Jakarta -Â Sidang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)kota Makassar kembali berlanjut dengan memasuki acara Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait dan Keterangan Bawaslu serta Pengesahan alat bukti para pihak.
Acara sidang berlangsung di Ruang Sidang Pleno, Mahkamah Konstitusi (MK) RI, pada Selasa (21/1) sore. Dimulai dari pihak Termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) kota Makassar memberikan jawaban atas dalil yang dimohonkan oleh Pemohon.
Melalui kuasa hukum Termohon, Zahru Arqom menyatakan bahwa dalil yang menyebut KPU dan jajarannya menghambat pemilih menggunakan hak suaranya tidak benar adanya.
"Bahwa dalam tahapan pemilihan, Termohon KPU kota Makassar senantiasa melaksanakan sosialisasi dan menjalankan tahapan-tahapan," katanya.
Zahru juga menjelaskan C Pemberitahuan kepada para pemilih dijalankan sebagaimana mestinya, bahkan tiga hingga empat hari sebelum pemilihan masih tetap berjalan.
Terkait surat suara atau formulir pemilih yang masih tersisa bukan berarti KPU Makassar sengaja menghambat pemilih menggunakan hak suara, melainkan adanya beberapa variasi kasus yang ditemukan di lapangan.
"Terdapat beberapa varian, misalnya pemilih meninggal dunia, pindah alamat, pindah memilih, tidak dikenal, berubah status. Ini kembali (formulir pemilih) 192.567 atau kurang lebih 19 persen. Kemudian yang terdistribusi adalah sejumlah 844.597 atau 81 persen," ungkap Zahru Arqom.
KPU Makassar juga membantah dalil Pemohon dalam hal ini pasangan calon (paslon) Indira Yusuf Ismail - Ilham Ari Fauzi (INIMI) yang mencatat adanya anggota KPPS di 308 TPS yang diduga menghalang-halangi pemilih menggunakan hak suaranya.
Menurut penelusuran KPU, ternyata TPS yang diduga dalam dalil Pemohon hanya 39 TPS. Klarifikasi dari KPPS ketika kejadian yang diduga menghalang-halangi itu karena para pemilih banyak yang datang secara bersamaan.
"Dalam alat bukti itu sudah tersampaikan bahwa karena terburu-buru jadi ada beberapa daerah, misalnya itu kan daerah yang tidak ada hari libur karena memang kegiatannya adalah bongkar-membongkar muatan, baik di Pelabuhan dan sebagainya. Maka pada pukul 10.00 WITA memang terjadi penumpukan, tidak sempat melakukan tanda tangan, (hanya) paraf dan sebagainya," tutur Zahru Arqom.
Bantahan juga dilayangkan oleh kuasa hukum Pihak Terkait dalam hal ini paslon Munafri Arifuddin - Aliyah Mustika Ilham (MULIA) terhadap dalil Pemohon tentang adanya upaya merekrut tim relawan dari anggota KPPS yang bertugas pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwalkot) Makassar.
"Tidak pernah pihak terkait merekrut tim sukses dari anggota KPPS. Pada tahap perekrutan KPPS hingga berakhir pemilihan, tidak ada jejak laporan ke KPU Makassar dan Bawaslu Makassar," ujar Damang.
Selain itu, pihak Bawaslu kota Makassar menyatakan sudah melakukan proses pengawasan yang ketat terkait pemilihan anggota KPPS hingga penetapan di setiap kelurahan.
"Bahwa Bawaslu kota Makassar telah melakukan pencegahan pada tahapan perekrutan KPPS dengan mengeluarkan surat himbauan Nomor sekian-sekian, sebagaimana dalam bukti pertama kami. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengawasan Panwaslu (kelurahan) Pattingaloang terhadap proses rekrutmen ad hoc yang pada pokoknya berisi pengawasan proses rekrutmen KPPS sekelurahan Pattingaloang dan tidak terdapat masukan ataupun tanggapan masyarakat terhadap calon anggota KPPS pada TPS 3 Pattingaloang tersebut," kata Dede Arwinsyah.
Meskipun Bawaslu tidak pernah menerima laporan berdasarkan dugaan pelanggaran dalam dalil Pemohon, pihaknya tetap melakukan penelusuran dan klarifikasi di lapangan untuk mencari kebenarannya.
Hasilnya tidak ada bentuk pelanggaran apa pun, baik dari pihak KPPS, KPU, pemilih, dan tidak ada sikap keberatan dari para saksi yang  hadir dalam pemungutan suara.
Pada sidang Pemeriksaan Pendahuluan (10/1) paslon INIMI menyampaikan adanya dugaan pelanggaran melibatkan KPPS yang terafiliasi dengan paslon tertentu.Â
KPU Makassar juga dianggap oleh Pemohon sengaja menghambat pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan menentukan TPS pemilih berjauhan dari alamat pemilih.
Selain itu, Pemohon menduga adanya manipulasi kehadiran pemilih secara terstruktur dan sistematis melalui tanda tangan fiktif dalam Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT).
Isi petitum dari Pemohon saat itu adalah membatalkan keputusan KPU kota Makassar yang telah menetapkan hasil Pilwalkot Makassar tahun 2024 pada Desember lalu.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI