Sudah hampir 4 tahun Bapak Joko Widodo menjadi Presiden Indonesia. Selama itu pula kita sudah dapat melihat dan menilai kinerjanya sebagai seorang presiden. Ada pihak yang puas, namun ada pihak yang kecewa dengan hasil kerjanya. Sebagai masyarakat awam yang telah merasakan kepemimpinan Bapak Joko Widodo, aku pun memiliki penilaian tersendiri. Aku tidak merasa kecewa dengan kepemimpinannya, namun tidak pula merasakan kepuasan, apalagi sampai orgasme.
Ketika debat presiden tahun 2014, khususnya ketika membahas tentang ekonomi, Bapak Joko Widodo sangat menekankan untuk melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur. Barangkali selama menjadi pengusaha, beliau merasakan betul banyaknya hambatan dalam  menjalankan usahanya yang disebabkan buruknya infrastruktur nasional. Saat debat capres itu berlangsung, janji pembangunan infrastuktur merupakan prioritas yang harus dilaksanakan ketika beliau menjadi presiden.
Janji perbaikan dan pembangunan infrastruktur tersebut telah terbukti sekarang. Pembangunan infrastruktur dilakukan di berbagai wilayah di nusantara, mulai dari pembangunan jalan, tol laut, jembatan, waduk, pelabuhan, bandara, dan fasilitas lainnya.Â
Pembangunan infrastruktur yang begitu gencar selama empat tahun ini membutuhkan dana yang sangat besar, sehingga pemerintah pun menggenjot pendapatan dari pajak, serta mencari investor dalam maupun luar negeri untuk pembiayaan infrastruktur tersebut. Hasil pembangunan infrastruktur pun mulai terlihat dengan banyaknya fasilitas yang diresmikan oleh Bapak Joko Widodo di berbagai daerah. Selamat.
Untuk menjadi sebuah negara yang maju memang membutuhkan infrastruktur yang baik dan memadai. Tanpa infrastruktur yang baik, maka pergerakan ekonomi akan terhambat dan distribusi barang serta orang akan terganggu. Semua negara maju memiliki infrastruktur yang tak hanya baik, namun sudah memanfaatkan teknologi yang sangat canggih. Sedangkan untuk ukuran Indonesia yang tergolong negara berkembang ini, tak perlu pula infrastruktur itu canggih, tersedia pun sudah patut diapresiasi.
Kinerja Bapak Joko Widodo dalam membangun infrastruktur patut diacungi jempol. Empat jempol kalau perlu.
Meskipun ada beberapa kasus kecelakaan di beberapa proyek, hal itu bisa menjadi bahan evaluasi dan perbaikan dalam membangun proyek di masa yang akan datang. Setiap proyek pembangunan infrastruktur memang seharusnya nol kesalahan, karena kesalahan sedikit saja dalam proyek pembangunan, dapat berakibat fatal, bisa menimbulkan korban luka hingga memakan korban jiwa. Namun jangan sampai akibat terjadinya musibah di beberapa proyek, membuat kita lupa untuk mengapresiasi keberhasilan puluhan proyek yang dibangun dengan aman sentosa.
Kini keunggulan infrastruktur Indonesia mulai bisa disandingkan dengan infrastruktur dari negara-negara maju. Infrastruktur sudah dapat dinikmati oleh masyarakat di seantero negeri. Jalan-jalan dibangun untuk membuka akses kelompok masyarakat yang selama ini terisolasi. Aliran listrik menjadikan Indonesia semakin terang benderang hingga ke pelosok desa. Mobilitas masyarakat pedalaman semakin cepat dengan dibukanya rute-rute baru penerbangan perintis. Seluruh negeri semakin terkoneksi dengan sinyal radio, telepon, televisi, bahkan internet. Wilayah terpencil yang dulunya antah berantah, mulai tersentuh dengan modernisasi.
Jika pada masa pemerintahan Bapak Joko Widodo begitu fokus dan gencar membangun infrastruktur, maka harapan kepada pemerintahan setelah Bapak Joko Widodo adalah mempercepat pembangunan kualitas manusia. Manusia Indonesia yang jumlahnya lebih dari dua ratus juta ini, perlu dididik, diayomi, diberdayakan, serta ditingkatkan kualitas intelektual, iman, takwa, dan akhlaknya sehingga dapat berkompetisi dengan manusia dari negara lain. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas baik, tentunya Indonesia tidak perlu lagi impor tenaga kerja asing.
Usaha membangun sumber daya manusia yang berkualitas memanglah tidak mudah serta membutuhkan waktu yang lama. Barangkali hasilnya baru terlihat setelah 10 atau 20 tahun kemudian. Namun jika kualitas manusia berhasil dibangun, maka pembangunan sains dan teknologi akan semakin cepat. Ketika negara tidak mau membangun kualitas anak bangsanya sendiri, maka negara tidak akan mampu untuk mandiri dalam membangun peradabannya. Tentu harapan ke depan, pemimpin negara ini benar-benar serius fokus membangun sumber daya manusia. Negara tidak hanya gencar membangun beton, namun juga serius membangun intelektual dan akhlak warganya. Batu bara, minyak, nikel, pasir besi, gas kelak akan habis karena tidak dapat diperbarui. Namun manusia serta akal pemikirannya akan terus tumbuh dan berkembang seiring kemajuan zaman. Dengan demikian, pemimpin ke depan harus memiliki kesadaran bahwa sumber daya manusia yang berkualitas adalah aset terbesar bagi bangsa.
Apakah pembangunan kualitas manusia di periode pemerintahan saat ini dianggap berhasil? Entahlah. Namun jika dilihat secara seksama, tampak kehidupan sosial masyarakat yang kian miris. Kasus perselingkuhan semakin marak, banyak guru yang dipolisikan muridnya, geng motor yang kian ganas, pembegalan terjadi dimana-mana, kejadian bunuh diri semakin sering terjadi, belum lagi kasus asusila dan kriminal lainnya yang barangkali hanya Tuhan yang tahu jumlah pastinya.
Bisa jadi, bobroknya tatanan sosial masyarakat yang terjadi saat ini disebabkan akumulasi dari rusaknya sistem pendidikan kita, penegakan hukum yang tidak tegas dan adil, tontonan alay, inflasi yang tinggi, pendapatan yang rendah, subsidi yang dicabut, tarif pajak yang tinggi, jaminan sosial yang ala kadarnya, gaya hidup konsumtif, korupsi yang menggila, sementara masyarakat dipertontonkan kehidupan pejabat dan selebritis yang serba mewah. Adanya ketimpangan yang tinggi antara yang kaya dengan yang miskin. Orang miskin bukannya malas bekerja, barangkali sengaja dimiskinkan supaya "orang-orang tinggi" tidak kekurangan objek pencitraan.
Siapakah yang sanggup memperbaiki keberadaban bangsa kita yang telah mencapai titik nadir ini? Jika infrastruktur adalah simbol peradaban, maka akhlak merupakan simbol keberadaban. Saat ini kita disilaukan dengan beton-beton yang semakin tinggi, namun disisi lain, kita terenyuh melihat tata karma dan sopan santun yang kian luntur. Negeri ini membutuhkan pembangunan peradaban dan keberadaban yang seimbang. Siapakah pemimpin Indonesia yang mampu melakukan perbaikan itu? Silahkan tanya pada rumput yang terbakar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H