Tulisan yang sedang anda baca ini tidak berada pada posisi yang memihak kepada kelompok mana pun dan tidak pula bersifat pro atau kontra sesuai penafsiran di luar dari pihak yang berkepentingan. Murni tulisan ini untuk mengajak pembaca menggunakan penalaran logika dasar dalam membaca Surat Edaran (selanjutnya disingkat SE) Nomor (No) 259/2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UIN Alauddin Makassar (UINAM).
Jadi hasil analisa nantinya terhadap SE No 259//2024 hanya berangkat dari logika dasar yang mengarahkan pada prinsip-prinsip penalaran yang benar dan valid, serta mengidentifikasi kesalahan penalaran atas tafsir yang berkembang. Maka selengkapnya sekedar membahas poin-poin isi SE yang dianggap membatasi kebebasan berekspresi mahasiswa.
Penulis juga menyampaikan keprihatinan terkait adanya potensi skorsing oleh pihak kampus terhadap 20 mahasiswa usai turun melakukan demonstrasi di jalan. Untuk masalah itu tinggal menunggu kabar selanjutnya dan harapannya dapat menemukan solusi yang terbaik. Tulisan ini "terpaksa" untuk dituangkan karena adanya keresahan atas argumentasi yang terus berkembang terkait penerapan SE No 259/2024.
Dengan segala hormat atas setiap hasil diskusi dan orasi dari suara-suara mahasiswa UINAM, mari kembali berdiskusi lewat tulisan pendek ini sebagai tambahan sudut pandang atas masalah tersebut.
SE No 259/ Tahun 2024
Sebelum masuk pada poin-poin yang diperselisihkan di dalam SE No 259//2024 Â tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UINAM, tidak ada salahnya untuk mengingat kembali latar belakang dan tujuan dikeluarkannya aturan itu oleh pihak kampus. Dilansir dari akun Instagram @uinalauddin.ac.id pada tanggal 6 Agustus 2024, bahwa Prof. Hamdan Juhannis, selaku Rektor UINAM secara garis besar menyatakan latar belakang dikeluarkannya SE tentang penyampaian aspirasi berangkat dari keluhan masyarakat setempat yang merasa perjalanan dan ketentraman mereka sebagai pengguna jalan terganggu dengan adanya aksi mahasiswa.
Contoh kasus yang diberikan oleh Prof. Hamdan adalah ketika massa aksi yang notabenenya dari mahasiswa UINAM melakukan unjuk rasa di tengah Jalan Sultan Alauddin, kota Makassar, Sulawesi Selatan, tepat di depan kampus 1 UINAM. Saat itu hotel kampus sedang digunakan untuk acara pernikahan oleh masyarakat umum. Karena adanya aksi mahasiswa, banyak tamu undangan yang tidak dapat masuk ke area hotel dan menghambat arus lalu lintas di jalan Sultan Alauddin.Â
Menurutnya, siapapun mahasiswa yang turun aksi di jalan, pihak kampus wajib bertanggung jawab atas apa yang dilakukan mereka apa lagi jika menggunakan atribut kampus. Karena situasi itu, SE diedarkan oleh  Rektor UINAM, dengan tujuan mengatur dan menertibkan cara mahasiswa menyampaikan aspirasi di ruang publik, bukan berarti melarang mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa.
Sementara dari pihak mahasiswa yang menolak SE tentang aspirasi ringkup UINAM, menyebut adanya kejanggalan. Seperti yang dikemukakan oleh Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINAM, dikutip dari detikSulsel, bahwa mereka keberatan dengan diperlukannya surat izin resmi dari pihak lembaga kemahasiswaan jika ingin menyampaikan aspirasi, baik di dalam atau pun di luar kampus.
Menurutnya hal itu tidak perlu, karena setiap mahasiswa berhak untuk menyampaikan pendapatnya sesuai dengan pedoman di Buku Saku Mahasiswa, dan undang-undang yang mengatur. Perihal keberatan Ketua DEMA Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINAM terdapat pada salah satu dari tujuh poin 'Syarat Penyampaian Aspirasi' dalam SE 259/2024 yang berbunyi;