Mohon tunggu...
Ancelmus AndiPratama
Ancelmus AndiPratama Mohon Tunggu... Lainnya - Awardee Beasiswa Kominfo - Bekerja sebagai PSM Ahli Muda Kemendesa PDTT, saat ini menempuh pendidikan Program Minat Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness di Hubungan Internasional UGM. Pendidikan S1 di Ilmu Komputer FMIPA Unud

Memiliki ketertarikan dalam bidang Digital dan Isu lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan dan Masa Depan Transformasi Ekonomi Digital

31 Mei 2024   12:05 Diperbarui: 31 Mei 2024   12:07 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UNDP-Digital Readiness Assessment. Diakses pada 27 Mei 2024

Transformasi digital telah berdampak pada berbagai sektor, termasuk struktur ekonomi global. Dalam era teknologi yang berkembang pesat ini, konsep ekonomi digital menjadi sangat relevan. Kepemimpinan dalam teknologi digital memberikan keuntungan yang sangat besar dalam menguasai pasar global dan kemampuan untuk memetakan standar layanan baru yang dibangun berdasarkan data seperti Artificial Intelligence (AI), jaringan 5G dan internet serta berbagai kemampuan komputasi terbaru telah membuka jalan bagi implementasi mesin dan sistem baru yang menjanjikan transformasi pada industri dan peningkatan produktivitas (Garcia dan Goyal. 2021). Penggunaan platform digital untuk transaksi, komunikasi, dan kolaborasi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Ekonomi digital kini tidak hanya terkait dengan digitalisasi proses bisnis, tetapi juga melibatkan perubahan mendasar dalam model bisnis dan cara interaksi antara konsumen dan penyedia layanan.

Walaupun sering disebut sebagai teknologi digital ekonomi, sesungguhnya suatu teknologi pada dasarnya tidak dapat serta merta dikategorikan bahwa teknologi bersifat ekonomi, bersifat damai, bersifat berperang karena objek teknologi berkembang dalam sistem dimana para desainer dan juga para pembuat kebijakan mendefinisikan (Manjikian dalam McCarthy 2017). Tidak ada cara untuk mendikte atau bagaimana berfungsinya teknologi dalam masyarakat, dan dalam konteks ini, memasuki revolusi industri 4.0 teknologi digital dalam bidang ekonomi telah berkembang di masyarakat dan karenanya telah menjadi modal utama yang dimanfaatkan oleh pelaku industri untuk mengembangkan lini usaha mereka. Perkembangan sektor industri yang beriringan dengan perkembangan teknologi tentunya dapat membawa dampak yang positif pada suatu negara, salah satunya dampak positif pada peningkatan perekonomian negara tersebut (Kementerian Komunikasi dan Informatika 2019). Seiring kemajuan teknologi, era ekonomi digital lama akhirnya berkembang menjadi era ekonomi digital baru, yang ditandai oleh teknologi mobile, akses internet yang tidak terbatas, dan kehadiran teknologi cloud dalam proses ekonomi digital (Van Ark et al. 2016).

Inovasi Teknologi dalam Ekonomi Digital

Ekonomi digital terus berkembang pesat karena memiliki daya tarik luar biasa dalam kemampuannya mengumpulkan, menggunakan, dan menganalisis. Data yang kini dianggap sebagai "New Oil" menjadi kunci dalam dunia bisnis karena dapat diolah oleh mesin dalam jumlah besar untuk meningkatkan pengalaman, personalisasi, dan manfaat. Ekonomi digital memungkinkan perusahaan mengembangkan model bisnis baru dan cara menghasilkan pendapatan yang tidak terbayangkan di era sebelumnya.

Contoh nyata bagaimana ekonomi digital berbeda dari ekonomi tradisional adalah dari kisah sukses platform Netflix. Menurut Kalkandha (2023) di Appventurez, Netflix didirikan pada tahun 1997 dengan skema rental DVD melalui layanan pos. Ide ini cukup inovatif karena memudahkan konsumen untuk menyewa video secara online. DVD yang disewa dikirimkan ke alamat konsumen, menghilangkan kebutuhan untuk antre dan memudahkan pemilihan judul. Pada tahun 2007, Netflix kembali berinovasi dengan meluncurkan layanan video streaming, yang meningkatkan kapitalisasi pasar secara signifikan dan menciptakan disrupsi serta tatanan baru yang lebih efisien.

Ada beberapa strategi yang membuat Netflix mencapai posisinya saat ini. Pertama, algoritma rekomendasi Netflix, yang menjadi kunci dalam menentukan preferensi pengguna. Kedua, ketersediaan cache data yang disediakan oleh Netflix, yang membantu meningkatkan kualitas layanan dan menentukan rekomendasi film yang lebih baik untuk pengguna. Ketiga, integrasi dengan Amazon Web Services (AWS) yang memungkinkan Netflix untuk fokus pada layanan front end dengan menyerahkan manajemen database kepada Amazon, sambil mempertahankan dominasi melalui cloud computing. Keempat, Netflix mendefinisikan ulang desain antarmuka pengguna (UI) dengan integrasi AI, khususnya dalam pembuatan thumbnail dan personalisasi berdasarkan data analitik pengguna.

Adaptasi Teknologi Digital dalam menyokong Ekonomi Digital

Berkaca dari apa yang terjadi pada Netflix, dapat disimpulkan bahwa inovasi yang berbasiskan kemudahan, preferensi pengguna dan pemanfaatan teknologi canggih menjadi hal yang sangat penting dalam menggapai peluang dari ekonomi digital, sehingga fokus pada pemahaman hal-hal berikut menjadi penting:

  • Big Data & Data Driven. Untuk memahami preferensi pengguna, perusahaan di era digital mengumpulkan data dari konsumen yang menggunakan layanan mereka dan mengakses situs web mereka. Langkah ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang memungkinkan perusahaan mempersonalisasi pengalaman pengguna dan menawarkan konten yang lebih relevan bagi target pasar mereka. Biasanya, perusahaan ternama menggunakan data ini untuk perencanaan, merchandising, dan kegiatan rantai pasokan sehingga mereka dapat tetap unggul dalam persaingan yang ketat. Sebagai contoh, Apple Watch dapat menghimpun data saat seseorang tidur dan mengolahnya dan menyajikan pada smartphone. Mengutip dari situs Apple, data yang dikumpulkan di Apple Health memungkinkan pengguna melihat gambaran kesehatan mereka secara lebih komprehensif. Aplikasi ini dirancang untuk mengorganisasikan informasi kesehatan yang penting dan melalui akses yang terpusat, tentunya dengan penekanan terhadap data dan privasi.
  • Internet of Things (IoT) adalah konsep yang menghubungkan perangkat-perangkat melalui komunikasi berbasis internet. Dengan IoT, pengguna dapat terhubung dan berkomunikasi untuk melakukan berbagai aktivitas, serta secara otomatis mencari, mengolah, dan mengirimkan informasi. IoT memungkinkan perusahaan untuk memantau dan mengelola aset secara realtime. Sensor dan perangkat IoT dapat melacak inventaris dan memantau kondisi mesin dan mengoptimalkan proses produksi. IoT juga berperan pada integrasi berbagai platform dan layanan digital dan berkontribusi pada penciptaan lingkungan yang lebih terhubung dan interaktif.
  • Artificial Intelligence (AI) adalah teknologi canggih dengan berbagai kemampuan yang semakin populer. AI digunakan untuk membantu individu dan organisasi mempelajari pengetahuan baru, menyelesaikan masalah, dan beradaptasi dengan perubahan. Selain itu, AI mendukung komunikasi global, penerjemahan bahasa, belanja online, dan pengoperasian kendaraan tanpa pengemudi. Secara keseluruhan, AI mengubah cara hidup dan bekerja dengan aplikasi di berbagai bidang seperti analisis data, pengambilan keputusan, dan robotika canggih. Dalam industri fashion, AI digunakan oleh merek-merek terkemuka untuk meningkatkan penemuan produk, peramalan produk, peramalan trend, dan merchandising virtual. Ritel berbasis AI semakin memungkinkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen modern dengan membuat belanja lebih menyenangkan. Namun demikian implementasi AI perlu mendapatkan pendekatan multi pemangku kepentingan untuk mendefinisikan bentuk teknologi AI apa saja yang dapat diterima, dan sejauh mana manfaat yang diperoleh mempertimbangkan dengan resiko tertentu yang kemungkinan dihadapi (Stahl 2021)

Tantangan dalam Digital Ekonomi

Hiper-konektivitas membuka peluang ekonomi yang lebih luas karena orang, perangkat, dan sistem saling terhubung secara intensif dan terus-menerus melalui jaringan digital dan teknologi komunikasi. Batasan geografis dan waktu menjadi semakin tidak relevan, memungkinkan individu dan organisasi untuk berkolaborasi, berinteraksi, dan beroperasi dengan lebih efisien. Namun demikian kondisi ini menciptakan beragam tantangan baru dalam praktiknya, sebagai berikut:

  • Privasi, meskipun memberikan banyak peluang dan kemampuan untuk personalisasi, transformasi digital dalam ekonomi digital juga menimbulkan kekhawatiran tentang privasi, terutama terkait dengan pengumpulan data pribadi yang berlebihan dalam konteks membentuk preferensi pengguna. Potensi pelanggaran keamanan data, seperti alamat, nomor kontak, dan data rekening, juga harus ditanggapi dengan serius karena berkaitan erat dengan aspek keuangan dan privasi pengguna.
  • Digital Skills, ada kekhawatiran bahwa robot akan mengambil alih peran manusia. Kegemilangan era digital sangat kontras dengan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang inklusif. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan perusahaan transnasional yang berdampak pada substitusi tenaga kerja dan modal, di mana produksi beralih ke perusahaan dan proses yang lebih banyak menggunakan teknologi (Sprague & Sathi, 2020). Adaptasi teknologi, termasuk penggunaan AI, semakin mempersempit lapangan kerja bagi tenaga kerja berkemampuan rendah, sehingga program literasi digital menjadi penting.
  • Persaingan yang tidak sehat. Fenomena generasi Z untuk terus eksis dan diperhatikan oleh lingkungan sosial melalui unggahan konten, menyebabkan toko online menjadi sasaran pemenuhan kebutuhannya, dan bias dari  pemahaman generasi Z terhadap kebutuhan dan keinginannya menimbulkan keinginan untuk terus memenuhi apa yang sedang trend saat ini (Saepudin et al. 2023). Kondisi ini memicu munculnya skema predatory pricing sebagai respon atas tingginya permintaan terhadap barang, dalam bentuk melimpahnya barang dengan harga murah dan melemahkan persaingan yang sehat. Pada saatnya nanti di dalam pasar yang ketergantungan, harga berpotensi dapat dikendalikan oleh perusahaan besar melalui platform e-commerce. Hal ini dapat menyebabkan persaingan yang tidak sehat dan menyulitkan usaha lokal untuk berkembang.
  • Permasalahan Lingkungan. Meskipun ekonomi digital tampak lebih "hijau", kenyataannya konsumsi energi dari infrastruktur digital seperti pusat data memerlukan listrik dalam jumlah besar untuk operasi dan pendinginan perangkat keras komputasi. Selain itu, masalah limbah elektronik dan residu yang dihasilkan juga menjadi perhatian. Emisi karbon dari proses logistik e-commerce yang terus meningkat, serta limbah plastik dari kemasan produk-produk yang dikirimkan secara online, semakin menimbulkan kekhawatiran.
  • Lowering the barrier, merujuk pada upaya mengurangi hambatan yang menghalangi akses dan partisipasi dalam ekosistem digital, atau dengan kata lain, membuat teknologi lebih mudah diakses dan dipahami oleh berbagai kelompok masyarakat. Namun demikian ada masalah lain yang muncul, yaitu dengan mudahnya akses dan partisipasi, pandangan bersama dapat terbentuk dengan cepat. Jika ada pandangan lain yang bertentangan dengan pandangan umum tersebut, pandangan tersebut bisa dengan mudah menjadi viral dan bahkan berujung pada cyberbullying dan sanksi sosial bagi individu yang memiliki pendapat berbeda dan dapat berimplikasi buruk terhadap nilai suatu produk apabila mayoritas memberikan penilaian yang tidak baik terhadap suatu produk.

Prediksi Teknologi Masa Depan dalam Menyokong Ekonomi Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun