Bagian dari komunikasi politik yaitu khalayak atau komunikan. Dalam bukunya Wahid (2012) Khalayak dalam komunikasi mempunyai arti pihak yang menjadi tujuan disampaikannya suatu pesan. Di komunikasi politik, khalayak ada yang pasif dan ada yang aktif menurut teori komunikasi massa. Khalayak aktif adalah khalayak yang melakukan seleksi dalam mengkonsumsi media dan khalayak pasif adalah khalayak yang cenderung menerima saja apa yang disampaikan oleh media.
Kali ini saya akan membahas khalayak dalam komunikasi politik di Indonesia, yaitu mengenai unjuk rasa yang terus dilakukan oleh demonstran kepada pemerintah tentang Reklamasi Teluk Jakarta. Demonstrasi ini berisi tuntutan menolak proyek reklamasi dengan didukung beberapa alasan yang kuat. Demonstrasi dilakukan oleh banyak kalangan mulai dari mahasiswa, warga Jakarta, sampai nelayan yang tinggal dan bermata pencaharian di kawasan teluk Jakarta tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 52 Tahun 2011, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan. Sederhananya, reklamasi adalah suatu kegiatan pemanfaatan lahan untuk hal yang lebih baik.
Reklamasi Teluk Jakarta mencakup 17 pulau yang disebut pulau A-Q, ide proyek ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1995 dari waktu pemerintahan Soeharto, setelah tahapan yang sangat panjang dan beberapa struktur pemerintahan dilewati, baru pada tahun 2015 dimana Jakarta dikepalai oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mana pengerjaan reklamasi Teluk Jakarta mulai dilangsungkan saat dikeluarkannya izin atas reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulai I, dan Pulau K di Teluk Jakarta tersebut.
Saat dikenalkan pada publik, proyek ini mendapat banyak pro dan kontra dari beberapa kalangan, karena sudah ada persetujuan dari pemerintah maka proyek ini terlaksana, namun dalam prosesnya ternyata masih saja terdapat pihak yang kontra, yang membuat proyek ini tidak berjalan lancar dan tertunda dikarenakan menuai protes dari berbagai kalangan.
Dikutip dari Metrotvnews.com Ratusan mahasiswa dari Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta beserta para nelayan melakukan demostransi untuk menolak atas keputusan pemerintah yang akan melanjutkan reklamasi karena mereka beranggapan bahwa reklamasi dapat merusak lingkungan dan eksistem partai. (13/09/1016)
Dilain kesempatan para pihak yang berwenang seperti Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menghentikan proyek ini karena mereka punya 3 alasan, seperti alasan hukum, lingkungan dan alasan teknis mengapa proyek ini tetap dilanjutkan. Luhut menyampaikan bahwa tidak ada masalah yang perlu dikawatirkan karena semua aspek sudah mereka pertimbangkan dan masalah nelayan menjadi prioritas mereka.
Dari kasus ini yang menjadi acuan saya adalah khalayaknya yaitu mahasiswa, sudah jelas bahwa mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa tersebut, dalam hal ini kontra terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta yang sudah disetujui oleh pemerintah, buktinya mereka melakukan demonstrasi dan meminta untuk menghentikan proyek reklamasi ini.
Semestinya sebagai mahasiswa kita tidak harus secara mentah-mentah menolak (kontra) pada reklamasi  ini dengan beralaskan dampak negatif yang mungkin akan terjadi, tetapi kita  juga harus mempertimbangkan dan memahami dampak positif atau manfaat dari reklamasi kedepannya. Bukankah untuk mencapai sesuatu membutuhkan pengorbanan? Jika berkaca dari negara lain yang sudah pernah melakukan reklamasi, seperti Dubai, reklamasinya bernama Palm Island, berhasil membawa perubahan dalam masyarakatnya kearah kesejahteraan karena devisa mereka meningkat dari sektor pariwisata. Dan masih banyak negara lain yang mendapatkan manfaat dari adanya reklamasi, seperti Tokyo, Rotterdam, dan Singapura. Namun kembali lagi pada hak masing-masing untuk menentukan kita berada pada posisi mana.
Terlepas dari pro atau kontranya proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Jika dilihat dari komunikasi politik, maka sebenaranya komunikasi politik di Indonesia sudah berjalan dengan dbaik, karena sebagai komunikan, kita harus menjadi khalayak aktif bukan menjadi khalayak pasif, maksudnya kita tidak diharapkan hanya menerima kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tetapi kita juga harus memberikan umpan balik dari kebijakan tersebut, yang bisa berupa pro ataupun kontra.
Referensi;