesaran kerajaan Kutai.

Pada mulanya, upacara adat erau terbentuk sebagai acara penobatan Raja Kutai yang pertama dan sejak saat itu menjadi upacara adat yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Rangkaian kegiatan Erau terdiri dari beluluh sultan, menjamu benua, merangin, ngatur dahar, mendirikan tiang ayu, bepelas, mengulur naga, belimbur, dan merebahkan tiang ayu.

Salah satu kegiatan Erau yaitu Belimbur. Belimbur merupakan tradisi saling menyiramkan air kepada sesama masyarakat di sepanjang jalan yang dilaksanakan pada penutup Erau. Maksud dari tradisi ini ialah sebagai sarana untuk membersihkan diri dari semua bentuk kejahatan, akan tetapi masyarakat sering menyalahgunakan tradisi ini. 

Belimbur disarankan untuk menggunakan air putih yang bersih tetapi masyarakat lebih banyak menggunakan air selokan yang bisa berbahaya jika terkena kulit manusia, masyarakat juga sering membuat kericuhan di beberapa titik jalan saat tradisi ini berlangsung. 

Sehingga, tradisi belimbur yang seharusnya bermakna suci dan sakral menjadi sebuah tradisi yang sering dipermainkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Dengan adanya tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh masyarakat, sudah seharusnya diberikan edukasi dan peringatan mengenai acara adat Erau khususnya saat tradisi Belimbur karena rangkaian kegiatan ini merupakan tradisi sakral yang sudah dijaga dari bertahun-tahun lalu. Masyarakat diharapkan bisa kooperatif dalam menjalani tradisi tahunan ini agar tidak menimbulkan dampak negatif untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Devi. (2020). KAJIAN TENTANG TRADISI BERLIMBUR PADA BUDAYA ERAU DI DESA KUTAI LAMA KECAMATAN ANGGANA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA. eJournal Sosiatri-Sosiologi 2020, 8 (4): 129-141.

Sofyan Agus. (2018). PELAKSANAAN FESTIVAL ERAU DI KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2016 DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA. eJournal Ilmu Komunikasi, 6 (1): 311-324.

Endovalentio Ginting. (2019). Suling Dewa dan Memang Dalam Ritual Bepelas Pada Upacara Erau di Kutai Kartanegara. (Tesis, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2019). Diakses dari http://digilib.isi.ac.id/4653/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun