Mohon tunggu...
Andi Prasetyo
Andi Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - HR | Humas

Seorang HR yang memiliki ketertarikan dalam dunia teknologi informasi dan pendidikan. Mulai menyukai menulis karena orang yang tidak pernah menulis, dia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Informasi Teknologi dalam Pemilu 2024: Aplikasi Sirekap

17 Maret 2024   02:08 Diperbarui: 17 Maret 2024   03:45 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aplikasi Sirekap tampilan web dan mobile. Minggu (17/03/2024). Andi Prasetyo

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi modern di mana warga negara memiliki hak untuk memilih seseorang dari beberapa calon untuk menjadi pemimpin mereka. Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pengertian pemilihan umum diuraikan secara detail. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi.

Dalam era digital saat ini, peran teknologi informasi menjadi sangat penting dalam proses pemilu. Di mana proses pemungutan dan perhitungan suara menjadi hal yang sangat penting dalam pemilu yang akan menentukan pemimpin negara atau daerah. Di tahun 2024 ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berkomitmen memanfaatkan keunggulan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang berhasil menghasilkan keterbukaan (transparansi) pada Pemilu 2020 lalu. Lantas seperti apa Aplikasi Sirekap Pemilu 2024? Yuk kita simak paparan berikut untuk mengetahui lengkapnya.

Mengutip Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara, serta alat bantu dalam pelaksanaan hasil perhitungan suara Pemilu.

Terdapat dua jenis Sirekap, yaitu versi mobile dan web. Sirekap Mobile digunakan oleh KPPS untuk melakukan perhitungan atau rekapitulasi hasil pemungutan suara di masing-masing TPS. Sedangkan Sirekap versi web digunakan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan anggota KPU di Kota/Kabupaten dan Provinsi.

Namun belakangan ini ramai dibicarakan mengenai kesalahan informasi pada Aplikasi Sirekap. Apakah memang ada error sistem? Atau kecurangan dari petugas entry data yaitu KPPS? Atau kecurangan dari sisi programmernya? Wah, sebelum kita berspekulasi lebih jauh, alangkah baiknya kita memahami cara kerja Aplikasi Sirekap.

Secara singkat, cara kerja Sirekap menggunakan metode gabungan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR). Keduanya berdasarkan pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). Sistem tersebut bisa mengenali pola dan tulisan tangan pada formulir kertas fisik. Lalu, sistem akan mengubahnya menjadi data numerik secara digital.

Masalahnya adalah sistem gagal membaca pola tulisan tangan yang ada pada form kertas fisik sehingga hasil perolehan suara menjadi tidak akurat. Hasil perhitungan di TPS secara fisik angkanya berubah drastis setelah dipindai (discan) ke dalam aplikasi Sirekap.

Ibrahim Arief, CTO GovTech Edu, mencoba menjelaskan secara teknis permasalahan yang terjadi pada aplikasi Sirekap Pemilu 2024 melalui laman X personalnya.

Menurutnya, kesalahan entry data dikarenakan aplikasi Sirekap Pemilu 2024 diprogram untuk membaca tiga digit angka. Sementara itu, hasil suara di tiap TPS untuk para paslon bisa jadi hanya sampai dua digit angka. Untuk itu, ia mengatakan seharusnya angka di kertas yang cuma sampai dua digit, di depannya diberikan huruf '0'.

"Karena tidak ada digit pertama yang ditandai, sistemnya sepertinya berusaha mendeteksi angka semaksimal mungkin, dan jadinya mengambil keputusan yang salah untuk identifikasi digit pertama," ujarnya dari akun X @ibamarief.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa kesalahan entry data tersebut kebanyakan dari Pasangan calon (paslon) nomor urut 2. Apa benar aplikasi dapat membaca dengan baik perolehan suara dari Paslon 1 dan 3 namun gagal membaca perolehan suara Paslon 2? Kemudian kenapa kesalahannya membuat perhitungan suara menjadi lebih banyak? Kritis sekali ya?

Jika masalahnya hanya dari kesalahan sistem yang gagal membaca data, itu masih bisa dimaklumkan oleh masyarakat. Namun apabila terdapat kesalahan sistem yang disengaja untuk memenangkan salah satu paslon, itu merupakan kecurangan yang menciderai kepercayaan rakyat akan pesta demokrasi.

Kembali kepada asas pemilu yang disebut Luber Jurdil (Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil). Diharapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam pemilu khususnya KPU bisa menjalankan 6 asas tersebut diatas sehingga menghasilkan pesta demokrasi rakyat yang sesungguhnya.

(Andi Prasetyo Wicaksono, Mahasiswa M.Kom Universitas Budi Luhur)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun