Puisi bisa dikatakan sebagai seni dalam berbahasa. Â Puisi ditulis dari kata-kata yang bertutur halus, dipadukan secara harmonis, sehingga menghasilkan untaian kalimat-kalimat yang indah dan maknawi. Dengan untaian kalimat yang begitu halus dan maknawi, maka seseorang yang dipuji dengan puisi pun bisa begitu tersanjung hingga jatuh cinta. Kalaupun puisi dipakai sebagai media kritik, maka kritik itu akan terasa begitu santun.
Namun penggunaan puisi sebagai media kritik harus dilakukan secara cermat dengan memerhatikan situasi dan kondisi. Meskipun kritik itu dikemas dengan untaian kalimat-kalimat yang indah dan halus, namun bisa memberi kesan dan makna yang kontroversi, apalagi disampaikan dalam situasi yang kurang kondusif, maka sama seperti memanas-manasi publik yang sudah terlanjur emosi. Orang-orang pun bisa mengamuk. Jika kondisi massa sudah mengamuk, puisi pun tak lagi terasa puitis.
Puisi yang tak puitis. Untaian kata-kata indah namun bermakna kontroversi. Meski terdengar indah, namun menyinggung hingga relung hati. Hati tersayat-sayat saat keyakinan itu dihujat. Masyarakat bergejolak menumpahkan amarah. Segala caci maki dan sumpah serapah akhirnya tercurah. Jagalah tulisanmu, agar tintanya tidak mencoreng wajahmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H