Kata sukarelawan (atau lebih singkat ditulis RELAWAN) sudah menjadi “brand image” masyarakat di Indonesia. Kata ini menjadi “booming” di Indonesia paska tsunami Aceh pada Desember 2004 dan sampai saat ini, aktivitas kerelawanan terus digaungkan. Banyak lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang mensosialisasikan aktivitas kerelawanan meskipun lembaga resmi negara yang khusus menangani kerelawanan belum ada.
Relawan dan Pekerja Sosial
Sebelum jauh-jauh melanjutkan tulisan ini, saya akan mencoba mendefinisikan relawan dan pekerja sosial. Lho apa bedanya? Ya jelas beda…
Relawan, menurut Ahyudin (Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)) merupakan individu atau sekumpulan individu yang bersedia mendedikasikan sebagian atau seluruh potensi dan aset yang dimilikinya untuk berkontribusi terhadap perubahan positif pada lingkungannya, baik mikro maupun makro, atas dasar rasa tanggungjawab dirinya sebagai individu dan peran kolektifnya sebagai warga negara dan dunia, atas prinsip kesukarelaan.
Sementara itu, definisi pekerja sosial, teman-teman bisa membaca artikel ini dan artikel ini. Semoga lebih bermanfaat.
Indonesia Sebagai Negeri Relawan
Motivasi saya menulis ini adalah artikel ini, di mana anggota DPR kebanyakan diisi oleh artis dan pengusaha. Pertanyaan saya, berapa orang anggota DPR yang pernah terlibat dalam aktivitas kerelawanan? Ini penting karena orang yang lama berkecimpung dalam dunia kerelawanan, akan lebih peka terhadap permasalahan masyarakat. Mereka yang tidak pernah aktif dalam kegiatan kerelawanan, sangat mungkin ia tidak tahu permasalahan rakyat.
Dengan sangat banyaknya permasalahan yang dialami rakyat, seharusnya Indonesia menjadi negeri para relawan. Relawan ini yang akan membantu masyarakat, dari skala mikro sampai makro. Dalam skala mikro, relawan dapat membantu masyarakat dalam jangka pendek, misalkan memberikan sembako atau segala hal yang bersifat charity.
Dalam skala makro, relawan bisa membuat pemberdayaan untuk kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang, atau mengadvokasi rakyat dalam berbagai hal dan yang paling penting adalah terlibat dalam langsung dalam pengelolaan negara.
Dengan demikian, jika relawan dilibatkan sebagai elemen pembangunan bangsa, maka hasilnya bisa lebih baik. Apalagi jika aktivitas kerelawanan menjadi syarat utama dari penerimaan PNS dan pejabat publik, seperti yang dilakukan Amerika Serikat. Misalkan seseorang yang mencalonkan diri menjadi Presiden, setidaknya harus memiliki jam terbang sebagai relawan minimal 10000 jam. Untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), seseorang harus memiliki minimal 5000 jam aktivitas kerelawanan, dan lain-lain.
Untuk mewujudkan hal ini bukan hal yang mudah, namun juga bukan hal yang sulit jika kita bersungguh-sungguh untuk membuatnya. Kita bisa mencontoh (lagi) Amerika Serikat atau negara-negara lain dalam pengelolaan relawan. Namun kita juga perlu payung hukum untuk relawan, misalnya dengan undang-undang yang mengatur hal-hal mengenai kerelawanan. Sehingga hak dan kewajiban relawan diatur jelas di dalam undang-undang tersebut.